"Kau tak percaya?" Jawab Aaron dingin dengan mata yang masih menatap serius.
"hahaha.. Jelas tidak"
Aaron berdiri dan menghampiri Valeri. Badannya setengah membungkuk, Aaron menhimpit dengan kedua tangannya hingga mata mereka bertemu. Valeri yang kaget tiba-tiba menghentikan tawanya. Bukan karena terpesona oleh ketampanan lelaki itu, melainkan karena seperti ada aura hitam yang sangat mengintimidasinya saat ini. Aaron membisikkan sesuatu ke telinga Valeri.
"Baiklah akan ku tunjukkan padamu" ucap Aaron dingin.
Tidak, sepertinya aku akan tamat hari ini. Batin Valeri.
=====
Perasaan takut mulai menghinggapinya, bahkan tubuhnya kini tak bisa digerakkan layaknya mannequin. Ia terbius oleh mata indah berwarna biru milik Aaron. Valeri hanya bisa pasrah tentang apa yang akan dilakukan selanjutnya oleh orang yang mengakui sebagai sang Lord vampire itu.
Tok.. tok.. tok..
Suara ketukan pintu menghentikan aktivitas sang Lord. Valeri kini bisa bernafas lega. Suara ketukan tersebut bagaikan alarm penyelamat bagi hidupnya. Jantungnya mulai berdegup kencang tak karuan seperti ingin melompat dari sangkarnya.
Sepertinya aku terlalu ketakutan hingga jantungku menjadi berdegup tak karuan seperti ini. Batinnya.
"Masuklah"
Nampak seorang laki-laki berpakaian rapi menggunakan jas berwarna hitam rapi memasuki ruangan menghampiri Aaron. Sesampainya di hadapan Aaron ia membungkukkan badannya.
"Ada apa?" Tanya Aaron
Lelaki itu melirik ke arah Valeri sekilas saat hendak menyampaikan sesuatu. Aaron yang melihat tingkah sang pelayannya itu berbicara kembali.
"Tunggu.." Aaron menjeda ucapannya "Valeri kembalilah kekamarmu"
Valeri mengangguk tanda mengerti dan dengan mengambil langkah seribu ia keluar dari ruangan tersebut lalu menyusuri anak tangga untuk kembali kekamarnya. Valeri duduk diatas ranjang dan meneguk cepat air putih yang sudah disiapkan untuknya di atas nakas. Suara degupan dijantungnya pun masih bergemuruh tiada henti.
"Sepertinya aku harus berhati-hati dengan lelaki itu" ucapnya perlahan yang entah kepada siapa ia berbicara.
Tok..tok.. tok..
Valeri berlari kecil membuka pintunya, ia terkejut karena suara ketukan pintu tersebut.
Ah sepertinya aku tadi ketiduran. Batinnya
Ya, karena terlalu memikirkan kejadian tadi pagi di ruangan kerja Aaron membuatnya menjadi lelah dan tertidur beberapa saat.
"Selamat sore nona, maaf saya hari ini ditugaskan oleh tuan untuk melepas perban nona. Dan saya juga membawa makanan, karena sepertinya anda belum makan" ucapnya setelah pintu terbuka
"Sudah kukatakan padamu, jangan memanggilku nona. Cukup Valeri saja Devia" Valeri mengingatkan
"Eh, iya maaf"
Valeri tersenyum "Masuklah"
Devia perlahan-lahan membuka balutan perban yang terdapat pada leher Valeri. Valeri hanya bisa diam, fikirannya masih saja terletak pada kejadian pagi tadi. Ucapan Aaron yang mengaku sebagai lord vampire terus mengiang tanpa henti. Sebenarnya Valeri ingin sekali bertanya pada Devia, namun ia urungkan.
"Selesai" ucap Devia menghentikan lamunannya.
"Ah.. iya.. terimakasih Devia"
"Sama-sama, jangan lupa makan. Dan minumlah obat itu Val"
"Baiklah"
"Kalau begitu aku pergi dulu" Devia berdiri beranjak untuk pergi
"Tunggu, bisakah kau menemaniku sebentar? Sampai aku menghabiskan makanan ini saja? Aku sedang tidak ingin sendiri" Ucap Valeri
"Tentu" Devia duduk kembali "Apakah ingin ku bantu makan?"
"Tak perlu Devia, terimakasih. Kau mau disini menemaniku hingga selesai makan itu sudah cukup"
Valeri menyendokkan makanan yang telah disiapkan oleh Devia kedalam mulutnya dan mengunyahnya perlahan hingga suapan terakhir dan meminum obatnya.
Beberapa saat tanpa ia sadari tiba-tiba Aaron masuk kedalam kamarnya tanpa mengetuk pintu. Devia yang menyadari akan kedatangan tuannya mengambil nampan tersebut dan pamit undur diri dengan menggunakan bahasa formalnya yaitu dengan panggilan "Nona" kepada Valeri seperti janji yang telah mereka sepakati berdua.
"Ada apa?" Valeri memulai pembicaraan
"Sepertinya kau sudah sembuh Val, bahkan perbanmu sudah dilepas" jawab Aaron yang kemudian duduk di ranjang
"Aku masih belum percaya" maksud perkataan Valeri adalah untuk mengembalikan topik yang sempat tertunda tadi di ruangan kerja Aaron.
Kurang dari sedetik tiba-tiba wajah Aaron sudah berada di depan Valeri yang hanya berjarak beberapa centi meter saja "Baiklah jika itu maumu" ucap Aaron sambil menyeringai.
Dan tanpa aba-aba Aaron sudah memanggut bibirnya perlahan-lahan, Valeri yang belum siap hanya bisa diam mematung. Aaron menggigit bibir atas Valeri agar mulutnya terbuka dan mempermudah untuk mengaksesnya lebih dalam lagi. Tak berhenti di situ saja, ciuman Aaron turun ke leher jenjang Valeri yang terekspos karena balutan perbannya telah dilepas. Aaron menancapkan gigi taringnya pada leher Valeri dan menghisapnya hingga darah tersebut menetes. Valeri yang baru tersadar karena rasa sakit pada lehernya memukul dada Aaron kuat, namun apa daya badan lelaki itu jauh lebih kuat hingga tiba-tiba gelap kembali menguasai pandangannya.
Menunggu memang menyakitkan, tapi menunggumu menjadi sakit terfavoritku meski 1500 tahun lamanya. Batin Aaron saat melihat Valeri tak sadarkan diri.
--TBC—
--Annisa Eka--
YOU ARE READING
Relife
FantasiSaat dimana kau terjebak dalam suatu dimensi cerita yang kau sukai dan mengubah semua takdir yang berada didalamnya. "Aku telah menunggumu lebih dari 1500 tahun lamanya, dan terimakasih kau telah hadir disaat aku benar-benar membutuhkanmu. Jika kau...