Hari ini adalah ulang tahun Alina. Hari ulang tahun Aini. Dan juga hari ulang tahunku. Kami sepakat untuk saling bertukar kado pada hari ulang tahun kami. Untuk alina aku akan memberikannya wishing jar yang waktu itu aku beli di toko stationary di ciwalk saat masih liburan lebaran di Bandung. Aku begitu tertarik dengan benda kaca itu. Aku menyukai benda itu. Namun aku menyayangi alina juga. Jadi setelah aku pikir berkali-kali, aku memutuskan untuk memberikannya kepada alina. Untuk aini, aku memberikannya bingkai foto berwarna merah marun yang aku beli di IKEA pada liburan kenaikan kelas lalu. Waktu itu aku membeli banyak sekali bingkai foto. Karena aku yakin, aku pasti akan menghadiahkannya kepada siapapun-temanku yang akan berulang tahun.
Aku salah satu dari milyaran anak generasi millennial. Jadi saat bangun pagi hal yang pertama aku lakukan setelah membuka mataku adalah meraba-raba keberadaan ponselku di kasur. Mengecek notifikasi yang masuk. Ada line. Dari dirinya yang tidak ingin aku sebut namanya. Yang waktu itu hatiku belum jatuh padanya. Ia ingin aku segera memberitahu kalau aku sudah sampai di sekolah nanti. Aku hanya membalas stiker "okay" dan aku segera bersiap ke sekolah.
Kelas masih sepi. Padahal rumahku tergolong agak jauh dari sekolah. Namun ternyata aku dan beberapa teman , yang rumah-kami lumayan agak jauh dari sekolah adalah-orang-orang pertama yang menurunkan kursi dari meja di kelas. Setelah menurunkan kursi dan duduk, aku membuka line. Dan memberitahukannya bahwa aku sudah di sekolah. Seperti yang dia perintahkan. Yang dengan bodohnya pula aku menuruti perintahnya. Yang ternyata ini adalah awal dari segala perihnya memori yang terulang di kepala.
Aku yang waktu itu belum jatuh hati padanya, sudah menyadari bahwa dia memang mulai mendekatiku semenjak masa orientasi. Hampir setiap waktu dia mengirimkan chat. Tapi aku masih merasa bahwa dia adalah satu dari milyaran laki-laki yang sama saja. Waktu itu. Sebelum aku jatuh hati padanya.
Lima menit kemudian dia memintaku untuk turun ke lantai bawah. Dan aku menurutinya.Sekolah masih sepi. Dia berada tepat di depanku. Rambutnya terlihat masih basah. Jaket merah-abunya masih ia kenakan, dengan tas sport-oranye di dadanya. Ia tersenyum. Begitu pula aku. Berusaha sopan saja. Ia mengeluarkan bungkusan bermotif batik dan mengatakan, "happy sweet sixteen" . Bagaimana dia bisa tahu hari ulang tahunku? Tunggu, mungkin dia sudah stalker profil facebook ku (?)
Sahabatku satu kelas dengan dirinya. Aku-dan-sahabatku, kami berdua sudah bersahabat sejak duduk di bangku kelas tujuh. Di hari ulang tahunku, orang tuaku sedang sibuk. Jadi aku pulang ke rumah sahabatku hari itu. Setelah selesai bertukar kado dengan alina dan aini sepulang sekolah.
Aku dan sahabatku memutuskan untuk mampir ke warung makan yang berada dua blok jauhnya dari rumah sahabatku untuk makan siang. Karena orang tua sahabatku-dua duanya sedang bekerja dan tidak ada yang masak di rumahnya.
Di warung makan itu, sahabatku memberikanku hadiah. Sebuah jurnal yang sangat lucu. Aku sangat menyukainya. Apalagi kartu ucapanya. Kau tahu-lah hal-hal persahabatan seperti ini yang akan kau kenang sepanjang hidupmu. Dan setelah acara buka kado dan saling berpelukan, aku menceritakan bahwa aku mendapat kado dari dia yang waktu itu aku belum jatuh hati padanya. Sahabatku itu menanyakan apakah aku sudah membuka kadonya. Aku bilang belum. Lalu kami buka bersama.
Sekotak jam tangan dengan kartu ucapan di dalamnya. Aku menyimpan kartu ucapannya. Aku harus mengevaluasi isi kartu ucapan tersebut terlebih dahulu sebelum sahabatku atau dia akan berubah menjadi heboh bak seorang paparazzi.
Jam tangan nya kebesaran. Bahkan sebelum aku mencobanya aku sudah mengetahuinya. Pergelangan tanganku sangatlah kecil. Bahkan aku kesulitan menemukan jam tangan yang cocok dengan selera ataupun ukuranku. Bentuknya kotak, berwarna coklat dengan jarum berwarna merah. Kami tertawa. Aku dan sahabatku tahu pasti bahwa aku tidak akan mengenakannya. Tidak sampai suatu saat dia yang memberikanku jam tangan sudah bersama denganku dan aku harus menjalani dare darinya. Oh, tolong jangan bayangkan betapa konyolnya aku.

YOU ARE READING
MEMORI
Roman d'amourAku tidak tahu darimana aku harus memulai. Semua bayangannya berputar di ingatanku. Menghantui mimpi-mimpiku. Padahal sudah hampir dua-tiga tahun lamanya. Mungkin cerita ini sama busuknya dengan cerita-cerita cinta kalian yang pernah SMA. Yang perna...