[3]

128 26 9
                                    

I left you first because

I don't want to see you alone

Since now I can't love you anymore


Tokyo. Februari, 2022.

Suho masih menatap Wendy yang tengah tertidur dari ujung kasur. Sejak pulang dari Tokyo Tower hingga tiba di apartemennya, gadis itu tertidur sangat lelap hingga Suho tidak tega untuk membangunkannya.

"Apa kau sedang mimpi buruk?" Ucapnya saat melihat kerutan di dahi Wendy. Suho lalu menyentuh alis gadis itu. Mencoba untuk membuatnya lebih tenang.

Suho mematung saat kedua tangan Wendy merangkulnya erat. Membuatnya tak berkutik seketika. Ia lantas membalasnya dengan sebuah kecupan hangat di puncak kepala Wendy yang kini sudah bersembunyi dengan nyaman di dekapannya. Suho memang memiliki perasaan lebih kepada Wendy. Dan gadis itu mengetahuinya. Hanya saja Suho tahu hati gadis itu bukanlah untuknya.

"Terimakasih untuk hari ini,"

Suho hanya diam, membiarkan gadis itu berbicara apa yang menjadi beban pikirannya hari ini.

Suho yang tadinya ingin pergi setelah memastikan Wendy sudah tidur kembali menghentikan niatnya saat tangannya di genggam Wendy, "Jangan pergi Kak. Tidurlah denganku malam ini,"

Suho menurut. Ia lalu tidur disamping Wendy dengan tangannya yang merangkul gadis itu.

"Kak?"

"Hmm?"

"Aku bertemu dengan Kak Irene tadi di rumah sakit,"

"Dia masih cantik seperti dulu," kekehnya pelan sebelum ia sadar air bening itu mulai mengalir deras.

"Aku ingin memeluknya. Tapi aku tidak bisa. Terlalu banyak hal buruk yang sudah ku perbuat padanya,"

"Harusnya aku mati saja dulu. Harusnya aku yang sakit bukan dia,"

"Jika aku mati, dia pasti selamat kak," Pertahanan Wendy yang ia bangun mati-matian selama ini runtuh seketika. Rasanya sangat sakit melihat gadis itu terus menyalahkan dirinya sendiri atas apa yang terjadi lima tahun yang lalu.  

Suho memaksa Wendy untuk melihatnya, matanya menatap dalam mata coklat hazel Wendy yang sudah berair, "Dengarkan aku Wen. Kau tidak salah sama sekali. Itu kecelakaan. Dan itu bukan salahmu!"

"Jangan pernah berkata seperti itu. Kau sudah terlalu banyak berkorban untuk mereka. Jangan lupakan itu!" Suho membelai lembut surai Wendy dan menghujaninya dengan kecupan singkat.

"Kak bawa aku pergi. Aku mohon,"

"Pasti."

***


Irene masih melamun di kamarnya. Sejak pertemuan yang tidak disengaja dengan Wendy. Pikirannya hanya tertuju pada gadis itu saja. Di dalam hatinya ia sangat bersyukur mengetahui kenyataan gadis itu baik-baik saja selama lima tahun terakhir. Namun disisi lain ada rasa kepedihan yang teramat dalam saat melihat Wendy. Gadis periang yang kini telah berubah selamanya.

"Rene?"

Chanyeol masuk dan mendapati Irene yang hanya duduk diam di dekat jendela. Memandang lurus ke arah luar. 

"Apa ada yang sakit?" ia berjongkok di hadapan Irene. Gadis itu akhirnya sadar bahwa telah ada seseorang dihadapannya kini. Ia lantas tersenyum.

"Tidak ada," ia menggeleng. Menatap Chanyeol dalam.

"Aku hanya merindukan Ji," lanjutnya pelan.

Wajah Chanyeol yang tadinya terlihat khawatir bila terjadi sesuatu dengan istrinya itu kini sirna dan digantikan dengan senyuman.

"Kalau begitu ayo pulang. Ji pasti sudah sangat rindu dengan Mamanya," ia mengecup kening Irene lama lantas  mendorong kursi rodanya menjauh dari jendela kamar.

Irene dan Chanyeol telah tiba di kediaman mereka yang terletak di tengah Kota Seoul. Dua tahun silam, Chanyeol memutuskan untuk tinggal di perumahan daripada tinggal di apartemen. Ini ia lakukan agar memudahkan Irene dalam penyembuhan. Terutama wilayah rumahnya kini lebih dekat dengan rumah sakit. Jika terjadi sesuatu dengan Irene, ia bisa langsung membawanya ke rumah sakit. Baru saja memasuki gerbang rumah, senyum Irene terukir lebar saat seorang gadis kecil berlari ke arahnya. Gadis berumur 5 tahun itu langsung memeluk Irene erat. Menyalurkan rasa rindu kepada sang Ibu yang telah pergi ke Jepang selama seminggu. Tapi bagi gadis kecil bernama Park Jihyun, itu seperti setahun rasanya.

"Mama, Ji sangat rindu. Kenapa Mama lama sekali di Jepang?" gerutunya tak lupa sambil memeluk Bubu, boneka beruang favoritnya.

"Maaf ya sayang. Mama janji besok-besok tidak akan lama perginya,"

Chanyeol mencoba menggedong putrinya tapi ditolak mentah-mentah oleh Ji yang membuat Irene tertawa lepas. Biasanya Ji akan menempel bagai prangko dengan Chanyeol. Ditinggal sebentar oleh Chanyeol saja gadis itu langsung menangis kencang dan tidak mau berhenti jika tidak digendong oleh ayahnya. Waktu memang berlalu sangat cepat. Bayi mungilnya kini sudah tumbuh besar dan semakin mirip dengan Ibunya. Terutama warna matanya yang sangat identik, coklat hazel.

"Ji masih marah sama Papa?" Chanyeol bersuara. Ji hanya diam dan terus menempel pada Irene. Bahkan gadis kecil itu tak melirik Chanyeol sama sekali.

Ji marah. Ia masih tidak terima. Minggu lalu, saat ia tahu Irene akan pergi Chanyeol berjanji akan mengajaknya tapi di hari keberangkatan Irene, Ji malah dititipkan di rumah Baekhyun. Kan Ji juga ingin pergi ke Jepang. Ji ingin menemani Mamanya. Terutama kalau Ji ikut pergi, Ji bisa bolos sekolah. Salah satu hal yang paling Ji benci setelah Paman Baek yang selalu menjemputnya telat. 

"Padahal Papa bawa permen kesukaan Ji. Kalau Ji marah, Papa sumbangin aja permennya ke Paman Baek,"

Sepersekian detik kemudian, Chanyeol mengerang keras karena hantaman kecil yang diberikan Ji padanya.

"Papa jahat," Ji pun menangis kencang.

"Chan?!" Irene memberikan tatapan tajam padanya. Chanyeol itu penyanyang tapi juga sangat usil kepada putrinya sendiri. Tak heran jika Irene selalu dibuat pusing oleh kelakuan suaminya yang kadang sangat kekanak-kanakan. Seperti sekarang ini. Menggoda Ji hingga ia menangis.

"Iya, sayang bercanda,"

Chanyeol lalu menggedong Ji masuk ke rumah sembari mendorong Irene, "Uh anak Papa yang paling cantik. Permennya masih di koper nih. Lagian Paman Baek juga tidak suka permen,"

"Udah ya kalau nangis nanti cantiknya luntur. Lihat, sudah mulai luntur kan?" Ia mengusap air mata Ji yang tak kunjung berhenti.

"Papa minta maaf ya," Chanyeol menghujani Ji dengan ciuman disetiap lekuk wajah gadis kecil itu. 

"Ji maafin Papa, tapi Ji mau es krim sekarang,"

"Iya, habis ini kita beli es krim di tempat biasa,"

Ji pun bersorak riang mendengarnya.

Sesuai janji, Chanyeol akan membelikan es krim untuk Ji sore ini. Ji pun sudah rapi dengan mini dress berwarna pinknya. Chanyeol menggandeng Ji ke mobil setelah berpamitan dengan Irene. Mobil sedan hitam itu pun perlahan menghilang dari pandangan Irene yang duduk di teras depan. Setelah memastikan Chanyeol dan Ji telah pergi. Ia mendorong kursi rodanya menuju kamar dan mengunci rapat pintu kamarnya. Ia lalu mengambil ponselnya yang disimpan Chanyeol di nakas meja dekat tempat tidur. Tanpa ragu ia mengetikan sebuah nomor tidak dikenal dan menelfonnya. Tak berselang lama, suara seorang pria asing mulai terdengar dari seberang panggilan.

"Halo, Rene?" pria itu menjawab panggilan telfon Irene.

"Halo Suho. Ini Irene," jawab Irene dengan hati-hati.








#Sun


[SERENITY]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang