Malang, 03 Agustus 2014
Hutan Pinus Semeru.Seorang gadis yang dikenal sebagai--Senyum Hutapea-- berjalan di barisan paling belakang, pandanganya terpusat kepada cowok yang sedang sibuk menjelaskan sesuatu sambil terus berjalan menyusuri hutan pinus.
Cowok itu Ardha, seniornya di ekskul pramuka. Karena terus menatap Ardha, ia tak memperhatikan tanah basah yang dipijaknya, dan ..."Aduh!" Senyum terpeleset, jatuh dengan kaki tertekuk dan dengan posisi yang, em ... tidak etis.
Semua siswa yang berada di depannya sontak berbalik, tapi bukannya berniat menolong Senyum, melainkan minggir untuk menacari aman.
"Kalian bukannya nolongin, malah pada minggir," Ardha berjalan mendekat ke arah senyum.
"Ar ... lo jangan ngedeket dulu bahaya!" Seru Vano dari balik pohon pinus.
"Bahaya? Emangnya bom bunuh diri?" Ardha terus mendekat ke arah senyum, dan ...
"Huwe ... Kaki gue! Kaki gue sakit ..." Senyum berteriak dengan kencang sambil memegangi kaki kanannya.
Ardha menutup kedua telinganya, begitu juga dengan anggota pramuka yang lain,
"Ini cewek apa toa mushola sih?""Huwee ... Tolongin gue, bawa gue rumah sakit ..." teriak Senyum lagi.
Ardha segera mendekat, lalu menutup bibir Senyum dengan telapak tangannya.
"Jangan teriak-teriak, suara lo kek toa," ujar Ardha membuat
Senyum terdiam, ia seperti beku ketika Ardha menatapnya. Merasa sudah aman, Ardha melepas bekapan tangannya dari bibir mungil Senyum."Apa semua cogan tangannya berasa asin?" Tanya senyum dengan polosnya.
Ardha langsung mengelap tangannya ke celana, "Jorok banget sih lu! Ayo bangun, lanjutin perjalanan,"
Senyum mencoba menggerakkan kaki kanannya sambil meringis menahan sakit, "sepertinya gakbisa. Sakit banget,"
Ardha mendengus kesal. Ini cewek nyusahin amat sih? Gerutu Ardha dalam hati.
Ardha jongkok membelakangi Senyum, "Ayo, naik ke punggung gue""Cie ..." semua siswa sontak menyoraki Ardha.
"Berisik!" seru Ardha yang membuat mereka terdiam.
Mata Senyum melebar, mulutnya menganga, "Kaki gue sakit ini musibah atau keheruntungan sih?"
senyum mencubit pipinya memastikan seauatu,"Aw ... ternyata gue gak lagi mimpi,"
"Kalo lo gak cepet naik ke punggung gue, gue bakal tinggalin lo disini,"
"Iya-iya." Dengan susah payah Senyum naik ke punggung Ardha.
"Sebagai anggota pramuka lo itu payah banget. Seharusnya, lo itu sekokoh pionering, sekuat simpul mati" celoteh Arda sembari berjalan mendahului para anggota pramuka lainya.
"Gue gak sekuat itu, gue kan cewek. Lagian, em ... badan gue kan mungil," ujar Senyum.
"Gue udah tau kalo lo mungil, lagian juga kerasa banget,"
"Gue ringan ya? Berarti diet gue selama seminggu ini herhasil," seru Senyum.
"Bukan itu yang gue maksud, yang sekarang nempel di punggung gue itu mungil juga,"
Senyum berpikir sejenak, lalu seperti menyadari sesuatu. Ia segera menarik tubuhnya ke belakang agar tidak menempel ke punggung Ardha lagi."Lo jahat banget!" Teriak Senyum
***
Disisi lain ditempat yang sama,"Ro, Ciro! Lo denger suara teriakan tadi?"
"Denger lah, teriakan keras kek gitu orang budek sekalipun pasti denger," celetuk Ciro dari atas pohon pinus.
"Orang minta tolong kali ya?"
"Lu itu gimana sih? Dimana-mana orang minta tolong ya teriak tolong. Bukannya teriak, lo jahat banget! Palingan bocah yang baru diputusin pacarnya yang teriak tadi"
"iya juga sih" Dito manggut-mangut, "nah, lu ngapain di atas sono?"
"Lagi balikin anak tupai yang jatoh dari sarang. Emaknya kemana ya, kok gak ada di sarangnya?"
"Ya lu tanyain aja ke anaknya" celetuk Dito asal.
"Tong, emak lu kemana sih?" Tanya Ciro kepada anak tupai yang dipegangnya.
Dito menepuk jidatnya, ia benar-benar capek dengan ketololan Ciro, "Buruan balikin tuh tupai ke sarangnya, terus lo turun!" perintah Dito.
"Iye-iye bentar. Gue turun dulu ya, tong." Ciro mencium anak tupai tersebut lalu meletakkanya di sarangnya kembali. Ciro turun dari pohon tersebut dengan perlahan hingga sampai ke tanah.
"Oi! Gue dapet makan malem nih!" Joni berlari mendekat ke arah Ciro dan Dito.
"Apaan tuh?" Tanya Dito.
"Burung, gatau burung apaan. Pinter kan, gue bikin perangkap," ujar Joni dengan bangga sambil menunjukan burung tangkapannya.
Ciro mendekat lalu memandangi burung yang di pegang Joni, "Lo inget prinsip dasar pecinta alam? Tidak membunuh apapun kecuali waktu, tidak mengambil apapun kecuali gambar, dan tidak meninggalkan apapun kecuali jejak kaki"
"Iya, gue inget," ujar Joni, ia memandangi burung di genggamannya, "di lepas aja yuk"
"Ayok!" Seru Ciro dan Dito bersamaan mereka bertiga berjalan ke arah tempat terbuka. Lalu melepas burung itu untuk kembali ke alam. Kemudian mereka bertiga bejalan kembali sambil bernyanyi dan tertawa
***

KAMU SEDANG MEMBACA
ARE (you, we, and they)
Ficção Adolescente"Kamu yang pergi, Kita yang satu, dan Mereka tahu" Cerita kolaborasi dengan penulis @krishna.