Gembira di A Minor #2

93 17 22
                                    

Nama yang cukup menggelikan saat aku mengingat kali pertama dia memperkenalkan dirinya

- Gembira di A Minor.

_____

"Bapak kok diem aja sih. Bantuin pak" seru pria berseragam yang telah turun dari motornya beberapa menit yang lalu.

Satpam yang sedari tadi melongo langsung membuka gerbang sekolah dan menghampiri dua manusia yang dapat dipastikan mereka murid baru dari sekolah itu.

"Saya bawa dia ke UKS, minta tolong bapak bawa motor saya ke parkiran" tanpa basa basi lagi pria berseragam itu langsung menerobos masuk.

Lapangan upacara sudah dipadati oleh siswa siswi serta bapak ibu guru yang akan memulai kegiatan wajib di hari senin, upacara bendera. Tidak langsung memasuki barisan peserta upacara pria berseragam tadi berjalan lurus ke luar lapangan menghiraukan berjuta pasang mata yang memperhatikannya.

"parah ganteng banget"

"tipe gue banget berondong yang cool gini"

"tapi siapa cewek beruntung yang dia gendong itu?"

Beberapa cuitan yang terlontarkan dari kakak kelas yang kurang khidmat dalam mengikuti upacara pagi ini.

***

Bau minyak kayu putih tercium oleh indera ke limaku. Aku mengerjapkan mata lalu membuka perlahan, sejenak aku berpikir sedang dimana sekarang?

Sosok pria dengan botol minyak kayu putih berlabel "Cap Lang" di tangannya membuatku teringat bahwa dialah yang tadi menabrakku di depan sekolah, meskipun hanya melihat sekilas tapi aku yakin dialah pelakunya.

"Lo yang nabrak gue tadi kan?"

"Udah sadar. Kalo gitu gue pergi dulu" pria itu beranjak dari kasur sebelahku.

"Pertanyaan gue barusan belum lo jawab" aku memicingkan mata untuk memastikan bahwa dugaanku memang benar.

"Lo gak perlu tanya. Harusnya lo bersyukur karena gue lo bisa masuk sekolah ini dengan selamat" setelah memberi jawaban yang tidak sama sekali aku mengerti pria itu pun pergi dari ruangan ini.

Untuk sesaat kepalaku merasakan pening yang tak karuan setelah beranjak dari posisi tidur. Aku pun mencoba memijit pelipisku dengan sebelah tangan, tapi tanganku berhenti ketika menyentuh benda yang menepel di dahi. Tangan sebelahku merogoh ponsel di saku. Tak perlu membuka aplikasi kamera B612, dari layar ponsel yang mati saja aku bisa melihat bahwa ada plester melekat di dahiku, di tambah lagi ada benjolan bertengger di sana. Sudah dapat ku pastikan ini ulah pria tadi.

Dengan sumpah serapah yang aku teriakan dalam hati aku pergi dari ruangan bertulisan "UKS" di atas pintu. Aku berniat menuju lapangan upacara, tapi sepertinya upacara telah lama di bubarkan. Karena yang kulihat hanya ada seorang guru yang sedang menakuti beberapa muridnya dengan sebatang rotan. Di hadapan sang merah putih mereka menantang matahari yang mulai meninggi, kemudian mereka berhamburan mencabuti rumput di taman kecil sekeliling lapangan. Baik siswa maupun siswi mereka diperlakukan sama. Kemungkinan mereka adalah siswa siswi yang melakukan pelangggaran selama mengikuti upacara bendera dan mereka yang datang terlambat ke sekolah. Meski baru kemarin lusa penutupan MOPDB tapi aku sudah mengingat peraturan yang dibacakan kakak-kakak osis tiap hari selama masa orientasi.

Gembira di A Minor Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang