Dua

3 1 0
                                    

Pukul 9.45 WIB. Aku lebih awal lima belas menit dari perjanjian seharusnya di pukul 10.00. Seperti biasanya, standard ku adalah datang lebih awal. Ku lakukan sebab menghindari hal hal yang tak diinginkan di perjalanan.

Aku berdiri di hadapan sebuah bangunan persegi cukup besar. Fisiknya bergaya semi Eropa. Dari luar, nampak dekorasi kalem dengan lampu lampu yang bergelantungan dari plafon atapnya. Sebagian dindingnya di dekor balok balok kayu berwarna merah tua. Kaca tebal yang menyita pemandangan interior Restaurant itu sudah memberikan kesan pertama yang instagrammable. Ada font di jendela berkaca tebal itu, Skyland : food and beverage.

Masih sepi. Pelataran parkir yang terletak persis di sisi bangunan itu belum terlihat satupun kendaraan. Hanya security yang berdiri dan sedang mengintai diriku.

Langkahku tertuju ke pria berbadan tegap dengan kulit hitam yang terbakar matahari. Tatapannya datar tapi sangat siaga. Dengan pakaian serba ungu pekat membuat corak seragam dan warna kulitnya terlihat sangat berwibawa.

" Ada yang bisa saya bantu ? " tanyanya menyodorkan wajahnya dengan senyum tipis.

Bayu Herlambang. Name tag di dadanya memperkenalkan identitas berbadan tegap ini. Nyatanya ia sangat santun dengan nada pertanyaannya.

" Saya ingin bertemu Chef Ragil, rekomendasi dari bu Astrid " jelasku mengarahkan niatku.

Pria berbadan tegap itu tersenyum setelah melihatku dari ujung rambut sampai ujung sepatu. Mengenakan kemeja putih bercelana panjang hitam.

" Orang baru ya sampean ? "

" Iya pak "

Aku merogoh isi tas dan menunjukkan surat rekomendasi dari bu Astrid. Personalia dari Skyland. Di surat itu tertuju untuk Chef Ragil. Orang yang bertanggung jawab penuh di dapur.

" Langsung masuk saja mas Raka " katanya menyebut namaku secara spontan karna jelas dia membaca surat pengantar yang tertera namaku.

Aku diarahkan untuk langsung masuk dan menuju dapur. Langkahku pelan dengan tatapan yang sibuk berputar putar ke sudut bangunan.

Ada beberapa pelayan yang sedang sibuk setting table. Dan seseorang sibuk membersihkan jendela.

Restaurant semi Eropa ini juga memiliki area non smoking di depan sisi bangunan. Koridor mini dengan beberapa meja yang langsung memberi view pemandangan sisi jalan.

Di dalam aku di sambut salah seorang pelayan. Wanita berambut pendek mungil dengan kemoceng di tangannya. Senyumnya sumringah hangat melelehkan suasana hatiku yang sebenarnya cukup kaku.

" Raka ya ? " tebaknya. Seolah sudah hapal betul kedatanganku. Tangannya terulur percaya diri. Tapi aku masih kaku karna bingung bercampur gugup. " Bu Astrid yang telpon sore kemarin soal kamu "

Aku ikut tersenyum. Jelas aku tak ingin memberikan kesan yang tidak ramah. Aku meraih tangannya dan menjabatnya.

" Aku Nina " katanya lagi memperkenalkan diri dan tidak memberiku kesempatan berbicara.

" Vioo sinii !! "

Mataku terpaku. Nina memanggil salah seorang temannya. Wanita yang sedang menata bunga di meja paling ujung dari ruangan ini. Wanita itu menoleh. Tatapannya datar menangkapku yang berdiri ikut menyambut pandangannya.

Seolah sepasang tatapan itu bertemu. Ia langsung membenahi posisi tubuhnya yang tadi membungkuk dan berdiri tegap. Melambaikan tangan dengan rona senyumnya yang pasti akan menjadi ciri khas darinya.

Matanya bulat di balik kacamata. Manis sekali. Tingginya cukup ideal, 165 cm. Berkulit putih. Aku ingin menghampiri sebenarnya tapi justru wanita itu bergegas mendekat.

Ada Cinta Dari DapurTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang