I guess that's just part of loving people :
You have to give things up. Sometimes you even have to give them up
Tokyo. Februari, 2022.
Gadis bermarga Son itu masih berkutat dengan dokumen desain yang harus ia koreksi sebelum dikirim ke New York guna mengikuti ajang New York Fashion Week yang akan diadakan pada musim panas tahun ini. Ia sudah berkerja lembur seminggu ini. Ia adalah seorang perfeksionis. Ia tak ingin ada kesalahan sedikitpun pada apa yang ia kerjakan. Dan projek desain ini adalah impiannya sejak lama. Impian terbesarnya. Impian untuk dapat tampil di ajang fashion show tingat dunia itu. Jam sudah menunjukkan pukul dua pagi. Wendy akhirnya bisa bernapas lega. Ia sudah menyelesaikan tugasnya dan menyerahkan pekerjaan yang tersisa kepada sekretarisnya. Ia lalu melepas kacamata bundarnya dan bersiap untuk tidur di ranjangnya yang sudah tiga hari ini kosong tanpa penghuni.
Pagi ini tepat tanggal 21 bulan Februari, Wendy yang sudah siap akan pergi ke kantor dikejutkan saat Bibi Hwang-orang yang selama ini sudah ia anggap seperti Ibunya sendiri, berjalan ke arahnya dengan menopang sebuah kue ulang tahun.
"Selamat ulang tahun Wendy,"
Wendy menatap Bibinya terharu. Rasanya sudah lama sekali ia bisa merayakan ulang tahun seperti ini. Ia menyeka air matanya yang tak sengaja tumpah.
"Terimakasih Bi," ia lalu meniup lilin yang membentuk angka 28.
Bi Hwang lalu meletakkan kue berwarna biru itu di meja dapur dan mulai merogoh saku celemeknya. Ia menyodorkan sebuah surat berwarna biru muda kepada Wendy.
"Surat seperti biasanya Wen,"
Wendy hanya terdiam sejenak, melirik surat itu sekilas tanpa niatan untuk membukanya. Ia lalu menyerahkan benda persegi panjang itu kembali ke Bi Hwang.
"Tolong simpan di tempat biasanya ya Bi," ia tersenyum lalu meraih sepotong roti bakar yang sudah Bi Hwang siapkan untuk sarapan Wendy. Gadis itu tidak menyukai nasi, ia lebih memilih memakan roti ataupun susu sebagai bahan makanan pokok.
"Ohya hari ini aku akan pulang lembur, Bi Hwang bisa pulang lebih awal. Dan terimakasih untuk kuenya Bi," Wendy mencium pipi perempuan paruh baya itu lalu beranjak pergi meninggalkan apartemennya.
Seperti perintah Wendy, Bi Hwang membuka sebuah lemari kayu yang ada di ruangan gadis berambut hazel itu. Ia lalu menaruh surat itu diantara ratusan tumpukan surat dengan warna senada lainnya. Surat yang sama yang selalu datang setiap minggunya. Surat dengan nama pengirim Park Chanyeol.
"Ini surat ke 221,"Bi Hwang menghela napas panjang sebelum menutup kembali lemari kecil yang sangat ia ingat lima tahun silam masih kosong tak berpenghuni. Namun, kini sudah hampir penuh terisi. Perempuan itu lalu berjalan pelan menuju meja kerja Wendy, dimana bertengger sebuah figura yang berisi foto hari kelulusan Wendy saat SMA. Foto Wendy yang diapit oleh seorang perempuan dan laki-laki dimana mereka bertiga tersenyum sangat bahagia. Senyuman yang tidak pernah ia lihat pada gadis itu selama ini.
***
Wendy yang tiba di kantor kembali dikejutkan dengan kedatangan sahabat lamanya, Kang Seulgi atau yang kini telah berganti marga dengan Kim Seulgi yang saat ini tengah berdiri melipat kedua tangannya di balik pintu. Menatapnya dengan tatapan sangat mematikan."Awww,"jeritan Wendy terdengar saat gadis monolid itu menghujaninya dengan beberapa pukulan ringan disekujur tubuhnya.
"Yak bisa-bisanya kau tidak menghubungiku selama beberapa tahun ini!!"omelnya lalu memeluk Wendy erat. Air matanya mulai turun dengan sendirinya. Seulgi tentu sangat bahagia saat seminggu lalu ia mendapat kabar bahwa Wendy tengah berada di Tokyo. Ia pun cepat-cepat membeli tiket dan terbang ke negeri sakura itu. Bagaimana tidak sahabatnya itu tiba-tiba menghilang bagai di telan bumi lima tahun silam. Tak ada seroang pun yang tahu dimana ia berada. Hingga pikiran-pikiran tentang apakah sahabatnya itu masih hidup atau sudah meninggal selalu melayang di otaknya setiap malam.
"Maaf," lirih Wendy sambil menyeka pipi Seulgi yang sudah basak kuyup.
"Kau sangat jahat. Kau sungguh jahat melebihi ibu tiri," gadis itu masih menangis histeris yang membuat wajahnya membulat. Wendy tak bisa menahan tawanya saat melihat Seulgi.
"Kau tertawa? Aku menangis karena mengkhawatirkanmu," Seulgi seketika berhenti menangis dan kembali menghujani Wendy dengan pukulannya.
"Maaf. Kau tahu kan aku selalu tidak bisa menahan tawaku saat kau menangis karena wajahmu akan sangat lucu,"
"Kau sahabat terburuk Son Wendy,"
Mereka berdua tertawa ringan lalu terdiam sejenak.
"Aku sangat lega melihatmu sehat Wen, rasanya paru-paruku bisa bernapas normal lagi,"
"Aku juga lega dapat melihatmu lagi Seul," Wendy tersenyum kepada Seulgi sebelum mereka kembali berpelukan. Menyalurkan rasa rindu yang terpendam setelah sekian lama.
Mungkin jalan yang Wendy pilih untuk melarikan diri dari semuanya adalah pilihan terbodoh yang pernah ia buat. Melarikan diri untuk merelakan orang yang sangat ia cintai untuk hidup bahagia dengan orang lain. Wendy tidak pernah menyesalinya. Bahkan jika boleh ia lebih memilih pergi dari dunia ini selama-lamanya. Sehingga tak akan ada lagi orang yang tersakiti karenanya. Dan tanpa sepengetahuannya, seseorang selalu berdoa dan berharap setiap detiknya agar ia kembali dipertemukan dengannya. Meski hanya melihat punggung gadis itu. Tidak apa-apa, selama ia dapat melihat Wendy hidup dan baik-baik saja. Itu sudah lebih dari cukup.
#Sun
KAMU SEDANG MEMBACA
[SERENITY]
Short Story"I love you once," "I love you still," "I always have," "I always will," tentang kisah tiga manusia yang terikat takdir satu sama lain.