7. Twin?

12 5 0
                                    

Sejak insiden kemarin, hubungan Kevan dan Kian mulai akrab. Tak jarang mereka terlihat bersama saat disekolah. Bahkan, kini Kevan sedang dalam perjalanan menemui Kian di sebuah cafe di daerah Brawijaya.

Kevan menurunkan helmnya, berjalan memasuki cafe yang terbilang ramai ini. Matanya menyusuri penjuru cafe, kemudian memicing saat mendapati sosok yang tak asing lagi dimatanya.

"Woi, sendirian aja lo."

"Eh elo, Kev. Nggak, gue kesini sama cewek gue. Dia lagi ke toilet."

"Ternyata dia ngajak cowoknya kesini."  batin Kevan

"Lo sendiri ngapain kesini?"

"Tuh cewek nggak bilang kalo dia janjian sama gue?"

"Gue janjian sama Kian disini, mau mbahas olimpiade kita besok."

Raga menoleh, raut wajahnya terlihat cemas, khawatir, atau...takut?

"Ki..Kian? Lo janjian sama Kian? Disini?" tanyanya.

Kevan mengangguk.

"Mati gue." ucap Raga seraya menepuk jidat menggunakan tangan kanannya.

"Mati kena—."

"Maaf lama."

Seruan singkat seorang gadis dari belakang membuat Kevan menoleh. Jarinya menunjuk gadis bermata hazel yang kini duduk disebelah Raga itu.

"Dia siapa?" tanya Kevan yang mendapat respon dari Raga berupa garukan di belakang kepalanya.

"He..he..he..dia cewek gue."

"Lo jangan kasih tau Kian ya kalau dia cewek gue. Bisa ngamuk dia."lanjutnya.

Kevan membuka mulutnya, hendak menjawab pernyataan Raga. Namun sebuah suara lebih dulu mendahuluinya.

"Oh..jadi ini cewek lo?" kata gadis itu ketus.

"Haduh, mati gue.!!"

"Lo nggak bakal mati kok, tenang gue bukan mau cabut nyawa elo. Paling cuma mau bikin lo tambah ganteng."

Yang terjadi selanjutnya adalah Kian yang terus memukul Raga. Jangan tanyakan lagi walau memiliki badan yang mungil, Kian memiliki tenaga setara dengan 2 orang lelaki dewasa.

Jadi jangan terkejut, dalam waktu 10 menit seluruh badan Raga sudah tidak berbentuk. Bahkan gadis yang dianggapnya pacar itu meringis saat melihatnya, seakan ikut merasakan apa yang dirasakan oleh cowoknya. Rambut yang acak-acakan, wajah yang lelah dengan jejak darah di sudut bibirnya, dan baju yang kusut dengan jaket yang telah terlempar entah kemana.

Kevan menarik Kian agar menjauh dari Raga, memeluk gadis itu agar tak kembali menyerang Raga.

"Udah Ki, cowok kayak gitu gak pantes elo perjuangin."katanya sambil mengusap pelan bahu Kian.

" Lo juga Ga, udah punya Kian masih aja cari cewek."cecarnya menatap tajam Raga.

"Lah, apa hubungannya Kian sama cewek gue?" kata Raga seraya membenahi penampilannya.

"Kian kan cewek lo."katanya polos.

"Ha...ha..ha..."

"Kian? Cewek gue?" tanyanya menunjuk wajah Kian yang memerah menahan tangis atau...amarah??

"Kian itu saudara, eh bukan tepatnya kembaran gue. Jadi gak mungkin lah dia jadi cewek gue. Gue masih inget dosa kali ha..ha..ha..."

Matanya mengerjab, menatap Kian dan Raga secara bergantian. Otaknya seakan tak mampu mencerna ucapan Raga barusan. Kembaran? Seakan melayang matanya kini mengamati wajah keduanya. Di mulai dari bibir, hidung, mata, alis hingga bulu mata. Dan benar saja keduanya memang terlihat sangat mirip bila ia perhatikan.

Kevan tersenyum, jadi selama ini ia hanya salah paham.

"Tapi kenapa dia sampe semarah itu?"

"Karena gue sama dia emang udah sepakat buat nggak pacaran dulu waktu kita masih SMA."

"DAN LO NGELANGGAR ITU." bentak Kian melepas dekapan Kevan.

"Lo udah ngelanggar kesepakatan, jadi lo harus dapet hukuman."

"Apa aja deh, biar adek gue yang satu ini nggak ngambek."

Kian tampak menimbang, semenit kemudian senyumnya mengembang. Senyum licik terukir di bibirnya. Raga yang melihatnya hanya melirik curiga pada adik kembarnya itu.

"Hukumannya lakuin apa aja yang gue mau selama seminggu."

*****

Disinilah sekarang mereka berada, di sebuah mall ternama di daerah Brawijaya. Setelah perdebatan alotnya dengan Kian akhirnya Raga menyetujui hukumannya itu. Dengan diskon 4 hari, jadi ia hanya menuruti kemauan Kian selama 3 hari.

Bukan tanpa alasan Kian marah padanya. Karena Kian merasa telah dihianati oleh kakaknya itu. Mereka berjanji akan saling melengkapi dan membantu satu sama lain. Tapi lihat, bahkan sekarang Raga terlihat sibuk dengan Shasa dan tak memperdulilan keberadaan Kian yang mengekorinya dari belakang. Dengan kata lain Kian telah dinomer duakan, dan itu adalah hal yang dibencinya sejak dulu.

Kian mempercepat langkahnya, mendahului Raga dan Shasa kemudian menghadang keduanya. Tangannya menunjuk salah satu sudut mall yang terlihat ramai.

"Nah, gue mau elo sama pacar lo ini main disitu."katanya menyusuri wahana sejenis time zone ini.

Raga menatapnya tak percaya, bahunya merosot. Rahangnya seakan mau jatuh.

Kian tau kalau dirinya takut..ah bukan..Raga lebih menganggapnya benci dengan semua wahana berbau anak-anak. Padahal yang Kian tau kakaknya itu hanya trauma dan tidak mau berusaha untuk menyembuhkannya.

Jadi kini ia berusaha membujuk kakaknya, mungkin akan berhasil jika Raga bersama dengan orang terkasihnya.

" LO GILA KI???"

"Gue waras, lo cuma butuh mainin salah satunya aja. Dan gue akan lihat dari sini." terangnya dengan wajah yang sama sekali tak merasa bersalah.

Raga mengusap wajahnya kasar, kemudian menatap wahana yang mengingatkan akan kejadian 'itu'. Menimbangnya sebentar sebelum menarik tangan Shasa agar mengikutinya.

*****

Kian kembali menjadi Kian yang irit bicara. Mungkin itu yang kini terlintas diotak Kevan.

Tadi, setelah memberi salah satu 'hukuman' pada Raga. Gadis itu tiba-tiba menghilang begitu saja. Kevan sempat dibuat kebingungan olehnya, namun itu tak berjalan lama saat Kevan menemukan gadis itu tengah melamun di salah satu bangku di sudut mall. Hingga kini, Kian tetap bergeming pasa posisisnya. Seakan telah menemukan titik kenyamanan yang enggan ia akhiri.

"Makasih." ucap Kian tiba-tiba.

Kevan menatapnya bingung, seakan mengerti kevingungan cowok itu Kian kemvali membyka suara.

"Makasih udah nemenin gue saat Raga nggak ada di samping gue."

"Sama-sama."

Kian tau ini akan beresiko, tapi ia akan mencobanya. Ia berjanji pada dirinya sendiri dan juga pada Raga bahwa ia akan mulai membuka diri, walau 'pada orang asing'.

"Lo tau? Gue itu benci sendiri. Tapi sejak saat itu, kesendirianlah yang jadi temen gue. Mungkin gue punya Raga ataupun Cia, tapi gue tau mereka nggak akan selamanya ada di samping gue seperti saat ini." jelasnya.

"Walau gue selalu keliatan sendiri, tapi gue nggak pernah bener-bener sendiri. Selalu ada mereka yang tanpa gue mintapun akan selalu ada sibelakang gue. Dan sekarang saat Raga udah punya cewek gue paham gue nggak bisa maksa mereka lebih lama lagi. Mulai sekarang gue harus mandiri."lanjutnya.

Kian mulai terisak pelan, tanpa sadar menyandarkan kepalanya pada dada bidang Kevan. Kevan yang juga nampak tak sadar mulai menggerakkan tangannya. Mengusap pelan puncak kepala Kian. Mendatangkan ketenangan yang mulai merambati gadis itu.

"Stt..gue akan selalu ada disamping lo." bisiknya.

*****

Mungkin cerita ini akan rada ngaco dan alurnya lambat banget.

Jadi maklumin aja ya :v, he..he..he..

Hope you like it :)

Visible Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang