6

225 7 1
                                    

Semua akan mudah

jika kau sertakan allah

di setiap urusan mu.

"Loser oetori sen cheokhaneun geopjaengi

Motdeun yangachi geol soge neon..."

Headset yang terpasang di telinga silvia dengan sengaja aku cabut. Benar benar dia, lagunya memang enak, tapi suaranya gak enak.

"Ihh dira, kok di cabut, lagi asik juga." Silvia merebut kembali headset di tangan ku.

"Gausah sambil nyanyi juga dong. berisik, aku lagi baca"

"Iya iya.." silvia memasang kembali headset nya. Lalu bernyanyi tanpa suara yang membuatnya terlihat menggelikan.

Novel dan silvia memang patner setiaku setiap hari. Entah di organisasi, ataupun di kelas. Seperti saat ini, jam jam istirahat bukannya pergi jajan, dia malah menemaniku duduk di ruang teater. Bukan tanpa alasan, tapi tiba tiba bu desi pengurus teater meminta kami berkumpul. Faktanya silvia memang bukan anak teater, hanya saja aku tetap memaksanya untuk ikut. Untung nya bu desi dan teman yang lainya sudah mengerti.

***

Tidak ada yang spesial bagiku di hari pertama sekolah ini. Kecuali tawaran lomba teater sebagai pemeran utama yang akan di laksanakan di bandung. Itupun, bukan nya membuatku bahagia. Tapi bingung.

Aku tau, ini kesempatan yang sudah aku tunggu dari jauh jauh hari. Tapi setelah membaca naskah dan karakter ku di teater itu nanti nya, malah membuatku berpikir lagi.

"Ya itu sih, terserah kamu ra. Ibu gak akan maksa. Kalo kamu gak siap, kintan bisa menggantikan kamu." Omongan bu desi rasanya ter reply di telinga ku.

"Ra, kenapa sih? Ada masalah?" salsa menyikut ku pelan.

"Biasa, teater." Jawabku.

"Yaudah, nanti cerita ya! Sekarang kamu jangan ngelamun. Nanti di hukum ustadz" ujarnya menyadarkan ku bahwa aku sedang mengaji. Huft, apa ini, sampe gak sadar lagi ngaji. Dasar lebay.

"Enggak, aku gak boleh kaya gini.." batin ku. Jangan sampai karna teater aku jadi gak pokus ngaji, inget ibu inget ayah ra!! Aku perhatikan lagi kitab bulugul marom yang sudah siap kami pelajari. Buat apa mesantren, beli kitab, ngaji, kalo akhirnya terganggu dengan sekolah?

Sekolah dan pesantren seharusnya saling mengayomi. Apa ini, kok malah rasanya aku harus memilih salah satu.

***

"Ra, lanjutin yang tadi" ujar salsa yang datang dengan se ember piring kotor.

"Tadi? Biasa teater." Jawabku sambil satu persatu menggosok piring yang kotor dengan spon.

"Kamu teh kunaon? Da kalo milik mah, pasti kamu bakal ikut lomba, lagian kamu kan jago. Udah atuh jangan di pikirin!" Ucap salsa tanpa menatap ku.

"Ya sebenernya bukan itunya yang jadi masalah."

"Terus apa nya atuh?"

"Jadi gini ya, tadi bu desi kan manggil kita, terus katanya lomba kebandung itu diundur jadi sebulan lagi. Nah terus ibu nawarin nih, pemeran utama nya aku." Paparku sambil sesekali melirik nya. Yang mengangguk, entah paham atau tidak.

Salsa menatapku tajam. Tangan nya pun berhenti beroprasi sebentar. "Berarti kamu punya kesempatan dong?"

"Ya.. iya, itu masalah nya."

Salsa menautkan alis dengan tatapan Apa-Masalahnya?

Tanpa bicara aku sodorkan kertas naskah yang tadi bu desi berikan padaku. Dia mengeringkan tangan nya lalu membaca naskah itu.

SantriMasaGitu?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang