2. Amnesia

31 7 2
                                    

Mobil itu melesat begitu cepat di jalanan protokol yang cukup ramai. Pengemudinya, tidak berpikiran bagaimana nanti jika dirinya celaka. Yang kini tengah dipikirkannya hanyalah, bagaimana ia bisa begitu cepat sampai.

Chandra begitu tidak sabaran untuk segera melihat wajah Calista, wanita yang selama dua tahun ini membuatnya gila. Gila karena terus merasa ‘kan rindu pun sakit juga. Apalagi, setelah Chandra mendapatkan telepon dari  Mia –mamah Calista— itu semakin membuatnya tak sabaran untuk segera bertemu.

Kini, mobilnya sudah mulai memasuki parkiran rumah sakit, dimana Calista sedang berada di dalamnya. Setelah memarkirkan mobilnya dengan sempurna, Chandra langsung berlari kelantai dua tempat ruangan Calista berada. Chandra menaiki anak tangga agar lebih cepat, pikirnya.

Setelah sampai di lantai dua, Chandra masih harus berlari untuk mencapai ruangan Calista. Chandra berbelok kekanan kemudian kekiri dan akhirnya tiba juga didepan ruangan Calista. Sebelum masuk, ia mengatur nafasnya terlebih dahulu tak lupa juga Chandra merapikan baju dan rambutnya yang sedikit berantakan.

Chandra menghembuskan nafas panjang. Gugup. Dipeganglah gagang pintu olehnya, menghitung dalam hati, semoga saja sang kekasih masih mengingatnya.

Tunggu! Kenapa gue gak bawa sesuatu? Tanya batinya. Chandra menyenderkan tubuhnya pada dinding samping pintu masuk. Tanganya mengusap gusar, harusnya tadi gue beli bunga dulu! Makinya sendiri.

“kamu sedang apa, Chan?” tanya seorang wanita mengangetkan Chandra, yang baru saja keluar dari dalam ruangan.

Chandra menegakkan tubuhnya, “eh, tante.” Mencium tangan kananya, “anu, itu Chandra ga bawa apa-apa buat Calista. Tadi buru-buru.”

Mia hanya tersenyum, “ga apa-apa kali, Chan.” Menepuk bahu Chandra, “kamu dateng ke sini aja, Calista pasti seneng.”

“iya tante. Kalo gitu, Chandra masuk dulu ya.” Pamitnya, yang hanya dibalas oleh anggukan saja.

Saat Chandra masuk, ia melihat Calista yang sedang menyisir rambut panjangnya dibantu oleh sang suster seraya menghadap ke jendela. Kakinya melangkah maju mendekat, sedangkan bibirnya terus merapalkan sesuatu yang isinya mengharapkan agar Calista masih mengingatnya.

“Sayang?” panggil Chandra ragu.

Merasa dirinya dipanggil, Calista menoleh kearah sumber suara dan mendapati wajah Chandra yang tengah tersenyum kearahnya. Nida yang tadi sedang membantu Calista menyisir, tanpa perintah ia meninggalkan ruangan itu. Menyisakan  Chandra dan Calista saja.

Karena bingung, Calista hanya menautkan kedua alisnya. Seolah bertanya ‘siapa?’. Dirasa mengerti dengan maksud Calista, Chandra langsung menjawab, “Aku Chandra. Pacar kamu.”

“pacarku?” tunjuk Calista pada dirinya sendiri.

Dengan cepat, Chandra mengangguk pasti! “ya. Aku pacarmu.” Tunjuk Chandra, yang hanya mendapatkan tatapan tak percaya dari Calista. “Chandra Maheswara. Kamu ingatkan nama itu?”

Calista menyunggingkan senyum, yang membuat dada Chandra sedikit merasakan lega “tidak.” Seraya menggelengkan kepalanya.

Untuk beberapa detik, Chandra menahan nafasnya. Ada sedikit rasa kecawa saat sang kekasih tak mengingatnya. Ralat! Bukan sedikit, tapi banyak! Hanya helaan nafas panjang yang bisa Chandra keluarkan.

Melihat wajah lelaki yang ada dihadapanya kini, membuat Calista ingin tertawa rasanya. Pasalnnya lelaki itu menampilkan mimik wajah yang sangat kecewa. Andaikan saja saat itu Calista membawa kamera, sudah pasti ia akan memotret wajah Chandra.

“kamu yakin ga inget aku?” tanyanya sekali lagi memastikan, yang langsung dijawab anggukan oleh Calista. “coba deh, kamu tatap wajah aku. Siapa tau inget gitu.” Calista mengikuti perintah Chandra. “kamu tatap yang bener.”

I See YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang