The Voice

9 0 0
                                    

DOK DOK DOK DOK

Berhenti sejenak, Aiden memandangi tangannya yang memerah. Tersenyum sebentar sebelum melanjutkan pekerjaannya yang sempat tertunda tadi. bunyi 'DOK DOK DOK' kembali terdengar seiring dengan tangannya yang berayun naik turun. Mengayunkan sebilah pisau daging besar pada sesuatu yang teronggok di depannya. Di sekitarnya tertumpuk puluhan toples kaca berisi sesuatu berwarna merah pekat. Aiden menyeka keringat di dahinya sebentar, sebelum mengambil kantong plastik hitam besar. Dibungkusnya sisa barang yang sejak tadi dikerjakannya. Membungkusnya rapi dan meletakkannya di samping tumpukan toples kaca tadi.

Matanya tertuju pada sebongkah kepala manusia di atas meja. Kepala manusia berwajah tampan bak malaikat. Oh bahkan bibirnya membentuk senyum manis nan ramah meskipun tanpa jiwa dan tubuhnya. Aiden memandang kepala itu sedih.

"Oh Dennis yang malang! Kuharap kau mau memaafkanku. Aku tidak tahan melihatmu kesakitan tiap malam. Kau pasti sangat menderita, bukan? Tenanglah sekarang kau tak perlu merasakannya lagi." Senyum getir tersungging dibibir berganti dengan isak tangis memilukan.

Aiden berhenti terisak. Berdiri, diambilnya sebongkah kepala milik kakak terkasihnya itu. Perlahan diletakkannya di dalam kulkas. Dipandanginya sebentar sebelum menutup pintu kulkasnya.

"Aiden! Hei, Aiden!" didengarnya sesuatu memanggil dari dalam kulkas. Aiden membukanya. "Hai, Dennis! Aku minta maaf sudah membunuhmu." matanya kembali basah. "Tak apa. Yang lalu biarlah berlalu." kepala itu bersuara."Sekarang kau bisa terus menemaniku di rumah, Den." Aiden tersenyum senang, begitupun sosok kepala bersenyum malaikat itu.

Tanpa disadari Aiden, seorang wanita cantik telah berdiri di pintu masuk dengan raut wajah ngeri melihat Aiden berbicara di depan kulkas dengan kepala lelaki yang dicintainya didalamnya.

Perlahan Aiden menolehkan kepalanya. Sedikit terkejut melihat kekasih kakaknya itu di depan pintu. Wanita Asia yang selalu hadir di mimpi basahnya tiap malam.

"Jihyo..." Aiden menggumam.

"Hei, Aiden. Aku tak mau sendirian di kulkas ini. Setidaknya biarkan kekasihku menemaniku." Didengarnya kepala tersebut meminta.

Aiden tidak menjawab. Ia hanya berjalan mendekati Jihyo yang masih super shock hingga bahkan tak mampu berteriak ataupun bergerak. Tangan Aiden nyaris mencapai bahunya sebelum Jihyo beringsut menjauh tiba-tiba.

Ketakutan, dicobanya meraih pintu keluar namun dengan cepat Aiden menarik dan menghempaskan tubuh mungilnya hingga punggung wanita itu tepat menghantam lantai dengan keras. Jihyo yang malang. Mungkin punggungnya patah. Jihyo hanya bisa menangis ketakutan. Membayangkan nasib apa yang bisa menimpanya beberapa menit kedepan.

Aiden mendekati Jihyo yang makin sulit bernapas. Dibelainya wanita yang disukainya itu.

"Jihyo... kau kesakitan? Kau menderita? Tenanglah aku akan membebaskanmu." Aiden memeluknya sambil terisak.
"Hiks. Aiden... kumohon.." isak Jihyo lemah. Napasnya semakin kesulitan.

Aiden bangkit, mengambil pisaunya yang selalu terasah tajam. Dengan cepat memisahkan kepala Jihyo dari tubuhnya dan meletakkannya disamping kepala Dennis di dalam kulkas.

Kini Aiden tersenyum manis melihat kedua kepala itu saling tersenyum bahagia. Sekarang Aiden bisa hidup bahagia bersama dua orang terkasihnya. Selamanya.

Just in his view

Fin

Tales Of The SilenceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang