T I G A

9 3 0
                                    

Pantas saja Langit sering sekali mengeluh sakit kepala setelah menginap sehari di ruangannya. Dokumen yang dikerjakannya sulit dan banyak sekali. Ada berbagai dokumen yang merantai sehingga harus diteliti satu-persatu.

Bumi dan Adeline baru dua jam merasakannya. Adeline mengeluh, ini memang hal baru untuknya. Ia yang terbiasa menghabiskan waktu senggangnya untuk beristrahat harus memaksa otaknya untuk menyusun dokumen sekolah bersama Bumi.

Sedangkan Bumi sudah terbiasa dengan kegiatan ini. Terkadang Bumi dan Stalycia menyelesaikan kegiatan menyunting dan menyusun dokumen sekolah tengah malam. Selain perfeksionis, Stalycia juga efisien. Sehingga banyak tugasnya yang selesai lebih dini. Akan tetapi, kali ini Bumi bekerja sama dengan Adeline yang beda jauh dengan Stalycia. Sepanjang kerjaannya ditemani dengan eluhan, ringisan dan helaan napas. Membuat Bumi berpikir bahwa Adeline harus berhenti sebelum nyawanya putus disini. Sayangnya Adeline keras kepala, Adeline tidak akan tega meninggalkan Bumi untuk melakukan pekerjaan melelahkan ini sendirian. Walaupun kenyatannya memang Bumi-lah yang salah menumpahkan coca cola ditumpukan dokumen sialan itu.

"Lain kali, kita jangan main di ruangan si Langit kalau hari-hari sibuk ya? Gue rasa gue udah sekarat disini." Canda Bumi yang sedang menyandarkan tubuhnya di badan sofa. Adeline menggumam menyahutinya. Adeline pun sama letihnya. Pukul 9 malam namun dokumen yang harus dikerjakan ulang belum separuhnya.

Beberapa menit kemudian, mereka merenggangkan badan kemudian duduk tegap kembali. Adeline dan Bumi menyadari bahwa dokumen yang mereka belum kerjakan masih banyak dan tidak ada gunanya untuk membuang waktu. Dengan itu, Adeline dan Bumi menambah efisiensi kerja mereka. Bumi memutuskan untuk membagi sisa dokumen menjadi dua. Dengan dokumen yang dikerjakannya lebih banyak daripada Adeline. Ini dikarenakan Adeline seperti hanya tinggal raga ditempatnya. Matanya mengedip dan memerah dari beberapa jam yang lalu. Adeline juga tidak berhenti menguap dan itu membuat Bumi khawatir karena ia mengetahui bahwa Adeline tidak pernah bertahan hingga selarut ini sebelumnya.

Tepat waktu, Bumi menahan kepala Adeline yang hampir terantuk meja. Adeline berkedip lalu mengucapkan terima kasih. Bumi menghela napas,"Mau kopi?"

"Mau beli dimana? Mesin minuman sekolah belum diisi lagi." Tanya Adeline. Pukul tiga pagi dan kerjaan mereka hampir selesai. Bumi merogoh sakunya, mencari kunci mobil."Di minimarket di pertigaan. Kan buka 24 jam."

Adeline bangkit berdiri."Gue ikut."

Lalu keduanya pergi untuk membeli kopi bersama. Presentasi events akhir tahun itu banyak sekali. Tidak heran mengapa Langit marah dan kecewa kepada keduanya. Tidak heran mengapa Stalycia dengan tega menghukum keduanya seperti ini. Dokumen-dokumen itu banyak, rumit dan penting. Bermain-main dengan itu memang salah pada awalnya. Langit dan Stalycia mengerjakan itu dengan susah payah. Menyunting, memperbaiki, mengedit, membaca kembali hingga dokumen-dokumen itu menjadi jelas dan rapi. Sementara Bumi dan Adeline selalu menyepelekan dokumen-dokumen itu. Kadang menjadikannya alas pop mie mereka di meja belajar.

Dari hari ini mereka mengerti, Langit dan Stalycia pantas dihormati dan dikagumi seluruh murid. Kegiatan mereka padat, namun tidak pernah mengeluh, tidak pernah mengecewakan sekolah bahkan masih sanggup mempertahankan golden student.

"Yang ini kan?" Tanya Bumi tentang merk kopi kesukaan Adeline sekaligus menyentak Adeline yang melamun."H-hah? Eh iya yang itu."

Kemudian Bumi menyusuri rak-rak snack."Ambil gih, gue yang traktir."

Adeline mengernyit namun tetap mengambil snack kesukaannya. Apa gara-gara lelah, Bumi berubah jadi sebaik ini? Ini soal traktir, bahkan dengan mencium kakinya, Bumi belum tentu mau mentraktir.

"Bum, gue mau minta suatu hal yang kurang ajar." Bumi mendecak malas. Pandangan Adeline yang tidak lepas dari rak pop mie membuat Bumi paham benar apa kemauan gadis itu."Traktir dengan pop mie ya? Sama telurnya juga, boleh? I love you, Bumi!"

Gue bahkan belum bilang iya, dasar rakus.

Tiba-tiba Adeline berbalik padanya. Bumi mengangkat alis."Gue nggak rakus ya! Ini Cuma karena gue kelaparan, lelah, letih dan lesu!"

Bumi bergidik. Adeline menembak isi kepalanya dengan tepat sekali."Terserah."

Setelah memasak pop mie dengan peralatan yang disediakan, keduanya langsung mengambil tempat kosong yang juga disediakan oleh minimarket. Tempat makannya terletak di luar sehingga berhadapan langsung dengan jalan raya yang sepi pada pukul tiga pagi ini. Meja makannya bundar, di tengah-tengahnya terdapat bolongan yang menjadi tempat masuknya tungkai payung besar. Kurang lebih kelihatannya seperti tempat hidangan di warung-warung makan di pinggir jalan.

Bumi dan Adeline makan dengan tenang. Keduanya selalu terdiam apabila disuguhkan makanan. Suasananya sepi, di sekeliling mereka hanya terdengar lolongan anjing dan krasak-krusuk yang disebabkan petugas minimarket. Bumi dan Adeline memutuskan untuk menambah begitu langit mulai menghitam. Beberapa menit kemudian, rintih hujan turun sampai menjadi hujan yang cukup deras. Keduanya memilih untuk diam di tempat. Lagipula ada payung besar yang menghalangi mereka dari rintik hujan. Ini tempat yang cukup nyaman untuk berteduh.

Sehabis makan, keduanya membisu. Terlalu lelah bahkan untuk menjahili satu sama lain seperti yang biasa mereka lakukan. Bumi hanya sesekali meneguk air mineralnya begitu pula Adeline.

"Kok gue ngantuk?" Celetuk Adeline tiba-tiba. Bumi mengamini, ia pun begitu. Terdiam di tengah hujan yang cukup deras ditambah dengan tiupan angin membuat mereka sedikit demi sedikit diterpa kantuk. Lelah akibat menyusun kembali dokumen-dokumen itu dari pulang sekolah membuat mereka hampir tertidur jika saja mereka tidak ingat tentang sisa dokumen yang lain, yang belum disusun.

Sampai suatu ketika, pandangan Bumi terpatok pada sesuatu. Ia berdecak, pertama-tama melemparkan rompinya pada rok sekolah Adeline yang cukup pendek kemudian mengangkat kaki Adeline di pangkuannya. Adeline menoleh kemudian membuang pandangan seperti biasa saat melihat Bumi yang sedang mengikat tali sepatunya.

"Gue heran, lo sengaja ya nggak ikat tali sepatu yang benar supaya gue yang selalu ikatin?" Tanya Bumi sambil melempar cukup kasar kaki kiri Adeline. Adeline menyentak di tempat duduknya."Nggak,buat apa juga?"

Bumi mendengus."Gue curiga, lo kalau ikat tali sepatu pakai sampul pita ya?"

Begitu Adeline mengangguk, Bumi langsung menyumpahinya."Pantasan sering terlepas. Sini perhatiin, gimana caranya gue ikat tali sepatu."

Lalu Adeline mengalihkan atensinya pada gerak-gerik Bumi yang mengikat tali sepatu sambil menjelaskan. Remaja laki-laki itu juga melakukannya perlahan agar teringat di otak Adeline yang kecil.

"Ngerti?" Adeline mengangguk. Sampulannya bagus juga."Siapa yang ajarin?"

"Langit." Jawab Bumi sambil tertawa kencang membuat Adeline menyumpahinya."Gila, Bumi muka lo songong banget tadi, padahalan diajarin juga sama Langit!"

Bumi tertawa namun Adeline justru mendengus. Seharusnya Adeline tahu, Bumi itu sama sinting dan gilanya sepertinya. Jika Adeline punya masalah dengan sesuatu, maka Bumi pasti sudah merasakannya terlebih dahulu. Dan seharusnya Adeline juga tahu bahwa satu-satunya yang pantas menjadi penasihat diantara mereka bertiga-Adeline, Bumi dan Langit—adalah Langit.

Percakapannya dan Bumi berlanjut hingga hujan reda. Pukul setengah empat pagi mereka kembali ke ruangan Langit, menyusun kembali dokumen-dokumen yang tersisa. Dua- tiga jam-an lagi Stalycia datang ke sekolah dan mereka harus menaruh dokumen-dokumen ini di meja ruangan Stalycia sebelum presiden sekolah itu datang. Keduanya kembali mengefisiensi gerak-gerik mereka namun tetap teliti menyusunnya. Sesekali Adeline dan Bumi menggerakkan badan mereka yang kaku kemudian mulai untuk menyusun lagi. Seperti itu hingga pukul 6.12.

Bumi menutup pintu ruangan Stalycia sembari meringis. Wajahnya berantakan, rambutnya acak-acakkan, mulutnya berbau kopi, dan Bumi sadar dia akan pingsan sebentar lagi jika dia memaksa untuk mengikuti kelas hari ini. Di sampingnya, Adeline tidak kalah berantakan. Wajahnya kusut dan Adeline selalu menguap sedari tadi. Badannya sudah gatal karena tidak mandi sedari kemarin.

Dengan itu, keduanya diam-diam memutuskan untuk membolos sekolah.

S O B A
• Dec 25th '17

Antara Langit dan BumiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang