-
laki-laki bersurai coklat yang kini sedang duduk di salah satu bangku kantin itu nampak kesal, ia seperti bisa meledak kapan saja. di depannya ada seseorang laki-laki yang menatapnya sambil tertawa, seakan puas dengan ekspresi dari pemuda bersurai coklat yang nampak berapi-api itu.
"kau bisa diam tidak? aku sedang pusing," ucap laki-laki bersurai coklat sembari mengaduk minumannya dengan kesal, kemudian menyesapnya sedikit.
"pusing kenapa, jeno? tugas milikmu tertinggal dirumah? kau habis kena ledakan amarah dosen ya?"
laki-laki bersurai coklat bernama jeno itu sangat ingin berteriak pada laki-laki di depannya, yang notabene adalah sahabatnya sendiri. sungguh, jeno rasanya ingin meledak jika sahabatnya itu mulai mengungkit kejadian yang baru saja terjadi, tugas jeno tertinggal di rumah dan berakhir dengan jeno yang harus berhadapan dengan amarah sang dosen.
"oke, cukup-cukup. sekarang kau minum, agar kau bisa lebih tenang sedikit. tidak seperti sekarang, seperti ingin mengajak berkelahi satu kampus," haechan tertawa kecil melihat muka jeno yang sudah sangat merah, haechan memilih untuk berhenti menggoda jeno, haechan merasa kasihan juga.
jeno menatap haechan sengit, kemudian mulai menyesap minumannya yang sudah ia pesan tadi. tenggorokan dan badannya langsung terasa segar kembali, pikirannya juga menjadi sedikit tenang.
"jen, kau ingin makan sesuatu? aku lapar," haechan merasa cacing-cacing di perutnya mulai berontak karena tidak segera diberi asupan makan olehnya, bahkan terkadang perutnya sampai berbunyi.
jeno menggeleng, "tidak, uang milikku sepertinya akan segera habis. aku harus berhemat untuk bulan ini."
jeno tidak bohong, uang yang ia dapat dari gajinya sebagai waiter di sebuah cafe sudah mulai habis. pengeluarannya bulan ini sedikit lebih banyak dari biasanya. sekarang jeno harus dapat menggunakan uang yang tersisa itu dengan hemat.
"ck, aku memiliki uang lebih, kau tidak perlu khawatir seperti itu." haechan mulai menatap jeno dengan serius.
jeno terkadang bersyukur karena bisa bertemu dengan sahabatnya ini, haechan sangat baik, haechan selalu membantunya kapan saja. haechan dan keluarganya sudah terlalu banyak membantu jeno, jeno terkadang merasa memiliki hutang budi kepada mereka. jeno berjanji pada dirinya, jika suatu saat nanti ia menjadi orang yang sukses, maka jeno akan membalas semua kebaikan haechan dan keluarganya.
"tidak, kau sudah terlalu banyak membantuku jika kau lupa." jeno menggeleng, berusaha untuk menolak haechan yang lagi-lagi ingin membantunya.
haechan mulai berdiri dari bangkunya, "diam, jangan berisik. aku tidak suka ditolak." kemudian beranjak untuk membeli makanan untuk dirinya sendiri dan jeno.
jeno yang melihat itu berdecak kecil, sahabatnya itu memang keras kepala. kemudian jeno mulai menyesap minumannya lagi, sambil tangannya bermain di atas benda pipih berwarna hitam yang selalu ia bawa kemana-mana.
jeno sedikit terkejut ketika sebuah nada nering ponsel terdengar di indera pendengarannya, matanya refleks tertuju pada ponsel milik haechan yang tergeletak begitu saja di meja. jeno tidak tau haechan sengaja meninggalkan ponsel nya atau haechan lupa untuk membawanya.
bukannya bermaksud untuk tidak sopan, tapi jeno hanya ingin tau siapa yang menelpon haechan, siapa tau itu penting? jeno mengambil ponsel milik haechan, kemudian membaca sebuah nama yang tertera di layar ponsel milik sahabatnya itu.
kak mark, jeno mengernyit, siapa kak mark? jeno mengingat-ingat apakah ia mengenal mark? apa haechan memiliki teman bernama mark? kemudian jeno mengedikkan bahunya acuh, menaruh ponsel haechan kembali ke meja.
jeno mengedarkan pandangannya, bermaksud untuk mencari haechan yang tidak kunjung kembali. kemudian matanya menangkap sosok haechan yang sedang membawa dua porsi makanan ke arahnya. jeno tersenyum, ah akhirnya sahabatnya itu kembali. jeno pikir haechan akan hilang, biasanya haechan suka menghilang sesuka hatinya sendiri.
"tadi seseorang menelpon mu, aku tidak mengenalnya. tapi yang aku tahu namanya mark," ucap jeno pada haechan yang kini sudah duduk di depannya lagi. haechan mengerutkan dahinya kemudian memperhatikan ponselnya, haechan mengangguk pelan, "ck, dia lagi."
"memangnya mark siapa? temanmu?," tanya jeno bingung. haechan yang sedang bersiap untuk memakan makanannya itu menggeleng, "bukan, dia kakak ku."
jeno terkejut, selama berteman dengan haechan dia bahkan tidak tau jika haechan memiliki seorang kakak, "eh? kau punya kakak? sejak kapan? mengapa aku tidak tahu tentang hal itu?."
"sejak negara api menyerang," balas haechan asal sembari tersenyum. jeno yang mendengar jawaban asal milik haechan hanya berdecak, kemudian mulai memakan makanan yang sudah haechan beli untuknya.
-
jeno membanting tubuhnya ke atas sofa, badannya terasa remuk, jeno lelah. jeno memejamkan matanya, seketika bayangan akan masalah yang selama ini jeno hadapi memenuhi isi kepalanya.
bagaimana jeno bisa bertahan hingga sekarang, bagaimana jeno menghadapi segalanya sendiri, bagaimana jeno yang merasa dunia ini tidak adil, jeno menghadapi itu semua sendiri. hanya ada jeno dan keyakinan yang jeno miliki, keyakinan bahwa jeno pasti dapat melewati ini semua. jeno sesekali memijit pangkal hidungnya, ia pusing.
jeno membuka matanya kembali, kemudian memilih untuk duduk, ia mengedarkan pandangannya. rumahnya sangat sunyi, hanya ada dia seorang diri disini.
matanya tidak sengaja menangkap foto keluarga yang menggantung besar di ruang tengah ini. kalau boleh jujur, jeno merindukan keluarganya. jeno begitu merindukan kehidupannya yang dulu. kehidupan bahagia yang selalu jeno bangga-banggakan.
-
-
hi? this is my first story abt markno.
hope yall like it! anyways it was just my imagination, so pls dont take it too serious..
KAMU SEDANG MEMBACA
covenant ; markno
Fanfiction"kalau saya gila, saya gak akan ada disini. saya gak akan datang untuk menemui kamu." bxb | mature | mpreg lowercase, marriage life pwoetics ; 2021