Tetes hujan mulai berjatuhan dari atas langit keabuan saat ia menarik napas dalam-dalam di sampingku.
"Irene?"
Aku menengok, melihatnya menengadahkan wajahnya ke atas langit. Aku tahu ia merasa damai di atas sini. Walau wajahnya semakin pucat, sorot matanya terlihat bersinar gembira saat bulir-bulir hujan jatuh membasahi wajahnya perlahan.
"Seandainya ini hari terakhirku, ada satu hal yang dari dulu ingin kusampaikan." ucapnya. Angin sejuk meniup rambut cokelatnya perlahan, membuatnya berkibar pelan.
Sementara lampu-lampu jalanan yang berada jauh di bawah kami mulai menerangi jalanan yang sibuk, kami mulai bergulat dengan pikiran kami. Dengan masalah-masalah yang selalu kami hadapi. Dengan kenangan indah dan memori buruk di masa lalu. Sesaat, kami hanyalah dua orang manusia yang kesepian, yang berusaha menemukan satu sama lain untuk melengkapi hati masing-masing. Namun, bahkan diri satu sama lain pun takkan pernah cukup. Mungkin jawabannya akan selalu menjadi misteri bagi kami berdua.
"Aku tak pernah menyesal bertemu denganmu, Irene," ia membuka matanya. Iris matanya yang berwarna biru menatap mataku dalam-dalam. Matanya berkaca-kaca.
"Andai kata perpisahan tak pernah ada di dunia ini. Mungkin aku bisa bahagia denganmu."
Air mata bergulir menuruni pipiku. Inilah yang menjadi masalahnya. Perpisahan. Kenapa harus ada kata pisah, saat kita mencoba untuk bersatu?
Sore itu, di tengah deruan angin dan terpaan hujan di atas rooftop, kami saling mengenggam tangan dengan erat, berjanji takkan pernah melepasnya. Berjanji dalam hati bahwa kami akan selalu bersama-sama, apapun yang terjadi.
Walaupun hal itu mustahil.
Karena menjadi dua orang manusia yang kesepian dan berusaha untuk menemukan bagian hati kami masing-masing mungkin sudah cukup baik bagi kami.

KAMU SEDANG MEMBACA
Every Little Things Of You (ON HOLD)
Teen FictionBagi Irene Joy, hidupnya tak lebih membosankan dari lembaran kertas putih yang selalu ia tulis setiap harinya. Kalau hidup remaja normal bisa didefinisikan dengan dikejar-kejar deadline penerbit dan writers block akut setiap harinya, ia yakin hidupn...