Prolog

53 7 0
                                    

Kamis 20:45, Hotel Premium, Surabaya.

 Aroma kopi menguasai seluruh sudut kamar hotel mewah piggiran Surabaya. Adam duduk di kursi kayu berwarna coklat dengan gaya duduknya yang khas. Kaos kaki sport, celana training, singlet tipis, dan jam tangan hitam tanpa merek melingkar di pergelangan tangannya. Ia meletakkan tangannya di atas meja, Adam membunyikan lonceng lalu meletakkan tangan ke dalam saku celananya.

 Di depannya, laki-laki dengan muka masam duduk dengan dandanan yang sangat rapi umur nya sekitar 16 tahun, rambutnya mengkilat bagai panci poles, di dada kirinya ada name-tag bertuliskan “Lana”, tuksedo yang melekat di badannya tidak tersentuh debu. Dia  tetap santai seakan tidak peduli dengan borgol di tangan dan kakinya. Dari belakang punggung Adam muncul seorang pelayan yang memberikan senyuman ramah kepadanya.

“Selamat malam pak, ada yang bisa saya bantu?”

“tolong bawakan Cocktail dan Pecel Lele” Pelayan dengan cekatan menulis pesanan.

“mungkin ada tambahan pak?”

“ti…”

“Susu Jahe Panas” Lana tiba-tiba menyela kalimat Adam di sertai dengan tampang  “WATADOS”nya yang berhasil membuat semua makhluq Tuhan jengkel ketika melihatnya. Adam hanya tersenyum sinis.

“sayang sekali Lana”Adam memulai percakapan sambil memasukkan tangannya ke dalam saku training. Di ikuti dengan suara pelayan  yang menutup pintu.

Lana masih diam.

Adam mengambil vapor dari saku celananya dan meletakkanya di atas meja, setelah menghembuskan nafas panjang Adam mulai menghirup vapornya. Untuk beberapa detik kepala Adam seperti kereta uap.

“Seharusnya kamu mau ikut kami”Adam melanjutkan.

“Wah, wah, kau bahkan mengikuti trend anak muda Adam? Sejak kapan kamu ingin jadi anak hitz hah? Vapor sekarang lagi beken di kalangan anak muda”Lana tidak menggubris sama sekali kalimat Adam.

“Seharusnya kamu ikut berjihad bukannya malah mengganggu kami”

Lana tertawa. ”Hey, bicara soal mengganggu, bukannya kalian yang lebih mengganggu? 24 Jam, puluhan bom, 2 kota. Apa enaknya bikin bom sih?”

Adam mengepalkan tangannya kuat kuat. Rencananya tangan itu akan menampol wajah Lana tapi tertunda karena suara pintu yang dibuka oleh pelayan. Beberapa detik kemudian Cocktail, Susu Jahe panas, dan Pecel Lele yang tadi dipesan sudah tertata rapi di meja.

Lana mengangkat satu alisnya menatap Adam dengan tatapan jenaka remaja umur 16 tahun, lalu menyeruput susu jahe panas yang ada di depannya.

Piarrr!!!Piarrr!!!Piar!!!, 2 gelas, 1 piring yang tadinya berisi susu jahe panas, cocktail, dan pecel lele sudah “mendarat” di kepala Lana sebelum pecah dan berceceran di lantai. Tapi itu bukan masalah bagi Lana. Dia sudah terbiasa memecahkan genteng dengan kepalanya, sejak SMP dia sering mengikuti berbagai macam atraksi baik acara pencak silat ataupun acara lainnya, bahkan dia selalu jadi penampilan utama pada acara PENSI dan demo extra. Gelas susu jahe panas, cocktail di tambah 1 piring pecel lele belum cukup untuk melukai Lana. Dia tetap tersenyum mantap sambil menatap Adam yang sedang marah.

“Kalau kamu bukan adik Aziz aku sudah  melepas kepalamu dari tempatnya dari tadi”

Handphone Adam berbunyi, Adam mengangkatnya.

“Taruh dia bersama bomnya di situ”

“kamu yakin?”

“Ya, adikku sudah tidak bisa di harapkan lagi, kalau di biarkan dia bisa jadi gangguan yang lebih besar”

Tanpa menjawab kata kata dari telpon Adam memutus panggilannya. Mengambil jarum suntik berisi bius, lalu menancapkannya ke pergelangan tangan Lana. Hitungan detik Lana sudah pingsan lagi. Adam meletakkan koper yang dia taruh di bawah kursi dari tadi di atas meja, menekan tombolnya, menekan kunci biologis, dan memasukkan kata sandinya. Bom aktif.

1 menit, sebelum Lana terpanggang.

M.K.K. (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang