Gembira di A Minor #3

83 15 78
                                    

Sedikit rasa rindulah yang membantu mereka bertemu. Tapi sekarang ini rindu tak sedikitpun membantunya lagi.

- Gembira di A Minor

--------------

Setengah jam yang lalu bel pulang sekolah berdering menyisakan beberapa siswa teladan pergi ke ruang rapat, sebagian siswi yang asyik melanjutkan gosip yang tadi sempat terjeda saat guru mata pelajaran fisika datang ke kelas sebelum bel istirahat berakhir, dan February dengan pikirannya sendiri. Fokusnya hilang saat benda di sakunya bergetar.

Drrtt. Drrttt

Aunty Diana is calling you...

"Hallo te"

"Hallo sayang, kamu uda pulang sekolah? Kata bik Inah kamu belum di rumah." suara dengan nada cemas dari seberang telepon genggamku.

"Mmm.. Febu, F Febu tadi daftar ekskul dulu te. Ini uda mau balik kok"

"Gitu ya, yaudah deh. Hati-hati di jalan ponakan tante yang paling cantik"

"Siap"

Terdengar kecupan sekilas sebelum panggilan terputus. February bukanlah tipe cewek yang mudah berbohong, dari nada bicaranya saja Diana sudah dapat menebak bahwa keponakannya sedang tidak berkata jujur. Tapi kali ini Diana tidak ingin memaksa keponakannya berterus terang dengan berbagai pertanyaan darinya, ia mengulur sedikit waktu agar keponakannya yang tertutup itu tidak lagi menyembunyikan masalahnya sendiri.

Lain dengan Diana yang tidak mempermasalahkan kebohongan February. Justru February merasa menyesal karena mencoba menutupi kebenaran, sebenarnya hanya satu alasannya. Dia tidak ingin Diana merasa cemas setelah apa yang terjadi padanya kemarin malam, ditambah lagi bekas luka di dahinya yang pasti akan membuat Diana sedih dan khawatir.

Maafin Febu tante -batin February.

February masih merasakan cenat-cenut saat ia memegang plester yang menempel di keningnya.  Seketika terlintas kejadian kemarin sore saat  kedua orang tuanya bertengkar hebat. Yang mampu membuat wanita setegar Mamanya menumpahkan air mata untuk pertama kali yang selama ini tak pernah mencair meski Papa February sering menyakiti perasaannya. Ia bahkan menangis layaknya istri pada umumnya yang ditinggal suami untuk waktu yang cukup lama. Memang selama ini Mama dan Papanya tak sering tinggal bersama, sedikit rasa rindulah yang membantu mereka bertemu. Tapi sekarang ini rindu tak sedikitpun membantunya lagi.

Gadis itu menatap ujung sepatunya lalu menutup mata, menggelapkan ingatan yang baru saja diputar kembali oleh memorinya.

"Eh elo belum pulang juga?"

"Kenalin gue January. Panggil aja Jenu"  terdengar suara yang semakin mendekatinya. February membuka mata perlahan bertepatan dengan pemilik suara mengulurkan tangannya. Ia menoleh pada seseorang pria yang duduk di sebelahnya, pria berwajah sama dengan pria yang menabrak juga membuntutinya tadi pagi. Bukan menjabat tangan pria itu, February justru memilih berdiri lalu melangkah pergi.

'sok deket banget nih cowok' - gumam February.

"NAMA GUE JENU DARI KELAS X IPA 4" tak urung kaki pria itu mengikuti jejak sepatu orang yang berjalan dua meter di depannya.

Gembira di A Minor Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang