Prolog

45 10 2
                                    

Saut-sautan terdengar ricuh dari para siswi ketika keempat cowok itu berjalan memasuki kantin. Mereka duduk dimeja yang berada tepat di tengah kantin, yang membuat mereka menjadi pusat perhatian dari seluruh siswi yang berada di sana.

"Gila, cantik banget tuh cewek." pekik Yudha yang merupakan bagian dari keempat cowok itu.

Kevan mengedarkan pandangannya kearah yang dituju Yudha. Cowok itu tampak menyipitkan matanya.

"Kok gue gak pernah liat tu cewek ya?"

"Gue udah beberapa kali liat tu cewek di perpus ,waktu gue kena hukum sama bu Dian." jelas Verdi tanpa mengalihkan pandangannya dari Kian.

"Gila lo, liat cewek cantik nggak ada kasih tau kita-kita."  protes Yudha menoyor kepala Verdi.

"Emang kalo gue kasih tau, tu cewek mau sama lo."

Kevan hanya terkekeh melihat perdebatan diantara kedua temannya itu. Matanya tak sengaja menangkap sosok yang menjadi perbincangan ketiga temannya sedari tadi.

Tanpa sadar, sudut bibirnya terangkat membentuk senyuman tulus diantara wajah tampannya.

Ah. Cinta pada pandangan pertama terlalu jauh untuk menggambarkan perasaannya saat ini. Mungkin hanya sekedar rasa penasaran yang kapan saja bisa berubah.

Sosok Kian cukup menarik perhatiaannya. Wajahnya yang baby face dengan lesung pipi yang terlihat saat gadis itu bebicara. Kulit putih bersih serta rambut panjang ikal berwarna hitam alami yang selalu di biarkan tergerai oleh Kian. Matanya yang bulat serta bulu mata lentik yang dimilikinya.

Membayangkan gadis itu tersenyum saja dapat membuat Kevan senyum-senyum tidak jelas. Tapi sayangnya Kian selalu berekspresi datar, selalu mengabaikan tatapan orang-orang di sekitarnya.

Setelah puas memandangi Kian, Kevan mengalihkan pandangan kearah ketiga temannya.

"Kalian nggak ada yang tau siapa tuh cewek?" mereka semua diam, memandang Kevan dengan tatapan yang sulit diartikan.

"Namanya Kiandra Aqmarelza Putri biasa dipanggil Kian, doi kelas sebelah. XI mipa 6."

Sontak seluruh pandangan tertuju pada Alva yang sedari tadi hanya diam memperhatikan, terutama Kevan. Cowok itu menaikkan sebelah alisnya. Bagaimana Alva bisa mengetaui nama gadis itu?

"Weits, kalian jangan mikir macem-macem dulu. Ngeliatin guenya juga biasa aja. Kayak singa yang dapet daging aja deh lo semua."

"Bukan gitu va, kok lo bisa tau nama tu cewek? Lengkap lagi sama kelasnya."

"Itu tu karena tu cewek satu ekskul sama gue. Ekskul basket."

"Cewek macem begitu iku ekskul basket? Wah, yang bener aja lo va."

"Jangan salah Yud, Kian tu jago banget main basket. Malah bisa dibilang paling jago diantara cewek lainnya."

"Dia juga yang jadi kapten basket anak cewek."lanjut Alva.

Kevan kembali menatap Kian yang sedang makan bersama seorang gadis.

" Cantik." gumam Kevan tanpa sadar.

"Kian emang cantik, tapi tu cewek tertutup banget orangnya. Ngomongnya aja ngirit banget. Gue aja bingung sama dia, diakan bisa famous dalam waktu singkat. Tapi kayaknya, doi nggak mau deh kalo jadi pusat perhatian."

"Gue makin penasaran ama tu cewek." putus Kevan disela-sela lamunannya.

*****

Kevan sedang duduk -duduk santai di depan kelasnya. Kedua kakinya diselonjorkan dengan kedua tangan bersendekap di depan dada. Dengan mata tertutup, ia berusaha untuk menetralisir rasa lelahnya.

Ia membuka kembali matanya ketika telinganya tak sengaja mendengar suara buku terjatuh. Sontak ia mengedarkan pandangannya.

Disana, tepat beberapa meter dari tempatnya duduk seorang gadis tengah memunguti beberapa buku yang tergeletak dilantai. Kevan menajamkan pandangannya, ia merasa tak asing dengan gadis itu.

Sejurus kemudian, Kevan melangkah mendekat kearah Kian.

"Kalo nggak kuat nggak usah bawa." tangannya beralih mengambil buku dari tangan Kian membawanya menjauh dari gadis itu.

Merasa tak ada pergerakan di belakangnya, Kevan menoleh. Ia mengernyitkan dahinya.

"Tunggu apalagi, ayo gue bawain ke kelas lo. XI IPA 6 kan?"

Kian mengangguk. Kevan melanjutkan perjalanannya ke kelas Kian dengan Kian yang mengekorinya dari belakang.

Setelah sampai di depan kelas Kian, Kevan mengetuk pintu ruang kelas. Sontak semua mata tertuju pada keduanya. Kevan hanya berjalan memasuki kelas dengan santai, sedangkan Kian gadis itu tetap memilih mengikutinya dari belakang dengan menundukkan kepalanya.

Kevan meletakkan tumpukan buku itu di meja guru dengan santai, mengabaikan tatapan bertanya dari bu Dian yang tengah mengajar di kelas Kian.

"Maaf ya bu saya lancang. Lain kali kalo ibu mau nyuruh ambil buku segini banyak nyuruh anak cowok aja. Popolasi jantan disini masih banyak kan? Kasihan kalo anak cewek, bawa buku udah kaya bawa beban hidup aja." Kevan terkekeh sebentar sebelum menyadari kedataran wajah bu Dian.

Bu Dian lantas mengangkat kepalanya menatap Kevan dan Kian bergantian. Kemudian helaan nafas terdengar dari mulut bu Dian.

"Iya. Maaf ya Kian, ibu asal suruh kamu." Kian mengangguk.

"Udah kamu kembali ketempat duduk kamu."

Kian berjalan kearah mejanya , mengabaikan tatapan bertanya dari teman-temannya. Ada yang menatapnya sinis, ada yang kagum, dan ada yang iri karena berjalan bersama cogan.

"Kamu Kevan, sana kembali ke asalmu."

"Iya bu."

Kevan mengangguk, ia mengedarkan pandangannya ke penjuru kelas, mencari keberadaan Kian.

Ia tersenyum lebar kearah Kian saat menemukan gadis itu tengah menatapnya dan senyumnya semakin lebar mengetahui Kian menggumamkan sesuatu terhadapnya.

" Makasi."

Visible Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang