"Assalamu'alaikum Ummi, Shafa pulang" langsung saja Shafa melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah, terdengar jawaban dari dalam rumah.
"Waalaikumsalam. Fa, langsung ganti baju ya terus bantu Ummi di dapur", suruh Risa, Ummi Shafa. "Iya Mi, siap", ucap Shafa gembira.
Setelah berganti baju, lekas lekas Shafa menuju dapur dan membantu Ummi nya menyiapkan makanan untu nanti malam. Malam ini keluarga dari sahabat Aabi nya akan berkunjung dan merencanakan sesuatu kata Ummi nya.
"Merencanakan sesuatu ?, rencana apa Mi ?", tanya Shafa penasaran. "Kata Aabi rahasia, Ummi aja nggak tau", jawab Risa sebal dengan keputusan suaminya tadi pagi.
3 jam berlalu, kini jam sudah menunjukkan pukul 5 sore. Setelah membereskan makanan dan peralatan dapur Shafa segera memutuskan untuk mandi, badannya sudah lengket dan bau. Sebelum menuju kamarnya ia diperintahkan Aabi nya untuk dandan secantik mungkin, dan memakai gamis yang tadi sudah di belikan Ummi nya.
Shafa yang diperintahkan hanya tertegun bingung, ada apa dengan Aabi dan Ummi nya kini, tumben tumben sekali. Akhirnya Shafa mengambil gamis tersebut dan segera menuju ke kamarnya untuk mandi.
~~
Adzan maghrib telah berkumandang, sebelum berangkat keluarga Wangsa Dhirgantara terlebih dulu menunaikan shalat maghrib berjamaah. Setelah menunaikan ibadah sholat, lekas mereka berangkat tanpa adanya Husein adik Kahfi.
Di lain tempat, keluarga Farhan masih sibuk mempersiapkan meja makan dan diri mereka sendiri, lalu menunaikan ibadah sholat maghrib berjamaah tanpa hadirnya Shafa yang memutuskan untuk sholat sendiri di kamarnya.
Beberapa saat kemudian keluarga Wangsa tiba di kediaman Farhan, segera Farhan keluar dari rumahnya dan menyambut sahabat kecilnya yang sudah 2 tahun tidak bertemu. Segera saja ia suruh keluarga sahabatnya ini untuk masuk dan menemui istri juga anaknya.
Farhan bercakap cakap dengan Wangsa, begitu pula dengan Risa dan Diana istri Wangsa yang mengenalkan anak sulungnya Kahfi.
Di dalam kamar, Shafa yang mendengar banyak suara pembicaraan menduga kalau keluarga sahabat Aabi nya telah datang berkunjung, lekas lekas Shafa turun ke bawah dan menyalami keluarga sahabat Aabi nya itu. Ketika menuruni anak tangga, Shafa melihat sekilas ke ruang tamu, ia sedikit berfikir kalau pernah bertemu pemuda yang kini tengah bercakap cakap dengan Ummi nya dan istri sahabat Aabi nya. Segera Shafa putuskan untuk menuruni anak tangga karena telah dipanggil Ummi nya.
Tepat sebelum tangga terakhir, seluruh perhatian semua orang di ruang tamu menatapnya kagum. Shafa yang memakai gamis biru toska dan hijab syar'i nya terlihat cantik dan anggun ditambah dengan parasnya yang memang menawan.
Dilain pihak, ketika semua orang menatap Shafa dengan kagum. Shafa malah menatap pemuda yang memakai kaos lengan pendek warna abu abu dipadukan dengan celana jeans hitam juga sepatu sneakers terlihat kasual dan tampan, ya sangat tampan sekali Kahfi hari ini. Shafa heran mengapa guru barunya, Kahfi berada disini bersama mereka. Shafa bertanya tanya juga ke heranan.
Begitu pula dengan Kahfi yang terheran heran juga terkagum melihat gadis yang kini tengah berdiri terpaku menatap dirinya. Kahfi berfikir dengan keras dimana dia pernah bertemu gadis itu, wajahnya sangat familiar.
Risa yang melihat Shafa masih berdiri ditangga segera memanggil Shafa. Shafa yang merasa dipanggil namanya segera menuju ke tengah tengah perbincangan mereka dan menyalami sahabat Aabi nya itu, kecuali dengan Kahfi. Shafa sedikit canggung dan bingung bagaimana mau menyalami Kahfi, di satu sisi dia adalah anak Om Wangsa dan dilain pihak dia adalah guru yang harus dihormati.
"Assalamu'alaikum Om Tante, saya Shafa", salam Shafa sopan.
"Ya Allah Han, anak kamu udah besar banget. Masih sekolah ?", tanya Wangsa yang hanya diangguki Shafa. "Kelas berapa ? sekolahnya memang dimana ?", tanya Wangsa sekali lagi.
"Kelas 12 Om, di SMA Pelita Bangsa", jawab Shafa sopan. "Berarti udah kenal dengan anak Om ini", ucap Wangsa sambil memegang pundak Kahfi.
Lantas sangat familiar, ternyata dia anak didikku sendiri. Cantik juga, dikelas juga pendiam, batin Kahfi
"Sudah kenal Om," jawab Shafa malu malu.
Setelah makan malam dan berbincang bincang cukup lama, akhirnya 'rencana' yang dirahasiakan Aabi nya kini akan dimulai.
"Baiklah, atas kehadiran saya beserta keluarga saya kesini. Saya berniat untuk menjodohkan putra saya dengan putri sahabat saya, Farhan dan istri. Lebih tepatnya ingin melamar", ucap Wangsa dengan sumringah
Kahfi yang sedari tadi hanya memainkan ponselnya terkejut dan mengarahkan pandangan ke Ayahnya, lantas memberikan ekspresi tak pecaya. Hah, perjodohan ? lamaran, ya Allah Yah Kahfi belum siap buat nikah. Dan yang mau nikah sama Kahfi itu murid Kahfi sendiri, ayolah Yah, batin Kahfi sambil memberikan isyarat pada Ayah nya
"Bagaimana denganmu, Nak ?", tanya Wangsa pada anak sulungnya.
Sedikit menghela nafas dan mengumpulkan banyak keberanian, "Saya belum tau ini semua. Untuk saya sendiri, saya terserah semua dengan pilihan Ayah saya jika Shafa memang baik untuk saya, saya menerima ini semua. Tapi, jujur saya belum siap untuk menikah, begitupun dengan Shafa apalagi dengan status saya sebagai guru Shafa. Saya menyarankan untuk meminta pendapat sendiri dari Shafa", ucap Kahfi menjelaskan panjang lebar.
"Lebih singkatnya gimana Fi ?", tanya Risa. "Saya menyetujuinya tante, tapi keputusan mau tidaknya berada di pihak Shafa", ucap Kahfi yakin.
Ya Allah, benarkah ini atau aku memang sedang bermimpi. Aku dijodohkan dengan guru ku sendiri, aku harus berkata apa sekarang sedangkan keputusan berada ditanganku, batin Shafa risau
"Jangan takut nak, pilihlah sesuai kata hati mu. Jangan gegabah, jangan terpengaruh karena dia guru kamu. Kalau dia memang baik buat kamu jangan disia sia kan. Ummi juga percaya kalau dia memang baik, mapan, dan sholeh", bisik Risa pada putri tunggalnya itu
"Bagaimana denganmu Shafa ?", tanya Farhan pada putri tunggalnya itu. Sejenak Shafa mencerna petuah Risa, beberapa saat. Akhirnya Shafa mantap dengan jawaban yang ia pilih saat ini.
"Bismillah, Shafa menyetujui dan menerima perjodohan juga lamaran ini tanpa paksaan", jawab Shafa mantap
Kedua belah pihak mengucapkan syukur, terutama Kahfi sendiri. Walaupun ada sedikit rasa berat hati tapi dia juga bersyukur calon istrinya secantik dan sesholehah ini. Masa bodo dengan statusnya sebagai guru dari Shafa.
Sejauh apapun aku pergi dari kenyataan ini, jika aku memang berjodoh dengan Kahfi pasti nantinya aku akan kembali juga di suasana seperti ini. Mulai sekarang aku akan mempersiapkan diri menjadi seorang yang baik, untuk dia yang baik. Batin Shafa dengan kemantapan hati yang sebenar benarnya, Shafa sekarang sudah sangat siap untuk bertemu jodohnya sekarang.

YOU ARE READING
Gantikanku Untuknya
Spiritual"Aku Ingin Mencintaimu Seperti Cinta Ali Kepada fatimah, Begitupun Cinta Fatimah kepada Ali. Menyimpan Rasa Dengan Baik Tanpa Ada Seorangpun Yang Mengetahuinya." Alleya Zahra As Shafa, Hasan Kahfi Putra Dhirgantara, & Husein Ali Putra Dhirgantara Ke...