Alternative E!

108 23 2
                                    

Tepat dua tahun sejak pertemuan pertama Ivory dengan Joshua. Melalui Line, Ghost Line, awal sebuah hubungan baru yang mengungkap kenyataan manis pahit tercipta. Di mana ketulusan dalam perasaan sayang mengubah ketakutan menjadi kepercayaan.

Mengunjungi makam Joshua kini menjadi rutinitas mingguan baru bagi Ivory. Ditemani sang ibu pada awalnya hingga memutuskan untuk berangkat sendiri, bahkan betah berlama-lama di sana. Namun itu sama sekali tidak dapat menghilangkan kesedihan dan kerinduan yang memenuhi dirinya. Berat memang, karena Joshua tak lagi menyambut kehadiran Ivory.

Dan hari ini, pergi ke taman kecil yang tak jauh dari HG Cemetery menjadi pilihan Ivory sebelum pulang dari kegiatan rutin mingguannya. Meski aktivitas yang bisa ia lakukan hanya duduk di sebuah kursi panjang, menghirup wangi bunga yang pekat dalam naungan daun-daun kemerahan sebatang pohon besar.

Ivory hanya ingin membuang rasa sedihnya untuk sehari dan bernostalgia tentang pertemuan konyol mereka. Membayangkan Joshua yang muncul secara tiba-tiba kemudian bercengkrama hingga lelah. Begitu menyenangkan... Kalau hal itu bisa terulang kembali.

"Maaf, boleh aku duduk di sini?"

Tanpa melihat siapa yang berbicara, Ivory langsung menggeser tubuhnya yang duduk di tengah-tengah kursi. "Ah iya, silakan."

"Apakah aku mengganggu kesendirianmu?"

"Tidak, aku baik-baik saja."

Sibuk dengan pikirannya masing-masing, dua orang yang berbagi satu kursi itu sanggup menciptakan keheningan yang cukup lama. Walau awalnya Ivory merasa kurang nyaman dengan kehadiran orang tak dikenal, tapi ia masih bisa menerimanya. Karena kalau dipikir-pikir, keadaan mereka saat ini hampir sama ketika Ivory dan Joshua berada di gereja sebelum mereka berpisah.

Tunggu...! De javu?

Tidak mungkin. Tempatnya saja berbeda. Sosok yang menemaninya juga berbeda. Tapi atmosfer yang Ivory rasakan sama persis dengan waktu itu!

Melawan rasa penasaran yang mendadak mengusik pikirannya, Ivory memberanikan diri untuk mengintip wajah orang di sebelahnya. Bukan menjadi perkara yang sulit bagi anak dari salah satu bos CBI. Namun kali ini Ivory benar-benar dimudahkan karena dia tidak hanya mengintip, melainkan melihatnya secara keseluruhan. Garis muka yang ia rindukan. Tak luput dari segala ukiran indah yang juga tercetak secara jelas pada wajah pria di sampingnya.

Tercengang selama beberapa detik membawa otak Ivory pada suatu kesimpulan asal yang muncul begitu saja. Gadis itu segera mengatupkan kedua tangannya, memejamkan mata, kemudian bergumam pelan. "Ya Tuhan, maafkan aku karena terlalu sering memikirkan Joshua Hong. Tapi aku sudah sembilan puluh sembilan persen ikhlas kalau dia memang harus kembali ke pangkuan-Mu."

Suasana taman yang sangat sunyi membuat suara Ivory terdengar nyaring meski ia hanya bergumam. Mau tak mau, seorang lagi yang juga berada di taman itu ikut mendengarkan doa Ivory, bahkan menanggapinya dengan tawa dan senandung kecil. "Why you gotta be so rude? Don't you know I'm human too?"

"Human?"

"I'm human now."

Ivory tidak merespon. Ia sibuk mengamati dan mencari pembuktian tentang "I'm human now" pada sosok di sebelahnya. Karena Joshua yang berada dalam wujud hantu sekalipun terlihat seperti manusia normal.

Melihat kebimbangan di mata Ivory, pria itu berinisiatif untuk membuktikan bahwa dirinya memang manusia. Ia mengambil ranting di dekat kakinya, kemudian menggoreskan ujungnya yang tajam dengan keras di telapak tangan hingga mengeluarkan darah.

"Kamu ngapain?!" Setengah panik, Ivory mengambil botol minumnya dari tas, lalu menyiramkan air dan membalut tangan yang terluka itu dengan sapu tangan yang ia bawa.

"Aku mencoba membuatmu percaya," jawabnya ringan —terlalu ringan untuk seseorang yang baru saja melukai dirinya sendiri.

"Oke, aku percaya. Usahamu berhasil. Selamat."

"Kamu nggak terlihat senang aku kembali." Suara lembut bercampur nada penuh kesedihan yang menyapa telinga Ivory sukses membuat perasaannya ikut tersakiti. "Sudah tidak ingin mengenalku lagi? Kehadiranku mengganggu hidupmu?"

Pertanyaan yang sama sekali tak Ivory sangka akan terlontar membuatnya buru-buru menjawab, "Aku senang, tentu saja. Sangat senang... Sampai aku sempat merasa kalau aku berada dalam delusi."

"Kamu masih belum sepenuhnya percaya padaku."

Memang, Ivory akui itu. Ada bagian kecil yang hilang. Satu hal penting yang belum ia dengar sejak mereka mulai berdialog tadi.

"I believe that you're always be my Ruv. But am I still being your Shou?"

That's it!

Semua menjadi lengkap. Puzzle berantakan yang mulai mereka susun bersama sejak kesalahpahaman Ivory hingga kepergian Joshua, akhirnya terpasang dengan sempurna.

Dan dia menepati janjinya. Mereka akan bertemu kembali. Itu benar terjadi. Nyata, tepat di depan mata Ivory Choi.

Dia, Joshua Hong.

終わり
Owari

=== Epilog ===

"Ah, aku mau nangis."

Joshua tertawa untuk kesekian kalinya. Sudah lama tidak bertemu Ivory dan tingkah gadis itu semakin menggemaskan saja.

"Menangislah. Nggak ada yang melarang."

Setitik air mata mengalir bersamaan dengan bibir Ivory yang mengucapkan kata rindu.

"Aku juga kangen kamu. Sini." Joshua merengkuh tubuh Ivory yang mendekat kepadanya. Menikmati dekapan hangat yang tak pernah mereka lupakan.

Rasa nyaman yang Joshua salurkan tak berubah sedikit pun. Menyenangkan dan membawa ketenangan. Namun hal ini justru menimbulkan tanda tanya besar bagi Ivory. Sesuatu yang menurutnya cukup 'aneh' dan harus dijelaskan langsung oleh Joshua.

"How can you..." Ivory terdiam. Ia kesulitan mencari kata yang tepat untuk menyatukan seluruh pertanyaan dalam otaknya. "Ressurect?"

Jasad Joshua seharusnya seukuran tubuh anak kecil. Tidak diawetkan, tidak mungkin bertambah tua. Akan sangat mengerikan kalau hal itu sampai terjadi. Lalu, bagaimana bisa ada tubuh Joshua dalam ukuran remaja?

Diciptakan begitu saja? Rohnya berubah wujud menjadi manusia? Terlalu mustahil. Ini bukan pelajaran Fisika tentang perubahan wujud benda.

Mendadak, Ivory merasa bersyukur karena mewarisi otak kritis sang ayah.

"I'm not resurrect." Pelukan yang sedikit melonggar membuat Joshua dapat melihat tatapan tidak puas dari Ivory. "Tuhan sudah menyiapkan rencana lain. Akan kuceritakan nanti saja," lanjutnya sambil mengusap wajah Ivory yang basah.

"Kenapa nanti? Memangnya sekarang mau ngapain?"

"Mengantarmu pulang."

"Loh!" Ivory berseru tak terima, siap melayangkan protes. Baru bertemu sebentar dan sekarang mau berpisah? Lagi?

"Aku akan mampir ke rumahmu," sahut Joshua cepat ketika melihat mata Ivory kembali menumpuk air yang siap ditumpahkan kapan saja.

Tak perlu merespon dengan kata-kata, gadis itu segera membereskan tasnya dan bersiap untuk pulang sebagai tanda setuju.

"Shou, akun Line mu hilang," celetuk Ivory tiba-tiba. Ia baru ingat kalau masih ada hal lain yang perlu Joshua pertanggungjawabkan karena telah membuatnya merasa benar-benar ditinggalkan.

"Maaf. Itu terhapus otomatis. Cerita tambahan untukmu nanti."

"Terus? Sudah buat akun baru?"

Joshua mengangguk. "Mau add sekarang?"

Ponsel yang terangkat dengan aplikasi Line yang sudah terbuka menunjukkan kalau Ivory tak ingin menunggu hingga 'nanti' hanya untuk mendapatkan kontak Joshua. "ID nya?"

"Ivory point s... Underscore Joshua."

Big thanks to YOU who read, comment, and vote!

Ghost LineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang