Hari minggu adalah hari yang menyenangkan, setelah kejadian menyedihkan kemarin keluarga besar Jika masih berkumpul, dan sepagi ini mereka sudah siap di meja makan untuk sarapan. Hingga lagkah yang terdengar semangat menuruni tangga membuat atensi semua orang beralih dan mata mereka membulat sempurna saat melihat siapa pelakunya.
"Jika??" yang dipanggil hanya menunjukkan cengiran lebarnya. "Hai semuanya, pagi,"
Dhani berdiri menghampiri Jika yang berdiri tegak di depannya, Dhani mengecek tubuh Jika berulang kali.
"Jika, kamu bisa berdiri??" Jika mengangguk. "Bagaimana bisa?" Jika mengangkat bahunya acuh.
"Jika bangun udah kaya gini," semuanya juga ikut mendekat, Nira menangkup wajah cucunya wanita yang sudah dimakan usia itu tersenyum saat tidak melihat rona pucat di wajah cucunya.
"Kamu seger banget, kaya nggak pernah sakit, ini keajaiban," Jika tersenyum.
"Jika laper, mau makan," semuanya tersentak, menggiring Jika duduk di kursinya. Mata Jika berbinar melihat makanan yang berjejer di meja makan.
"Wuah enak banget kaya nya nih," Dhani tersenyum menatap Jika senang, menyodorkan makanan khusus untuk Jika dan membuat Jika memalingkan wajahnya.
"Jika kan udah sembuh, masa harus makan gituan, nggak mau," Jika menyidekapkan tangannya, memalingkan wajahnya Jika memasang mode merajuk. "Tapi Jika.."
"Udahlah Dhan, gapapa Jika sayang mau makan apa? Nenek ambilin," Jika tersenyum senang saat Nira menawarkan itu.
"Jika mau makan ayam goreng, terus sayur, terus mie goreng, ada tempe," mereka terkekeh saat Jika mengabsen satu – persatu makanan yang ada dimeja.
"Ya ampun, perut kamu nggak bakal muat," berbeda dengan reaksi keluarga yang senang dengan kondisi Jika, Dhani meremas tangannya menatap Jika dengan cemas dan mata berkaca – kaca.
"Dhan, kamu kenapa?" teguran Rio membuat Dhani tersentak kemudian menatap saudaranya nanar,
"Gue tahu, tapi kita nggak bisa ngancurin kebahagiaan ini kan?"
"Tapi Yo, ini salah,"
"Kita bilang kalau Jika udah sama temen – temennya," Dhani menghela nafas panjang.
"Lo tahu apa yang gue pikirin?" Rio menghela nafas panjang. "Jika yang bilang, kalau dia udah capek, dia mau ngelakuin hal yang normal sama keluarga dan temen – temennya, tapi dia nggak ngasih tahu kapan dia akan pergi," mereka berdua menatap Jika nanar, berangkulan untuk saling menguatkan satu sama lain.
"Karena maut itu rahasia Tuhan,"
JIKA
Nathan, Rifki dan Alvin melongo parah begitu mereka sampai ke rumah keluarga Jika, mata mereka berkaca – kaca melihat Jika berdiri tegak menyambut mereka.
"Akhirnya kalian datang juga, ayo ke kamar," Jika menaiki tangga dengan semangat membuat mereka bertiga juga naik dengan semangat, meskipun terkejut karena kemarin kondisi Jika sangatlah lemah dan saat ini Jika seperti tidak pernah sakit.
"Kakek‼" suara teriakan Jika membuat semua keluarga mendekat dan mendapati Jika memasang raut wajah kesalnya. "Ada apa Jika?,"
"Ini kamar atau ruang ICU, pokoknya Jika mau semua itu di singkirin, dan satu Jika nggak mau ada obat tertangkap mata Jika," mereka saling berpandangan kemudian menghela nafas panjang. Indra mengacak rambut Jika gemas, kemudian meminta pelayan memindahkan semuanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
JIKA
Teen FictionHidup itu perjuangan, setelah berjuang kita menerima, menerima takdir Tuhan apapun bentuknya. ini hanya cerita singkat tentang seseorang yang sedang bertahan hidup dan berjuang untuk mati. meskipun pada akhirnya mereka menyerah dengan perjuangan mer...