1

103 11 26
                                    

"Kakak! Ayo kejar aku!"

"Elysia, jangan berlarian jauh-jauh!"

Seorang gadis bersurai silver-purple itu menghiraukan ucapan sang kakak dan berlarian di sekitar perbukitan. Dia malah tertawa-tawa ketika kakaknya mengejarnya. Angin berhembus, menerbangkan rambut panjangnya. Tubuhnya menikmati suasana asri dari pepohonan di perbukitan.

"Astaga, Elysia! Ini sudah terlalu jauh, tahu!" Sang kakak berteriak dengan napas yang tersengal-sengal.

Langkah sang adik terhenti ketika mendapati sebuah aliran sungai. Senyum girang terpatri di wajahnya dan menghampiri sungai tersebut tanpa berpikir panjang.

"Kak Leticia! Ayo cepat ke sini! Airnya jernih, lho!" seru sang adik-Elysia-melambaikan tangannya tinggi-tinggi ke arah sang kakak-Leticia. Elysia melepaskan sepatu, mencoba mencelupkan kakinya ke sungai tersebut, dan menyadari sungai itu tidaklah dalam. Hanya sebatas mata kakinya saja.

"Kakak! Sungainya dangkal! Ayo, main!"

Leticia menghela napas lelah, "Ayolah, Elysia. Jangan bermain di sungai. Nanti basah, Kakak yang ditegur."

"Ayolah, ayolah, ayolah!" Tatapan Elysia membuat Leticia luluh. Leticia hanya bisa mendesah, seraya mengikuti Elysia di tepi sungai.

Phoenix Candelaria Elysia dan Phoenix Marcellaria Leticia. Dua kakak beradik yang saling bertolak belakang. Mereka berdua hidup di sebuah dunia yang memiliki keunikan karena hewan dan kemampuan mistik bukan lagi legenda dan mitos. Namun, mereka hanyalah manusia biasa dengan keturunan yang tidak biasa. Dikatakan seperti itu karena mereka adalah anak jenderal kerajaan Phoenix.

Bangsawan? Ya. Bisa dikatakan seperti itu, walau Elysia membencinya. Dia paling malas akan peraturan ini-itu di kalangannya. Dia hanya ingin hidup bebas tanpa adanya peraturan yang mengekang.

Kemampuan Elysia dan Leticia tidaklah seunik dari kebanyakan orang. Walaupun begitu, kemampuan di kalangan bangsawan rata-rata langka ditemukan. Jadilah mereka bisa dikatakan berpotensi untuk melanjuti jejak ayahnya itu. Dari sekian banyak hal, itulah yang paling, paling, paling dibenci oleh Elysia. Terkekang oleh dunia luar, dirantai oleh peraturan. Oh, terima kasih. Itu sangat membantu.

Lalu? Bagaimana mereka bisa di kawasan perbukitan?

Oh, sederhana. Hanya karena urusan pekerjaan. Tidak kurang, tidak lebih. Sebagai keuntungan, Elysia dapat berlarian bebas ketika ayahnya pergi. Walau Leticia sedikit kewalahan untuk mengaturnya, tetapi dia tidak peduli. Yang penting, sekarang ia bebaaaas.

"Inilah namanya surga duniaaaa ...!" Elysia berputar di tengah sungai. Tidak mempedulikan akan cipratan air yang membasahi kakinya.

"Elysia, jangan menggila sekarang." Leticia menggelengkan kepala. Heran dengan tingkah adiknya yang jauh berbeda dengan dirinya itu.

"Ehehehe ...." Cengiran tanpa dosa ditampakkan di wajah Elysia. "Sangat jarang ayah diberi pekerjaan di luar kerajaan. Sementara ibu, masih harus di kerajaan sebagai tabib. Ini keuntungan bagiku!"

"Hahhh .... Sudah kuduga untuk tidak mengajakmu kemari." Leticia bergumam pelan, tetapi masih sampai di telinga Elysia.

"Kejam! Aku juga ingin bermain di luar!" gerutu Elysia. "Aku bosan dikekang di kerajaan terus demi menjadi penerus ayah! Hanya karena aku punya kemampuan dan menyukai pedang, bukan berarti aku mau hidup seperti ayah! Aku ingin bebas, bebas, dan bebas!"

"Cukup sekali saja kamu katakan 'bebas', Elysia," celetuk Leticia.

"Maaf. Aku tidak akan mengulanginya lagi," ucap Elysia membungkukkan badan.

Hostixs: Tale of Elysia [Luna.Vers]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang