Episode 3

347 7 1
                                    


Jibril ingin menyelesaikan diskusi panjang yang disebabkan oleh keterkejutan dan keheranan Maryam akibat mengetahui bahwa dirinya mengandung dan akan melahirkan utusan Allah.

Maryam tadinya adalah seorang perawan yang bekerja di Masjid Al-Aqsa bersama keluarganya. Keperawanan baginya merupakan sebuah kehormatan untuk tetap mengurus Al-Aqsa. "Bagaimana mungkin seorang yang perawan kemudian akan melahirkan anak? Apa yang akan orang-orang katakan? Bagaimana caranya membela diri dari dunia kejam yang tak mempercayai keajaiban Allah dan ke-Maha Kuasaannya?" Aku sebagai tanah berpikir seperti itu.

Sebab aku hanya sebongkah tanah, maka aku tak bisa memahami perasaan, kekhawatiran, dan pikiran Maryam. Walau begitu, Tuhanku, Allah, Maha Mengetahui. Oleh sebab itulah malaikat Allah kemudian diutus untuk mengatakan kepada Maryam, "Inilah hal yang telah ditetapkan" untuk menghentikan ketakutan di mata Maryam, memerintahkan agar Maryam tak terlalu memikirkannya karena hal tersebut merupakan sebuah keputusan yang telah ditetapkan Allah SWT.

Jadi, tugas Maryam kini adalah untuk memfokuskan pikirannya terhadap hal lain. Dia harus menyerahkan dirinya sepenuhnya kepada hal yang telah ditetapkan. Maryam harus denan ikhlas menyerahkan dirinya, berpikir optimis, dan juga bahagia, sebab Allah SWT telah menginginkannya menjadi seorang wanita suci yang kedudukannya lebih tinggi dari seluruh wanita di dunia, dan menjadikannya seorang ibu dari Nabi yang diturunkan Allah SWT ke muka bumi.

Jibril kemudian meniupkan angin di sekitar Maryam, lalu keajaiban terjadi dan perawan itu kini menjadi seorang ibu yang membawa tanda-tanda Allah. "Inilah hal yang telah ditetapkan"

Maryam terus mengulang-ulang kalimat ini bahkan setelah malaikat itu menghilang, kemudian ia berlari dengan cepat menuju mihrabnya, hingga melupakan kendi yang tadi dibawanya untuk menyimpan air minum, yang kemudian digunakan untuk menyiramiku. Aku lebih mencintai Maryam sebagai seorang ibu yang perawan dibandingkan aku mencintai Maryam sebagai perawan. Cintaku kepada Marya berkembang dengan cintaku kepada janin yang kini berada di dalam perutnya.

Hari-hari pun berlalu. Aku kini bisa melihat Maryam lebih sering, dalam jarak yang sangat dekat. Di dekatku, kini ada banyak pohon kurma dan ibu perawan itu terbiasa untuk berjalan-jalan dari arah timur dimana bagian tubuh tanahku melingkupi salah satu pohon kurma yang hanya berjarak beberapa langkah dari pohon mawar. Maryam terbiasa berdiri dalam waktu yang lama di antara pohon kurma tersebut atau di atas rumput untuk berdoa kepada Allah atau berdiam diri dan terlihat sedikit pucat. Lalu, pada suatu hari, rasa sakit mulas karena ingin melahirkan melingkupinya ketika ia sedang duduk di bawah sebuah dahan pohon kurma.

Di tengah rasa sakitnya, ia berkata : "Akankah aku mati sebelum berhasil melahirkan, lalu terlupakan dan hilang di mata orang-orang?"

Meski Maryam memiliki iman yang luar biasa, dan meski Allah telah menentukan sebuah ketetapan untuknya, dan meski itu adalah kehendak-Nya agar Maryam mengandung putra yang akan menjadi Nabi bagi manusia, ada banyak hal yang membuat Maryam khawatir alih-alih merasa aman. Hal ini merupakan kecemasan sebagai manusia, dan kurasa aku bisa memahaminya. Maryam dilahirkan di masyarakat yang tidak begitu ramah. Ia bahkan dihukum oleh hukum manusia. Hukum yang menyebutkan bahwa adalah haram untuk seorang wanita melahirkan seorang anak kecuali dirinya telah menikah. Jadi, jika Maryam berkata bahwa ia adalah perawan dan akan melahirkan bayi, maka tak ada yang akan mempercayainya.

Ini sebetulnya bukan masalah kecil. Sang perawan akan dicap masyarakat sebagai wanita yang tidak suci. Betapa sebuah pengorbanan oleh Maryam yang telah dipilih oleh Allah. Pengorbanan ini seperti dimulai dengan kemuliaan, kemudian hukum akan memutuskan tubuhnya harus dicakar dengan kuku, digergaji, atau ditusuk dari belakang.

Kisah Hikayat Nabi Isa AS  & Burung Merpati Yang Tercipta Dari Tanah LiatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang