Pernah tahu yang namanya 'kalah sebelum berperang', tidak?Yah, kira-kira seperti itulah kondisi yang dirasakan Jaehyun saat ini. Jangankan sampai menyatakan cinta, belum mengakui pada diri sendiri bahwa ia memang jatuh cinta saja, cintanya sudah kandas. Rasanya Jaehyun jadi ingin meratapi diri di bawah guyuran hujan agar galaunya maksimal.
Sayang, langit pun tampaknya tidak berpihak padanya. Karena hujan deras yang nyaris satu jam mengguyur bumi Belitung, kini mulai berhenti. Tabir kabut berpadu awan kelabu pekat mulai menghilang, kembali menampakkan birunya langit diterangi berkas matahari sore.
Jaehyun tidak sempat bermuram durja selepas mengetahui lelaki mempesona yang mencuri hatinya dalam hitungan detik itu sudah beristri dan beranak. Pun ia tak sempat mengadu pada teman-temannya yang sepertinya masih menunggu cerita yang dikira mistis dari bibir peach pemuda Jung ini. Sebab, speaker yang terpasang di sudut ruang tunggu telah memperdengarkan panggilan untuk keberangkatan pesawat mereka. Menghela napas panjang diam-diam, Jaehyun pun meraih tas ranselnya dan bergerak mengikuti arahan Melinda untuk berbaris mengantri melewati petugas bandara.
Sekedar sopan santun dan kebiasaan, Jaehyun mengangguk kecil dan turut tersenyum membalas sapa pramugari yang menyambut mereka di mulut pesawat. Tindakan alam bawah sadar yang dilakukan secara refleks, pemuda ini bahkan tidak menyadari dampak yang timbul dari tindakannya terhadap pramugari tersebut. Tanpa menyadari rona merah di wajah si pramugari, Jaehyun fokus mencari nomor kursinya.
11C adalah yang tertera dalam kertas. Dibanding teman-temannya yang berkumpul di deret 6-9, Jaehyun memang terpisah sendiri. Tidak tahu kenapa. Mungkin ia terlupakan. Ha ha. Baper. Maka dari itu, Jaehyun tidak tahu siapa rekan terbangnya dalam durasi satu jam ini.
Saat lensanya menemukan angka 11 terpasang di bawah kabin, pemuda Jung terpaku selama beberapa detik.
Pasalnya, kursi sebelahnya telah terisi. Tebak siapa?
"Oh. Jaehyun-ssi? Kau naik pesawat ini juga?"
Ya. Pemilik suara merdu serta senyum yang manisnya melebihi sakarin itu tidak lain tidak bukan adalah sosok mempesona yang baru saja mencuri hatinya dan membawanya pergi tanpa mengetahui kondisi lubang hati Jaehyun yang kini berdarah-darah.
"Ah, Taeyong-ssi. Annyeonghaseo," Jaehyun memaksa ujung bibirnya terangkat membentuk sesuatu yang diniatkan sebagai senyuman.
"Can I help you, Sir? Which number is your seat?"
Teguran dari salah satu pramugari menyadarkan Jaehyun kalau sedari tadi ia bengong dan menghambat pergerakan penumpang lain untuk mencari kursi mereka. Dengan agak gugup, Jaehyun menyahut, "A-ah...no. I'm sorry. I've found mine."
My place is beside you.
Seandainya saja kalimat itu bisa diterapkannya bukan hanya soal tempat duduk ini.
I'm beside you.
But you're not mine...Yeah. Jung Jaehyun masih galau, gaes.
Setelah memasukkan tas ranselnya ke dalam kabin, pemuda Jung pun mendudukkan postur jangkungnya di kursi sebelah Taeyong dan segera memasang seatbelt.
Sebisa mungkin Jaehyun berusaha tidak melirik ke arah kiri. Bahkan tanpa menoleh pun aura mempesona Lee Taeyong berasa membakar sisi wajahnya. Bagaimana nasib mata dan hatinya jika ia menoleh dan menatap pahatan sempurna itu dari jarak dekat?
KAMU SEDANG MEMBACA
Fluff for Life
RomanceJaeyong AU with fluffy theme collection Will be updated randomly