1- Kehilangan dan Pertemuan

5.4K 92 4
                                    

aku menatap kosong gundukan tanah yang ada di depanku. Gundukan tanah yang diatasnya tertabur berbagai macam bunga. Buah hatiku berada dibawah sana. Aku berusaha untuk menahan tangisku namun tak bisa. Air mata kesedihan dan kehilangan terus keluar dari sudut mataku dan mengalir membasahi pipi. aku merasa gagal sebagai ibu. Sakit dihati yang sangat menyayat ini bahkan mengalahkan sakit bekas operasi yang baru saja kujalani beberapa hari yang lalu.

Ya, saat melahirkannya anakku tidak selamat. Puteri cantikku itu lebih memilih pergi dan berada disisi-Nya. Aku bahkan belum sempat memberikannya ASI-ku namun dia lebih memilih untuk pergi dengan cepat.

"sudahlah tak perlu berlarut-larut untuk bersedih." Laki-laki yang merupakan ayah dari bayiku membantuku untuk berdiri. Aku mengikutinya kearah mobil yang akan membawa kami pulang. Untuk terakhir kalinya aku menoleh kearah makam putriku. Bunda menyayangimu nak.

***

"Aku harus gimana lagi, Mah. Anak itu telah meninggal. Apa aku harus tetap bertahan." Tanpa sengaja aku mendengar suara suamiku dari dalam kamar mertuaku. Aku terdiam. Bahkan dia menyebut anak kami dengan sebutan 'anak itu'. Tak adakah sedikitpun rasa dihatinya bahwa anak kami adalah darah dagingnya.

"buat dia hamil lagi secepatnya. Kamu ingin hartanya kan. Salah satunya adalah dengan membuat dia mengandung dan melahirkan anakmu dengan begitu anak itu bisa kita culik dan kita ancam dia untuk menyerahkan semua harta milik orang tuanya. Seperti rencana kita sebelumnya."

"Tapi aku sudah lelah mah. Aku ingin hidup bebas."

"Kamu mau harta tidak? Lagipula kan kamu bisa tetap bermain dengan wanita lain dibelakangnya."

Sudah cukup. Aku tak tahan lagi mendengarnya. Sebenarnya aku telah tahu mereka hanya memanfaatkanku demi harta orang tuaku. Sebelumnya aku telah mendengar percakapan mereka. Saat itu ketika aku hamil 5 bulan. Aku memutuskan untuk bertahan karena aku fikir jika anakku akan membutuhkan ayahnya. Dan jika menginginkan harta orang tuaku, dengan rela aku akan memberikannya.

Namun semakin hari aku sadar jika suamiku sendiri tidak menginginkan anak kami. Dan kepergian anakku tambah membuat aku sadar jika memang seharusnya aku pergi dari sini dan berusaha untuk mempertahankan harta orang tuaku sebisa mungkin. Karena bagaimanapun orang tuaku telah dengan susah payah untuk mendapatkan harta itu. Dan tak akan kubiarkan orang lain mengambilnya.

Aku telah mempersiapkan rencana kepergianku. Syukurlah kondisiku sekarang sudah jauh lebih baik. Hanya saja aku harus rutin mengeluarkan ASI-ku. Karena kalau tidak rasanya akan sakit sekali.

Malamnya seperti biasa aku berkumpul bersama suami, adik ipar dan ibu dari suamiku untuk makan malam bersama. Ibu mertuaku masih berusaha untuk berpura-pura baik kepadaku.

"kamu tak perlu terlalu bersedih Rin. Setelah ini berusahalah lagi dengan Arial untuk mendapatkan anak." Aku hanya tersenyum dan mengangguk. Tapi tak ada lagi setelah ini. Karena aku akan pergi dari sini. Dari rumah ini. Dari neraka ini.

***

Aku terbangun dan merasakan kepalaku seperti tertimpa besi puluhan kilo. Aku berusaha untuk menenangkan fikiranku dan sakit dikepalaku sedikit berkurang. Aku memperhatikan langit-langit yang terasa sangat asing bagiku. Dimana ini, seingatku ini bukan kamarku.

Hingga aku teringat jika aku telah kabur dari rumah orangtuaku. Dan aku juga ingat ketika akan menyetop taksi aku tiba-tiba tak sadarkan diri. Apa aku sekarang berada dirumah sakit. Aku mencoba melihat sekelilingku. Rasanya aku memang berada dirumah sakit.

"Kamu telah sadarkan diri?" aku langsung menoleh kearah pintu masuk dan mendapati seorang laki-laki masuk dan mendekat kearahku. Aku mencoba untuk duduk, laki-laki itu langsung berlari kearahku dan membantuku untuk duduk.

Mother For My SonWhere stories live. Discover now