Dreamer - Part 1

207 10 0
                                    

“Kaitlin!” Aku mendengar sebuah suara yang cukup melengking di belakang tempatku berpijak. Ah! Gadis cerewet itu lagi. Dia melambaikan tangannya ke arahku. Teriakannya mampu membuat beberapa orang yang berjalan melewatiku cukup mengalihkan pandangannya. Dia berlari membuat rambut lebatnya berkibar diterpa angin. Pasti ada sesuatu yang membahagiakan yang ingin ia beritahu padaku. Entah apa itu, mungkin saja dia telah menemukan pengganti selepas putus dari Jake. Gadis malang, aku cukup tau bagaimana tipikal gadis ini yang membuat dirinya sendiri seringkali dipermainkan oleh seorang pria. Yang kutahu sudah ada lima atau mungkin lebih pria yang telah memanfaatkannya. Bukan untuk kepuasan birahi maksudku, hanya saja dia terus dibodohi untuk membuat pacar lama kekasihnya cemburu atau apalah aku tidak mengerti.

“Aku ada kabar bagus untukmu!” teriaknya tepat di hadapanku. Nafasnya masih memburu sedangkan kedua tangannya masih menempel pada kedua lututnya. Deru nafasnya mirip seperti seorang raksasa yang tengah kelaparan. Sungguh keadaannya sangat menakutkan. Peluh masih menempel pada dahinya. Lantas dia mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya, kurasa ini tidak terlalu penting menurutku. Apa yang akan dia keluarkan? Aku berfikir mungkin itu surat dari seorang pria yang tengah mengincarnya, siapa tahu?

“Aku ingin pulang. Ada banyak tugas yang harus aku kerjakan,” aku mencoba menghindar dari gadis cerewet ini. Namun upayaku sia-sia. Nyatanya gadis ini bersikukuh memegang tanganku dan menahannya. Matanya melotot lalu berdecak sebal. Apa sih yang ingin ia bicarakan denganku? Aku tidak mau tahu urusannya kali ini. Entahlah, aku tahu saat ini sifat egoisku muncul dalam sekejap. Tapia apa lagi yang bisa kulakukan saat mengetahui kabar yang selama ini aku impikan membuatku malah semakin terpuruk? Aku hanya ingin tidur lalu bermimpi indah, setidaknya itu mampu menjadi obat bagi keadaanku yang cukup buruk hari ini.

“Oh ayolah! Ini lebih penting daripada tugasmu mengetik sebuah artikel mengenai lima pria itu. Aku jamin kau akan menangis bahagia untuk saat ini.”

“Katakan saja sekarang, Brice. Aku tidak ingin berlama-lama disini.”

“Mereka akan konser disini! Kau percaya itu? Kau percaya? Ya Tuhan aku tidak bisa membayangkan bagaimana teriakan histerismu saat menyaksikan mereka berlima tampil di atas panggung. Aku tidak bisa membayangkan bagaimana reaksimu saat melihat idolamu secara langsung. Aku ikut senang akhirnya kau bisa mewujudkan impianmu untuk bertemu mereka, Kaitlin! Kau harus—“

Aku tidak bisa menahannya saat Brice terus berucap tanpa putus. Pembicaraan ini membuatku mengingat kejadian beberapa hari lalu. Disaat aku tengah membuka salah satu media sosial yang kumiliki, terpampang dengan jelas berita bahwa lima pria idolaku akan menggelar sebuah tour khusus yang mengikutsertakan kotaku, Cardiff. Aku tahu Cardiff bukanlah kota yang jauh dari keramaian seperti kota London. Kurasa Cardiff letaknya juga tidak terlalu terpencil. Inilah yang aku tunggu-tunggu sejak satu setengah tahun lalu sejak aku mulai mengidolakan mereka. Satu hal umum memang bagi One Direction selaku grup vocal yang kini namanya tengah melejit menggelar konser di berbagai kota di negara seluruh dunia. Tapi satu hal yang bisa membuatku menangis. Aku tidak mempunyai cukup uang untuk membeli sebuah tiket yang harganya terbilang cukup mahal bagi tabunganku.

“Kaitlin? Apa ada yang salah dengan ucapanku?” Brice menayadari kini aku tengah menangis. Raut wajahnya mengisyaratkan kebingungan yang cukup mendalam. Dia belum tahu bahwa aku telah mengetahui kabar ini sebelum dia memberitahuku beberapa menit yang lalu. Kabar yang bisa membuat air mataku lolos begitu saja.

“Aku.. aku.. hanya kecewa dengan keadaanku saat ini. Disaat keinginanku begitu meluap-luap untuk bertemu dengan mereka secara langsung, banyak halangan yang membuatku harus mengubur dalam-dalam mimpi itu mulai detik ini juga.” Aku menangis. Aku tahu tidak ada satu orangpun kecuali para penggemar yang bernasib sama denganku merasakan kekecewaan yang luar biasa dalam seperti ini. Terkesan berlebihan? Tapi itulah kenyataannya. Aku menangis saat melihat tawa bahagia teman-temanku yang mempunyai cukup uang untuk membeli tiket. Semuanya tampak begitu menyakitkan. Aku hanya ingin bertemu mereka, itu saja. Apa itu mimpi yang terlalu tinggi?

“Maaf. Kau mau kubelikan tiket menggunakan uang tabunganku? Hanya saja aku tidak punya cukup uang untuk membeli tiket terdepan. Tabunganku hanya cukup untuk tiket kelas paling belakang.” Aku terbelalak mendengar ucapan Brice. Aku tidak bisa membiarkannya mengeluarkan uang tabungan miliknya hanya untuk sebuah tiket untukku. Yang benar saja? Bahkan aku sangat tahu bagaimana kehidupan seorang Brice. Kami bersahabat sudah cukup lama. Satu minggu lalu Brice baru membelikan ibunya obat yang tengah sakit keras dan aku tahu itu membutuhkan banyak biaya. Dan kini dia menawarkan tabungannya untukku? Jelas aku menolaknya!

“Tidak perlu. Lagipula aku tidak akan datang ke arena konser karna jelas ibuku juga pasti tidak mengijinkan. Simpan saja uangmu untuk kebutuhan sehari-hari. Maaf, Brice, kurasa aku memang buru-buru. Banyak tugas di rumah yang belum kuselesaikan. Terima kasih untuk semuanya.” Dengan langkah cepat aku meninggalkan Brice sendirian dengan tatapan heran. Setidaknya aku butuh uang untuk saat ini. Tabunganku masih jauh dari harga tiket paling murah sekalipun. Kebetulan aku juga bekerja di sebuah hotel sebagai petugas kebersihan.

Kakiku kini berpijak pada lantai kamarku yang terbilang kecil, sama sekali tidak ada apapun yang spesial disini kecuali beberapa lembar gambar yang sengaja kutempel di dinding. Aku mengedarkan pandanganku ke segala poster One Direction yang tidak seberapa lalu menghembuskan nafas. Memang segalanya terasa lebih mudah saat imajinasi yang telah aku buat tercipta membuat sebuah impian yang begitu besar dan kuat. Di saat aku berada di tempat tertinggi dalam dunia imajinasiku, sebuah hal mengejutkanku dan membuatku harus jatuh menghadapi kenyataan yang berbanding terbalik. Aku duduk bersimpuh, menelangkupkan kedua telapak tanganku menutupi wajah yang kini telah basah. Aku tidak akan pernah pergi untuk melihat One Direction secara langsung, tidak akan pernah. Hanya kalimat itu yang terus terngiang di telingaku, membuat sebagian harapanku perlahan mulai memudar. Imajinasiku berkelana kembali, membayangkan lima sosok pria yang tengah tampil di atas panggung dengan segudang aksi konyol milik mereka. Aku menangis kembali. Ya Tuhan, aku sadar aku bukanlah seorang penggemar yang berkecukupan untuk membeli beberapa merchandise milik idolaku. Tapi untuk kali ini aku benar-benar menginginkan selembar kertas itu, sangat.

Aku bangkit lalu menatap kembali beberapa poster lusuh yang menutupi beberapa bagian cat polos kamarku. Kembali imajinasiku berada di tempat tertinggi. Membayangkan hal gila yang sampai saat ini masih kuyakini sebagai hal yang tidak mungkin terjadi. Aku membuka laptop milikku yang berada di atas kasur, membuka beberapa file video live show One Direction di beberapa negara. Aku menangis kembali saat mereka membawakan lagu terbaru mereka –You & I– diiringi suara ribuan penggemar yang begitu kompak mengiringi. Aku tahu aku begitu cengeng ketika mengingat posisiku saat ini dan tentunya karna sebuah impian yang sangat sulit kuraih. Aku menyentuh layar monitor, mengusapnya perlahan lalu tersenyum miris. Bahkan hanya dengan menyentuh wajah mereka yang terpampang di monitor membuatku cukup bahagia. Setidaknya hanya benda inilah yang membuatku masih bisa merasakan kehangatan seorang idola yang tengah memberikan penampilan terbaik mereka pada seluruh penggemarnya, termasuk aku walaupun secara tidak langsung.

Hari ini aku memutuskan untuk bekerja hingga malam. Mudah saja menebak alasannya karna aku menginginkan gaji tambahan. Ibuku sempat bertanya tadi mengapa aku berangkat cukup awal kali ini dan berpamitan akan pulang larut, aku menjawab sejujurnya. Semoga saja akhirnya ibu mengijinkanku pergi ke pusat kota untuk datang ke Motorpoint Arena Cardiff di pusat kota sebagai tempat diselenggarakan konser nantinya hanya dengan melihat kesungguhanku untuk bertemu mereka. Semoga saja.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 23, 2014 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

DREAMERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang