04- pengakuan teman?

72 19 0
                                    

Hari terus berganti menjadi minggu dan minggu berganti menjadi bulan. Tapi aku masih belum bicara padanya. Ntah apa alasannya, tapi lebih tepatnya aku tidak punya alasan untuk berbicara padanya. Mungkin dia juga begitu.

Sampai suatu hari, aku sedang berjalan di depan ruang guru, lalu ada seorang guru perempuan yang memanggilku,  namanya aku lupa. beliau tidak mengajar di kelasku mungkin hanya sebagai guru pengganti saja. Saat kutanya ada apa, ternyata beliau meminta ku untuk beli pulpen di toko fotocopy di samping sekolah.

Aku pergi sendiri, karena tidak di beri izin jika pergi ramai-ramai. Maklum satpam baru,  gila aturan.
Sesampainya di toko fotocopy, aku terkejut  karena ternyata ada dia di dalam toko itu. Iya dia.

Bola mata kami sempat bertemu, namun tidak lama. Bukan, bukan dia yang memutuskan kontak mata kami. Bukan pula aku, mana rela aku memutuskan kontak mata dengan nya, matanya itu membius. tapi ibu penjaga toko itulah yang mengangetkan kami. Jadi ya seperti itu.

Karena tidak ada uang kembalian,  si ibu memberi saran agar kembalin kami di gabungkan saja.  Tentu saja aku keberatan,  bagaimana tidak?  Kami belum pernah berbicara sebelumnya. 

"Jadi gimana ini dek?  Boleh kan ya?  Uang nya di gabunging aja?" tanya si ibu sambil melihat ke arah ku. Karena memang di sini aku ya tampaknya tidak setuju dengan ide itu. Ralat, bukan tampaknya tapi memang adanya.

Aku masih diam.

"Kalian berdua kenalkan?  Satu sekolah yang sama kan?  Ini baju batiknya sama." Ucap si ibu lagi.

Ntah mengapa, mulutku rasanya susah sekali di gerakkan. Lidah ku benar-benar kelu. Belum pernah aku merasa seperti ini. Inginnya aku lenyapkan detik itu dari muka bumi. Karena memang aku ingin melewatkan detik dan menit ini. Aku masih berperang dengan diriku sendiri. Aku masih memikirkan untung dan rugi jika aku menyetujui saran dari ibu fotocopy tersebut. Sampai akhir nya ada suara terkutuk.

"iya, boleh bu. Uangnya di gabungin aja." kata dia

"oh yaudah ini uang nya,." kata si ibu sambil menyerahkan uang itu ke aku.

Kalau kalian berpikir aku langsung mengambil uang itu, pikiran kalian tidak tepat. Bukannya aku tidak ingin mengambil uang itu, hanya saja tangan ku terasa sangat sulit untuk di gerakkan. Sumpah.  Ini bukan aku. Aku tidak pernah seperti ini. Bertingkah pura-pura bodoh ataupun memang bodoh layaknya perempuan-perempuan di drama korea. Setelah ku kumpulkan semua tenaga untuk berbicara, lalu aku mendengar..

"ibu, sini aja uangnya sama saya. Nanti saya tukar uang nya di kantin. Terus saya kasih ke dia. Ibu engga usah khawatir, saya engga bohong.  Dia teman saya. Kita temenan. Cuma sekarang dia lagi sakit. Belum makan katanya." itu suara dia. Iya dia.

"Ohh gitu, iya ibu percaya sama kamu. Ini uang nya, sekalian bilangin ke dia jangan lupa makan." ucap si ibu.

"Iya bu, kita permisi dulu. Hayu." kata dia sambil memegang tanganku.

Ya memegang. Ya tuhan. Ini perdana tangan ku di pegang orang asing. Eh bukan, dia bukan cuma memegang. Tapi menggenggam. Iya tangan ku di genggam. Harus kah aku berteriak sekarang?  Lalu aku melihat ke sekeliling ternyata kami sedang menyebrang jalan. Lihat seberapa hebat dia mengobrak-abrik sistem kerja dalam otak ku.

Setelah menyebrang jalan, dia melepaskan tanganku. Aku merasa kehilangan. Padahal cuma semenit dia memegang tangan ku. Harusnya aku Tidak merasa kehilangan kan?  Lalu kenapa aku merasa kehilangan sekarang? 

Saat sampai di gerbang sekolah. Dia berjalan mendahului ku. Iya kita tidak jalan bersama.

Segitu saja ceritanya. Selebihnya tidak ada yang menarik. Oh iya masalah uang kembalian, dia memberikan nya lewat orang lain. Sebelum sempat aku minta, tadinya aku pikir ini bisa jadi sebuah alasan agar aku bisa bicara dengannya.

Sampai saat dirumah, aku masih membayang kan bagaimana dia mengaku ke ibu Fotocopy itu bahwa kita berteman, padahal kami belum pernah bertegur sapa. Bagaimana dia dengan santai nya memegang dan menggenggam tangan ku dengan erat seakan dia khawatir dan tidak ingin aku kenapa-kenapa. Kalian tahu, sambil membayangkannya pun,  aku senyum-senyum sendiri di buatnya. Bahkan pada saat aku menulis cerita ini, aku senyum-senyum sendiri di kamar. Haha, aku tidak bisa melupakan dia.



Minta vote sama coment boleh kali...

sang kelamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang