Lembar Pertama

3.5K 220 19
                                    


Jika, sebuah kata untuk pengandaian dan harapan. Jika, sebuah kata untuk angan semu dan cita – cita. Jika, sebuah kata untuk harapan. Jika, sebuah kata untuk seorang sahabat luar biasa. Jika, namanya Jika.

Hidup bukan tentang bagaimana kita menjadi bahagia, hidup bukan hanya tentang bagaimana mencari rupa bahagia. Hidup bukan hanya sekedar mencari kebahagiaan semu. 

Hidup adalah hidup. 

Hidup adalah catatan kehidupan manusia, hidup adalah perjalanan dan yang paling pasti bahwa hidup bukan hanya untuk menikmati dunia ini. Hidup juga untuk mati.

Hidup semua orang tidak mudah. 

Tidak ada yang mudah. Sungguh demi apapun, tidak ada yang mudah hidupnya di dunia ini. Mereka memiliki porsi masing – masing sesuai keadaan mereka. Mereka memiliki kehidupan dan masalah mereka sendiri. 

Namun, manusia hanya mengeluh, selalu mengeluh, lagi – lagi mengeluh. Mengatakan dengan congkak bahwa hidupnya begitu menderita, mengalahkan milyaran orang di dunia. Mengeluh saja, tidak memandang bahwa dirinya begitu sempurna, bahwa dirinya jauh lebih sempurna dibandingkan tuna wisma yang menahan lapar beberapa hari disampingnya. 

Mengeluh, bagi mereka yang tidak pernah melihat bagaimana orang lain disekelilingnya. 

Mengeluh, pekerjaan mereka yang hanya memandang diri mereka yang paling menderita. 

Mata mereka buta dengan sekelilingnya. Buta dengan bagaimana ketabahan orang – orang yang ditolak seluruh dunia. 

Mereka alpha dengan semua itu. Mereka lupa dengan masa lalu mereka, dimana mereka bisa menjalani semuanya. 

Mereka melupakan orang – orang disekitar mereka. Ya, lupa bahwa mereka hidup dengan banyak orang disekeliling mereka. Mereka lupa bahwa mereka tidak hidup sendiri di dunia yang kejam ini. Mereka lupa, karena mereka tidak pernah bersyukur.



JIKA



Oktober 2010

Hujan pertama bulan oktober membuat pagi yang seharusnya ceria menjadi muram. Pagi yang biasanya hangat menjadi begitu dingin, membuat semua orang merapatkan jaketnya masing – masing. Enggan merasakan dinginnya udara pagi itu. kemudian merutuk pelan, mengharapkan matahari kembali hadir. 

Lupa bahwa biasanya mereka mengeluhkan betapa panasnya kota Jakarta saat sinar matahari tepat berada di atas kepala mereka. Jalanan berlubang yang belum sempat diperbaiki membuat genangan air bercampur lumpur, mengotori jalan saat ban besar melindasnya dengan cepat. Ada yang beruntung bagi mereka yang tidak sedang lewat saat ban besar itu melintasi genangan air. Dan ada yang kurang beruntung bagi mereka yang tengah lewat dan terkena cipratan lumpur kotor itu, kemudian mereka memaki keras. Sumpah serapah ditujukan kepada pengemudi mobil, kesal karena baju terbaiknya harus basah dan kotor. 

Kota Jakarta masih saja sibuk, meskipun udara dingin menyelimuti, jauh kontras dengan udara panas yang biasa hadir. 

Hanya mereka yang sudah bekerja sejak subuh yang melepas pakaian mereka yang basah, bukan karena hujan namun karena keringat, mereka pekerja keras yang dipaksa bertahan hidup di kehidupan keras kota Jakarta. 

Semua sisi kehidupan berjalan semestinya, teratur dan seperti biasa, tidak ada yang berbeda. Semuanya berjalan normal, dengan kehidupan masing – masing. Yang jelas, tokoh utama tidak pernah kalah.

JIKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang