2. 약 (medicine)

116 22 4
                                    

"Obat lo dimana?"

Hoshi mengambil tasku yang berada di lantai lalu meletakannya di atas kasur.
"Di kantong depan harusnya."

Aku yang sedang duduk di samping kasur ruang UKS hanya menatapi gerak-gerik tangan Hoshi. Bel pulang sudah berbunyi, jadi aku bersiap-siap untuk pulang dengan bantuan Hoshi.

Dia membuka resleting bagian depan ranselku, "Gak ada."

"Serius?"

"Seriusan. Lo terakhir taro mana?"

"Terakhir...." Aku menatap langit-langit ruangan sambil berfikir, "Eiya. Kemarin sih di kamar. Gue semalem minumnya di kamar soalnya."

"Di kamar?" tanyanya memastikan.

"Iya, kalo gak ada berarti di kamar."

Salah satu alis Hoshi terangkat, "Terus tadi pagi lo gak minum?"

"Tadi pagi... minum kok." jawabku ragu, "Eh, nggak deng." Aku tertawa canggung dengan rasa takut.

"Aelah." dia mendorong ranselku dan menatapku dengan tatapan tajam. "Kalo lo gak mau nyusahin orang gak usah macem-macem deh. Cuma disuruh minum obat doang kan?"

Aku mendeham, "Iya. Sorry. Namanya juga gue, lupa mulu orangnya."

"Alesan." ucapnya sinis. Ia lalu menutup resleting tasku dan membuang nafas dengan berat.

Aku mengidap penyakit semacam Epilepsi sejak kecil. Ada beberapa hal yang dapat membuat penyakitku kambuh, seperti hawa panas, keramaian, terlalu banyak pikiran, atau kelelahan. Penyakitku memang tidak bisa disembuhkan, hanya bisa dicegah kumatnya. Sebab itulah aku harus minum obat anti-kejang setiap hari.

Dan iya, yang terjadi kepadaku setelah dihukum di lapangan bukan hanya pingsan.

Setiap kali kambuh, aku sering mendapatkan short-memory loss, atau kehilangan memori pendek. Biasanya aku lupa dengan hal-hal kecil yang terjadi dalam beberapa hari sebelumnya, namun aku masih dapat mengingat ingatan yang penting dan yang sudah lama.

Intinya, aku perlu obat setiap hari, dan aku pelupa. Jadi inilah yang membuat Hoshi geram: aku lupa untuk minum obat.

"Lo pulang naik mobil aja. Gue pesenin nanti. Tapi gue gak temenin." ucap Hoshi sembari merapikan barang-barangku.

"Gak usah. Gue naik bus aj-"

"Lo tuh susah banget ya dibilangin? Nanti lo kumat lagi di depan banyak orang, mau?"

Singanya keluar. Singanya keluar.

Aku hanya menelan ludah dan menggelengkan kepala.

"Gak usah sok jagoan dulu deh. Ini ibu lo yang suruh juga." lanjutnya.

"Yaudah."

Akhirnya aku pulang dengan transportasi online yang dipesan Hoshi. Padahal rumahku tidak begitu jauh dari sekolah. Hanya memakan 10 menit dengan bus. Tapi Hoshi memang seperti itu orangnya, khawatiran. Jadi aku turuti saja, daripada emosinya tidak ujung surut.

Sesampainya di rumah, aku langsung melempar tubuhku ke tumpukan bantal di atas kasur. Biasanya aku akan ganti baju terlebih dahulu atau mengambil secuil lauk di meja makan sambil mengganjal perut. Tapi badanku tidak bekerja sama dengan baik hari ini, jadi aku langsung tidur.

Tapi kira-kira satu jam setelah tertidur, aku terbangun oleh suara dari luar rumahku.

"Kak Won-woo!" suara itu menggema sesaat, "Kak Won-woo!"

Aku dengan buru-buru bangun dari posisi tidurku dan mengintip dari tirai. Di luar, terlihat seorang lelaki dengan figur tinggi bongsor yang sedang memakai seragam yang sama denganku, namun dibalut dengan jaket denim.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 30, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

shadow  |  meanieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang