Chapter 2

49 3 0
                                    

"Ini bangku gue Rob, apa sih lo?" suara dari mulut Utari terdengar sangat nyaring. Sampai-sampai Rafka yang sedang memakai earphones masih bisa mendengar suara cempreng itu.

"Eh Utara, Timur, Barat, Selatan. Ini tuh bangku gue." kata Robi, ia menarik paksa kursi yang sedari tadi Utari duduki. Mereka berdua sedang berebut tempat duduk di bangku paling belakang.

"Gue duluan yang datang. Jadi ini bangku milik gue." Utari masih bersikeras mempertahankan bangku yang ia duduki.

"Eh Utara, lo ngalah dong sebagai cewek." Robi memang sering mengganti nama Utari menjadi nama arah angin.

"Seharusnya lo yang ngalah, lo kan cowok." Utari berteriak semakin kesal karena mini Robi sudah memaksa untuk ikut duduk disamping Utari. "Minggir deh, lo tuh bau ketek." Utari berteriak histeris ketika dengan sengaja Robi mengangkat tangan kanannya dan mendekatkan ke arah Utari.

"Robi, lo gila ya." Utari tidak tahan dengan sifat usil yang dimiliki Robi, akhirnya Tari lebih memilih untuk bangun dah mengalah pada Robi.

"Nah, akhirnya lo nyerah kan?" Robi tersenyum penuh kemenangan ketika dia berhasil merebut bangku yang sedari tadi dilindungi oleh Tari. "Sana lo, duduk di bangku paling depan. Dengerin guru ngoceh dan gue sisa tidur sepuasnya di sini."

"Dasar, orang gila." Tari menarik tasnya dengan cepat dan langsung duduk di bangku paling depan.

Rafka yang menyaksikan kejadian barusan hanya bisa geleng-geleng kepala sambil tersenyum singkat. Ternyata dia akan di hadapi dengan manusia-manusia konyol seperti Robi selama beberapa bukan menghabiskan masa sekolahnya.

Selang setelah kejadian adu mulut antara Robi dan Utari. Pak Darwis datang dengan membawa penggaris kayu panjang dan juga buku paket tebal. Guru dengan perawakan kecil dan juga kumis baplang itu adalah wali kelas Rafka. Guru yang sangat di kenal dengan Julukan guru paling kocak dan juga killer.

Semua murid diam dan tertunduk ketika melihat Pak Darwis sudah berdiri di ambang pintu. Matanya jelalatan mencari orang-orang yang tidak patah akan aturan. Rafka ikut tertunduk, takut dirinya kena amukan pak Darwis.

"Selama siang anak-anak," sapa pak Darwis dengan suara lantangnya, dia menyimpan penggaris panjang dan buku paketnya kemudian duduk dan matanya masih jelalatan mengamati murid kelas XII IPA 3.

"Pagi pak," jawabku semua murid dengan kompak.

Tapi tidak dengan Robi, ia membalas sapaan pak Darwis dengan telat. "Selamat pagi juga Pak, di tambah pake titik dua bintang." celetuk Robi dengan cepat.

Semua murid heran dengan apa yang baru saja Robi ucapkan.

"Di tambah pake titik dua  bintang apaan?" pak Darwis juga sangat heran.

"Aduh bapak ini gimana sih, biar lebih so sweet saya tambahkan titik dua bintang." Robi menaik-turunkan halisnya secara bergantian.

Semua murid menahan tawa ketika menyadari arah pembicaraan Robi yang sudah mulai ngawur.

"Ngomong apa sih kamu?" pak Darwis masih tidak mengerti dengan arah pembicaraan Robi.

Robi berdecak,"Dasar generasi jaman old, ngga akan ngerti." katanya dengan suara pelan tapi masih bisa terdengar oleh orang-orang sekitar. Begitu juga dengan pak Darwis, beliau masih bisa mendengar suara Robi.

"Eh, kamu jangan bawa-bawa generasi ya." pak Darwis berdiri dan mengambil penggaris kayu panjang kemudian menghampiri Robi.

Semua mata tertuju ke arah pak Darwis yang berjalan menuju ke arah Robi, semua orang takut kalau tanduk Pak Darwis akan keluar.

Mantan Terhebat Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang