Hari ingin segera malam. Langit sudah jingga. Dua hari ini aku merasa jenuh. Lelah. Tidak ada satu hal menarik.
"Saya kira kamu beda, saya suka kamu benar-benar dari hati saya. Terimakasih Rina. Semoga perjalananmu menyenangkan."
Perempuan yang dipanggil Rina itu pergi dengan taksi. Lelaki tadi berjalan, kearahku. Tidak. Maksutku halte ini.
Ah seru juga mereka. Setidaknya masih ada drama di kehidupannya. Aku selalu monoton dan monokrom.
"Permisi mbak, boleh minta air putih?" Laki-laki itu menatapku.
"Oh iya silahkan," Aku menyerahkan botol air mineralku. Lelaki itu meneguk habis airku.
"Aduh maaf mbak airnya habis, saya ganti ya mbak." Dia buru-buru lari menuju toko samping halte. Aneh sekali, dia kan bisa membelinya tanpa harus minum air putih sisaku.
"Ini mbak," Lelaki itu menyerahkan air mineral dan sebatang coklat.
"Oh itu buat mbak aja coklatnya, sebagai tanda terimakasih dan maaf saya."
"Makasih ya mas," Banyak omong juga mas-mas ini. Pantes mbak-mbak tadi nggak betah.
"Mbak saya boleh curhat?" Gila. Cowok ini sok akrab banget. Setelah itu hujan deras tiba-tiba turun.
"Cerita apa mas?"
"Jadi saya itu suka banget mbak sama cewek tadi...."
Dia bercerita panjang sampai aku ingin lari saja dari halte ini. Tapi hujan.
"Emang masnya udah kenal berapa lama?"
"Sudah empat bulan sih mbak," Gila. Baru empat bulan wae songong udah bilang sayang-sayang.
"Yakin mas emang sayang sama mbak itu?"
"Iyalah. Orang setiap saya ketemu dia, jantung saya deg-deg an."
"Oh."
"Kok oh sih mbak?"
"Umur mas emang berapa sih?"
"Dua satu. Kenapa?"
"Oh."
"Mbak emang berapa?"
"Dua puluh," Akhirnya angkot datang. Aku pergi.
"Duluan mas."
"Iya mbak. Makasih ya," Aku tersenyum.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kepada Orang-Orang yang Pernah Kehujanan
Short StorySajak - Sajak. Cerita Pendek. Berbeda pada setiap bagian. Berbicara Hujan.