Hari mulai gelap.
Ku berjalan menyusuri jalan. Dengan rasa sakit yang ku tahan. Langkah kaki begitu sulit. Memaksaku tertatih-tatih berjalan seorang diri. Terpaksa kugerakkan kaki. Hingga terasa langit mulai gelap. Berungtunglah, posisiku sudah dekat dengan rumah.
Langit memang sedang tidak bersahabat. Seketika turun hujan lebat, tepat sesaat setelah ku mengunci pintu kamar. Bumi kembali bertegur sapa dengan hujan, disertai angin yang cukup besar. Ku dapat melihat itu, dari balik tirai kamarku. Kamarku, yang merupakan saksi bisu segala keluh kesah, bahagia , tangis, tawa dalam hidupku. Ia menjadi tempat andalan dalam kesendirianku. Ia merupakan ruang dimana ku dapat merasa tenang. Ia adalah keleluasaan bagiku dalam menyalurkan hobi. Dan, ialah yang menjadi teman kesendirianku kini, yang tengah meringis sakit. Kakiku. Ya, kaki kananku memang mengalami pergeseran tulang, walau tak parah. Saat itu, di kelas, kusalah mengambil posisi saat ingin bangun dan berjalan ke kursi ku. Entahlah, karena hentakkan yang begitu keras, sebab guru pengawas ujian telah masuk, seketika kumerasakan sakit yang luar biasa pada bagian lutut kaki kanan ku.
Waktu tak dapat terelakkan. Akhir tahun semakin dekat. Kekhawatiran yang dialami semua siswa ialah bentuk kewajaran. Apalagi untuk kami, murid kelas X. Menjalani masa-masa tersibuk di akhir tahun, yakni pekan akhir semester. Tak dapat menikmati keriangan bersama teman-teman untuk sementara waktu. Fokus dengan yang dihadapi saat ini, demi cita dan asa kami. Begitupun denganku. Sejak kemarin sore, ponsel ku layaknya barang lama. Kumatikan dan dibiarkan tergeletak pada mejaku. Digantikan perannya dengan setumpuk buku juga kertas latihan soal yang telah menanti untuk kubaca dan kuisi dengan baik. Semua itu telah berlangsung selama lima hari dalam sepekan ini.
Esok adalah hari terakhir dimana kami merasakan kekhawatiran itu. Setelah esok, napas kami akan sedikit melonggar. Hanya tinggal menantikan hasil atas usaha kami. Sore ini, ku memutuskan untuk membuka ponselku. Berharap akan ada hiburan teman-teman yang akan mengurangi rasa sakit pada kaki kananku. Dan, seperti biasa percapakan dalam grup kelas pun terjadi.
Nadira : " besok pingin gamasuk ajaa..."
Rinjani : " kenapa Ndir?"
Nadira : " kakiku saki banget nihhh"
Perih di kakiku tak dapat tertahan. Namun, tanganku masih memegang ponsel. Sesekali melihat layar ponsel, sesekali mengurut lutut kakiku yang membengkak cukup parah. Kemudian layar ponselku menyala. Tampak notifikasi muncul.
Alfa : " what's wrong with your leg, Ndir?
Senyum tipis bersemi di wajahku. Ku tak dapat menutupi rasa senangku saat itu. Terkejut, senang, tak menyangka Alfa akan bertanya hal itu, walau tak luput dari rasa takut dan malu menanggapinya.
Nadira : " iya, bengkak. Susah jalan"
Rinjani : "gws Ndir"
Salah satu temanku memberi ucapan itu. Tak lama kemudian....
Alfa : " get well soon, ya..."
Iya. Ia kembali mengembangkan senyuman di wajahku. Namun, rasa harap seketika kutepis jauh dari pikiran, takut jika harapan hanya akan membunuh hati sendiri dengan jalan kenyataan yang tak sesuai dengan keinginan ku. Walau, tepisan harapan itu sebenarnya menyiksaku.
***
" Ndir kok lu masuk? Katanya kaki lu bengkak..."
Pagi itu kumasuk. Terpaksa masuk lebih tepatnya. Tidak ada pilihan lain. Lebih baik kutuntaskan saja di hari terakhir ujian ini. Dengan langkah yang terlihat memaksalan diri, ku berjalan menghampiri beberapa kawanku. Mereka tengah bergerumung. Membahas materi bahasa indonesia.
YOU ARE READING
Janji Bulan Juni
RomanceSapa namaku dengan sebutan Ndira. Mengenalmu bukan suatu kebetulan, melainkan telah direncanakan, oleh Sang Maha pencipta, Sang Maha Perencana yang telah menggariskan jejak-jejak kita, agar kelak kita kan mengetahuinya, tentang sesuatu yang tak ter...