3. Oppa Ito?

5 1 0
                                    

Habis makan dan bernostalgia tentang Dito, gue langsung cuss menuju kelas.

Gue melewati lorong-lorong kelas yang sepi, berbeda dari biasanya. Pada kemana nih? Hah bodo amat lah!. Gue pun melanjutkan perjalanan dengan riang.

Tetapi, perasaan riang gue berubah jadi soak dan kepo saat gue lewat ke lapangan basket.

" Oppa!! Oppa!! Sarangheyooo! Despacitooo! " Terdengar di telinga gue, teriakkan-teriakkan cewek-cewek alay yang lagi ngumpul di lapangan basket.

Huwaaa ada apa nih? Kok dari Korea jadi Spanyol sih? ( eh, bener gak sih? ).

Gue pun mencoba mendekat ke arah lapangan, melihat cewek-cewek alay itu banyak yang klepek-klepek.
" Oppa Itoooo!! " Nah lho, kok sekarang jadi Oppa Ito?
Who's Oppa Ito?

Gue ngedeketin salah satu cewek yang ada di deket gue. Dia orangnya pendek, jinjit-jinjit pengen liat makhluk yang lagi dia elu-elukan.

" Ekehm! Maaf, ini ada apa ya? Kok rame banget? " Tanya gue ke cewek itu.
" Lo gak tahu? Ya ampuuun!! Liat tuh di depan, ada cogan! Aaaaah!!" Jawabnya dengan histeris.

Ih, geje banget nih cewek! Orang dianya juga ga bisa liat. Huhu dia gak liat tapi dia bilang tuh makhluk sejenis cogan, gimana ya, kalo misalkan dia ngeliat tuh cowok dan ternyata dia sejenis kambing alay yang lagi nge-vlog dengan gaya yang arogan. Huhu sorry, itu sih si Satria.

Gue pun geleng-geleng. Eh, what the? Oppa Ito?

Karena penasaran, gue mencoba menyelip dan melihat apa yang mereka teriakkin.
Dan. Lagi-lagi gue cengo liatnya.
Ternyata orang yang diteriakkin Despacito, Oppa Ito dan kokomorokoko kena polio itu adalah si Ditoooo!!!

Hoeek* gue pengen muntah!!

Si Dito nengok ke gue. Temennya masukkin bola ke ring dan teamnya si Dito menang. Pertandingan berakhir, dan Dito langsung jalan ke pinggir lapangan.

Dan seperti dugaan gue, cewek-cewek langsung pada berhamburan menyambut Dito (* Baca menyambit Dito ) dengan wajah so coolnya yang penuh dengan keringat.

Gue ditinggal sendirian di lapangan. Dari sini gue bisa ngeliat, si Dito teriak-teriak pengen keluar dan mengacung-ngacungkan tangannya ke atas.

Merasa bahwa si Dito perlu bantuan gue, akhirnya gue pun mau-maunya masuk dan menarik Dito dari kerumunan cewek yang gak punya kakek itu. (Oppa = Kakek)

Dito berhasil gue tarik keluar dan pergi dari lapangan menuju kelas. Tampak dari kejauhan kerumunan cewek tadi menyoraki gue dengan penuh amarah. Huhu emang enak! Oppa Ito yang kena polio ini gue ambil.

Gue dan Dito sampai di kelas. Dan kelas sepi. Cuman ada Solihin si siswa pendiam nan rajin, yang baru gue ketahui sekarang, dia itu suka musik dangdut.

" Huuuh, alhamdulillah! " Dito dan gue yang lagi duduk di kursi yang berhadapan, serempak mengucapkan syukur sambil menghela nafas panjang.
Gue sejenak memandang Dito dari atas sampai bawah. Gue lihat rambutnya berantakan, dasinya mereng, kemejanya keluar dari celana dan mukanya kusut.

" Benerin dasi sama rambut lo! Berantakan banget! " Suruh gue, dengan wajah yang sama semrawutnya.
Dito menurut. Ia pun membetulkan dasinya secara asal-asalan. Melihat keasalan yang dilakukan oleh Dito, entah atas dasar apa gue melakukannya.

A & ATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang