"Ma?! Ivory pulang!" Ucapannya terhenti, sedikit kebingungan bagaimana cara menyampaikan tentang kehadiran Joshua. ".... Bawa teman."
Berada tak jauh dari ruang tamu, sang ibu bergegas menghampiri anaknya. "Oh? Teman siapa?"
Joshua tersenyum ramah dan menundukkan kepalanya sedikit. "Selamat pagi, Bibi. Saya Hong Jisoo. Tapi keluarga saya biasa memanggil saya Joshua."
Nama yang terdengar familiar membuat ibu Ivory mengamati wajah Joshua, mencoba mencari kemungkinan apakah ia pernah mengenalnya atau tidak.
"Ma, Ivory mau cerita. Ayo duduk."
Ivory dan Joshua duduk di sebuah sofa panjang, sedangkan sang ibu dan ayah —Ivory memanggilnya agar ikut mendengarkan ceritanya— duduk di sofa satuan.
"Oke... Enaknya mulai darimana? Oh, Joshua ini bukan teman kampus. Mama pasti udah tau."
Ibunya tersenyum kecil. Jelas saja, ketika pulang tadi Ivory menyebutkan nama yang digunakan khusus untuk keluarga, bukan 'Huiso' yang umum diketahui untuk orang luar. Berarti bisa diambil kesimpulan singkat jika Joshua adalah orang yang spesial dan dipercaya oleh Ivory.
"Terus... Dulu Mama pernah ikut Ivory ke pemakaman, kan? Kalau Mama masih ingat, makam yang kita kunjungi itu makamnya... Joshua."
Kedua orang tua Ivory tidak memberikan komentar apapun. Mereka terkejut tentu saja, namun Ivory harus menyelesaikan penjelasannya hingga tuntas terlebih dahulu.
Ivory menarik nafas panjang dan membuangnya cepat lewat mulut. Ia menyusun banyak kalimat dalam otaknya agar tidak ada cerita yang terlewatkan.
"Kalau Papa masih ingat juga, dulu Ivory pernah berusaha mencari informasi tentang Hong Jisoo atau Joshua Hong. Papa bahkan kaget kenapa Ivory bisa tahu nama itu. Sekarang, dia ada di sini."
Padahal Ivory belum bicara banyak, tapi ia merasa kerongkongannya kering. Suasananya terlalu serius hanya untuk mengambil air minum kemasan yang berada di meja.
"Ivory bisa tahu dan kenal dengan Joshua karena.... Ditakdirkan..." ucapnya dengan nada bingung. "Intinya, waktu itu Joshua masih berupa roh."
Sebelum kalimat Ivory semakin kacau, Joshua segera mengambil alih cerita dan melanjutkannya. "Saya mengenal Ivory di saat saya masih berwujud roh, atau lebih mudahnya, hantu. Saya tidak dapat melanjutkan perjalanan saya ke alam yang seharusnya saya tempati karena ada urusan yang belum terselesaikan, dan Ivory mau membantu saya. Saat ini saya dikirim kembali ke dunia ini dalam rupa manusia."
Ayah Ivory berdeham, tanda bahwa ia hendak mengatakan sesuatu.
"Bagaimana saya bisa percaya kalau kamu memang Joshua yang saya kenal? Bisa saja kamu mencoba menipu dengan berpura-pura menjadi Joshua, entah untuk tujuan apa."
Ivory sama sekali tidak menyangka jika ayahnya akan melontarkan kalimat seperti itu. Memang hal yang wajar, tapi tetap saja Ivory tidak terima.
Berbanding terbalik dengan Joshua yang hanya tersenyum dan segera menjawab, "Ketika Paman menebus saya, transaksi dilakukan di gudang bawah tanah. Hanya ada Paman, saya, dan pria tua kepala organisasi yang menjual saya. Kesepakatan yang Paman berikan... Lima ratus juta—"
"Lima ratus juta?! Dollar!?"
"Mata uang negara ini," sahut Joshua.
Angka nominal yang begitu besar tak bisa melunturkan ekspresi kaget di wajah Ivory. Berbanding terbalik dengan ibunya yang terlihat biasa saja.
"Saya tidak memiliki bukti lain lagi yang cukup kuat untuk membuat Paman percaya. Jadi kalau memang Paman tidak berkenan, saya akan meninggalkan rumah ini dan—"
KAMU SEDANG MEMBACA
Ghost Line
أدب الهواةDISCLAIMER : Seventeen © Pledis Ent. All OC © Glaisse Licia Ghost Line © Glaisse Licia GENRE : Supranatural, Fantasy RATE : T HAPPY READING !! Kayaknya cuman gue yang baru ngeh kalo LINE bisa dipake di alam lain. Iya gak sih?