[5] Fight

225 23 19
                                    

"Apa katamu tadi?" Sehun bertanya sekali lagi, membuatku kesal saja. Aku menarik nafasku pelan, "Bagaimana kalau aku kencan dengan Luhan? Aku tanya itu kepadamu." Jawabku kemudian yang segera mendapat pelototan tajam dari Sehun. Hei, apa salahku?

"Kau berani menanyakan tentang dia kepadaku?" tanyanya yang segera ku jawab dengan satu anggukan pasti. "Memangnya apa salahnya bertanya padamu? Eh, kau belum menjawab pertanyaan ku."

"Tidak cocok, jangan dekati Luhan!" Sehun menjawabku dengan cepat dan sedikit...membentak. Ya, entah kenapa suaranya naik beberapa oktaf. Rahang Sehun mengeras, dan dia menatapku sangat tajam.

"Cih. Tidak usah marah seperti itu, aku hanya sekedar bertanya." Kataku tak mau kalah. Aku mencebikkan bibir, hingga detik berikutnya Sehun sudah menoyor kepalaku cukup kuat.

"Jangan pikirkan lelaki, sekarang harusnya kau berlatih sungguh-sungguh," Sehun mengatakan demikian sambil bangkit ke tempatnya semula. Mau tak mau aku akhirnya ikut berdiri, dan mulai mengambil pedang kayuku, dan dengan ogah-ogahan mulai mengayunkannya dengan asal. Sungguh, aku tidak mood berlatih hari ini.

"Lee Yara!" Dan lelaki ini lagi-lagi membentakku, membuatku muak saja.

"Kemari, cepat berlatih tanding denganku." Kata Sehun sambil turun dan memegang pedang kayu yang identik dengan pedang yang ku pegang. "Kau harus latihan," dia mengulangi kata-katanya itu berulang kali.

"Aku tidak mau berlatih denganmu." Aku mendengus. "Lee Yara!" dan dia lagi-lagi berteriak. Ah, sungguh memekakkan harus mendengar suaranya sepanjang waktu.

TRAK!

Sehun dengan mudah menghempaskan pedang yang ku pegang dengan pedang miliknya, membuatku kaget setengah mati. Ya Tuhan, kenapa dia bertingkah seperti ini? Benar-benar kekakanan.

"Oh Sehun, maksudmu apa?" tanyaku tak suka. Sehun menatapku tajam. "Aku memintamu berlatih, bukan memikirkan Luhan. Kau pikir Luhan bisa membuatku menang di arena nanti? Jangan bodoh, Lee Yara." jawabnya sarkas. Sehun melirik pedangku yang tergeletak di lantai. "Ambil," perintahnya dingin.

Akhirnya aku berjongkok, mengambil pedang kayu itu dengan perasaan dongkol dan kembali berdiri. Aku memasang kuda-kuda seperti yang pernah diajarkan Sehun, aku menatap lelaki dingin itu kesal. "Mulai," ucapnya pelan.

TRAK TRAK.

Suara perkelahian pedang terdengar memenuhi penjuru ruangan. Aku berusaha mengimbangi permainan Sehun, tetapi bagaimana pun aku berusaha, permainan pedang Sehun terlalu professional dan ahli. Beberapa kali pedang Sehun mengenai tubuhku yang tak bisa mempertahankan diri, dan endingnya aku berakhir terjatuh di lantai, dengan Sehun yang menghempaskan pedang milikku dengan kasar. Aku merasakan sakit di pergelangan tanganku—mungkin terkilir karena bermain pedang—dan juga sebercak darah dari permukaan telapak tanganku. Aku meringis. Luka ini benar-benar menyakitkan.

"Berdiri. Kau sudah menyerah? Kalau begitu aku bisa memastikan kau pasti mati di arena nanti." Sehun berucap congkak, membuatku benar-benar kesal apalagi ketika melihat mata meremehkan milik bangsawan Niverda itu. Oh Sehun, si kejam brengsek itu.

"Aku ingin berhenti, aku terluka." Ucapku sambil menunjukkan telapak tanganku yang berdarah. Bukannya simpatik, Sehun malah mencibir dengan teganya. "Kau mengeluh hanya karena luka kecil itu?" Aku memandang Sehun. Dia benar-benar tidak menghargaiku.

"Aku terluka dan ini rasanya sangat sakit! Andai kau tau kalau tubuhku tidak sekuat vampire yang lainnya. Ini luka kecil bagimu, tapi sangat menyakitkan untukku!" Aku ingin berteriak memakinya, tetapi kalimat-kalimat itu tertahan di tenggorokanku. Alhasil aku hanya diam, memandang Sehun dengan kecewa sambil melemparkan pedangku ke lantai. "Aku selesai," lirihku.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 30, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Mea Alterum 「 vampire 」Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang