PROLOG

14 3 0
                                    

Gila!

Untuk kesekian kalinya cewek itu merutuk. Melihat sahabatnya yang memang sudah benar-benar gila.

"HIDAN!!!" cewek itu berteriak. Mencoba memanggil namanya. Namun percuma, suaranya kalah keras dengan jeritan para cewek-cewek alay yang katanya sih 'ngebaperin' itu.

Dia mendengus. Berlari menuruni anak tangga menuju tempat sahabatnya berada. Namun dia terlambat. Sekarang, di hari itu juga, di jam itu juga, di detik itu juga, dia harus menjaga jarak dengan sahabatnya sendiri.

Hidan.

"Lan," panggilan itu menyentak lamunannya, namun tidak mengalihkan perhatiannya. Pandangannya masih tetap ke arah yang sama.

"Kita ke kelas aja ya," ajaknya sambil menarik tangan cewek itu. Membuat pandangannya beralih ke arah lain, tapi pikirannya tetap tertuju ke arah yang sama.

"Lo kenapa sih Lan? Lo ada masalah sama Hidan?"

Kini tatapan cewek itu beralih pada orang di hadapannya. Dia mendorong keras bahu orang itu lalu pergi entah ke mana. Dia menghela napas pelan. Entah cewek itu sadar atau tidak, tapi dia sadar kenapa tingkahnya seperti itu.

Cewek itu berjalan cepat di koridor. Suasananya kini kembali seperti semula, namun masih dengan topik yang sama. Dia mendengus, enggan memberikan tatapan pada siapa pun, sampai akhirnya...

"Kilan!" panggilan itu membuatnya berhenti. Dia mendongak, jantungnya berdebar kencang, seperti biasanya ketika cewek itu bertemu dengannya. Namun tak lama cewek itu menetralkan keadaannya. Bersikap seperti biasa.

"Lo mau ke mana?"

"Mau nyari tempat yang aman," cowok itu mengerutkan keningnya, tidak mengerti ke mana maksud dari cewek itu.

"Tempat yang aman?" dia mengulang jawaban Kilan namun dengan nada bertanya. Tatapannya kini beralih pada gadis di sampingnya. Gadis yang sudah menjadi miliknya beberapa detik yang lalu, yang membuat sekolah heboh dengan aksi yang dia lakukan, dan membuat banyak cewek yang ada di sana kehilangan harapan untuk mendapatkannya. Termasuk cewek itu.

Kilan mendengus pelan. Dia benci ada di posisi ini. Lalu tanpa ba-bi-bu lagi dia pergi melewati pasangan itu. Tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Kecuali hatinya yang terus merutuk dan memaki, juga matanya yang terus mendesak dirinya agar sesuatu di sana keluar.

Satu ruangan itu, setidaknya adalah tempat yang aman. Tempat yang bisa menyimpan segala rasa kesalnya tanpa harus orang tahu. Segala rasa yang tidak sepantasnya ada. Dia menangis di dalam kamar mandi.

Mencoba menahan sesenggukannya agar tidak ada orang yang mendengar tangisannya. Cewek itu berjanji, tangisan ini adalah tangisan terakhir tentang dia. Tidak akan ada lagi sebuah tangisan untuknya. Tidak akan ada lagi sebuah rasa kecewa yang dia rasakan darinya. Cukup sampai di sini. Dan kali ini, ia yakini semuanya tidak akan pernah sama lagi.

Impossible YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang