Hidup yang Aku Jalani Sesederhana Meminum KopiTepat dua agustus, diawal peradaban abad keduapuluh. Aku dilahirkan. Secara sengaja dan terencana. Di atas ranjang yang dingin namun menghangatkan. Dilahirkan di kota metropolitan, ditengah era perkembangan zaman. Ayahku berikrar kala itu. Cepat besar, nak. Ayah tak sabar melihat foto mu dengan seragam toga yang elegan. Aku sontak tertawa riang, melihat ayah ku sangat pandai membawakan lelucon. Namun ayahku panik seketika, terlihat bingung sembari bertanya-taya. “Dok, kok anak saya ga nangis?,” katanya.
Sejak lelucon kala itu. Ayahku menjadi sosok yang membuatku tumbuh menjadi anak periang, dan mulai melupakan pertayaan kepada dokter kala itu yang tak sempat terjawab. Aku pun terus berkembang, menjadi seorang balita yang bertekad mengarungi dunia. Saat aku lapar, aku makan sebanyak yang kumau. Saat haus, aku minum segala yang kusuka. Itulah langkah awalku dalam mengarungi dunia. Kelak, aku akan menjadi raja. Tekadku dalam hati sedikit menggerutu, sembari memainkan robot-robotan kala itu.
Kini, aku mulai tumbuh menjadi lelaki yang dewasa. Lelaki dengan legalitas kewarganegaraan yang resmi. Pejantan yang sudah cukup umur untuk jatuh hati. Tekadku menjadi raja kuurungkan. Mengarungi dunia pun kubatalkan. Bukan berarti aku tak punya mimpi. Mimpiku sederhana. Namun, tetap istimewa. Aku mempunyai mimpi untuk sukses. Tetapi bukan dalam hal kuantitas. Melainkan sukses menjadi diri sendiri yang berkualitas. Bukan pula dalam hal harta maupun tahta. Karena sukses perihal berhasil mengendalikan jiwa dalam raga , bukan sekadar kalkulasi matematika.
-ikhsan.hirata
Disela-sela mimpi yang bergejolak. Kuhirup kopi hitamku yang mulai mendingin. Seketika lidah dan bibirku merasakan nikmat kopi kali ini yang tak tertahankan. Pahit dan manis bersatu tanpa kemunafikan. Seperti halnya hidup yang harus kuperjuangkan. Pahit dan manis tak ada pilihan. Keduanya harus kutelan secara bersaman. Saat itu, aku tersadar. Bahwa hidup yang harus kujalani, hanya sesederhana meminum kopi. Suka duka cukup dijalankan, telan! Perihal hasil biar Tuhan yang menentukan.
Aku terus Berdarah, tapi Cinta tak Pernah Salah
Seperti manusia pada umunya, Aku pun pernah jatuh cinta. Namun, cintaku bukan sekedar cinta biasa. Cinta yang kupunya adalah cinta yang datang tanpa dipilih. Tetapi ia tumbuh tanpa kusadari. Mungkin benar, cinta bisa tumbuh karena seringnya bertemu. Itulah yang aku alami. Terjerat cinta yang semakin hari semakin menjadi. Bahkan aku selalu ingin berlama-lama dengan dia yang kucinta. Agar tak terperangkap dalam lautan rindu yang terus menerpa.
Namun, aku belum cukup jantan untuk mengatakan bahwa aku cinta. Belum berani kuucap bahwa aku ada rasa. Aku terus saja diam, lalu terpejam dalam bait-bait kerinduan. Aku takut cinta ini hanya milikku sendiri. Sedangkan kamu tidak sama sekali. Itulah mengapa aku lebih memilih untuk memendam. Baik-baik cinta ini tetap kusimpan. Jauh direlung hati yang terdalam.
Hingga tiba saatnya, kamu selalu membalas senyumku. Kamu mulai katakan rindu meski sedikit malu-malu. Aku anggap itu sebagai lampu hijau. Aku sangat yakin bahwa kita memang ditakdirkan untuk bersama. Saat itu, di malam yang hening tanpa kata. Aku memulai obrolan yang tak kunjung terbuka. Aku memberanikan diri. Aku katakan bahwa aku cinta, dan kuajak kau untuk bergabung didalamnya. Namun, tak kusangka. Semua runtuh hanya satu dalam kata.
Saat itu, mungkin aku adalah kepingan hati yang paling patah. Pipiku tak henti-hentinya basah. Hatiku terus berdarah. Tapi aku tetap yakin bahwa cinta tak pernah salah. Aku tak berdaya. Apakah cinta ini harus selesai? Bahkan disaat aku baru saja memulai. Aku hanya ingin menjadikanmu selayaknya seorang pasangan. Namun, kamu bilang kita hanyalah sebatas teman.
Kesedihan yang Tak Berkesudahan
Terlalu mengagumimu seperti halnya aku menggenggam sekuntum mawar. Cantik dan indah namun berduri. Yang semakin kugenggam semakin menyakiti. Namun entah mengapa, rasa ini tetap memilih ada. Logika telah berkata untuk pulang. Tetapi hatiku terus saja ingin berjuang. Meski aku tahu bahwa cintamu tak pernah datang.
Mungkin kehadiranku membuatmu semakin jenuh, Sementara aku? Tetap setia menanti tanpa pernah kau sentuh. Aku di sini selalu menunggumu, Sementara kamu? Selalu bertingkah semaumu. Kamu semerta-merta membuat alurmu sendiri, seakan-akan hanya kau lah yang punya hati. Sebenarnya ini salah siapa? Hatiku yang terus saja memaksa, atau kamu yang tak cinta tapi seolah ada rasa? Bibirmu berkata bahwa kita hanya sebatas teman, tetapi matamu menatap seolah mengundang perasaan. Satu hal yang aku ketahui, bahwa sebatas teman tidak melakukan seperti apa yang telah kita lalui.
Hatiku rapuh. Kau yang membuatku terbang, kau pula yang menjatuhkan, bahkan sampai ke dasar jurang. Aku tak tau apa yang harus aku lakukan. Aku telah mencintaimu terlalu jauh. Tidak ada alasanku untuk berhenti. Tak sampai hati aku meninggalkanmu. Bahkan, jauh darimu pun aku tak mampu. Aku selalu menanti dan menikmati saat-saat aku dekat denganmu, berdua saja sampai tak peduli waktu. Namun, aku tak pernah mengerti apa yang kau rasa. Apakah kamu bahagia kala itu? Atau bahkan hanya kau anggap sebagai angin yang berlalu? Aku tak pernah tahu. Yang aku tahu, kau selalu mengelak ketika ditanya rindu.
Aku bimbang di bawah tebing-tebing keraguan. Terjebak dalam analogi sederhana. Tentang rasa dan cinta; Yang seketika rumit diterpa realita. Disini, aku lemah tak berdaya, terus berlarut dalam kesedihan yang tak kunjung berkesudahan. Sedangkan kau asik di sana, dalam duniamu tanpa ada aku di dalamnya. Mungkin, kau juga punya cinta, tetapi bukan untukku. Satu hal yang perlu kamu tahu, aku tak pernah membenncimu hanya karena kau tak membalas cintaku.
Aku Pamit
Logika terus berteriak agar aku berhenti. Namun, hati selalu menyemangati, seraya berkata “Apa perjuanganmu hanya sampai disini?.” Namun, aku berfikir lagi. Lagi dan lagi. Jika memang cinta itu buta, bukan berarti tanpa logika. Kamu bagaikan hujan, yang datang dan reda tak beraturan. Sementara aku, hanya pepohonan usang di tepi jalan. Yang selalu menunggu waktu-waktu airmu datang, meski terkadang harus melewati kering dan kerontang. Namun, aku tak bisa terus saja bertahan. Aku harus menemukan hati yang datang dengan ketulusan. Menyirami akar-akarku, tanpa tega melihat aku menunggu musim penghujan datang.
Mungkin kesalahan terbesar ada pada diriku. Yang menganggap bahwa kita ditakdirkan untuk bersatu. Jangankan untuk membalas cintaku? Jika kau saja tak mengerti apa itu mencintai. Bahkan, kau tak megerti cara untuk menghargai. Aku tak menemukan cinta yang sebenarnya pada dirimu. Yang aku alami, hanyalah melewati hari-hari dengan kerinduan, tanpa satu pun terbalaskan. Kelak, kamu akan tumbuh dewasa. Kamu akan paham apa yang kurasakan. Dan kamu akan menemukan, alasan mengapa aku pernah bersikeras bertahan.
Cinta adalah seperti halnya aku menyukai buku, lalu aku bisa membacanya. Selayaknya aku meyukai kopi, lalu aku bisa meminumnya. Tidak sepertihalnya aku mencintaimu, namun kian hari tak bisa bersatu. Buku,kopi, dan kamu telah mengajarkanku, bahwa; Bukuku ditangan kiri, kopiku ditangan kanan, sedangkan jodohku di tangan Tuhan. Sekuat apa pun aku mencintai, tak ada gunanya jika aku hanya berjuang sendiri.
Hingga pada akhirnya, aku memilih berhenti. Aku harus merelakan apa yang tak seharusnya kumiliki. Bukan karena aku menyerah, tetapi aku harus mengalah. Tidak bisa aku pungkiri, bahwa cinta perihal memiliki. Terlalu naif bagiku jika terus mencintaimu yang entah mencintai siapa. Mulai sekarang, bawalah hubungan ini kemana pun kamu suka, karena sudah tidak ada kata “kita” di dalamnya. Hanya menyisakan sepotong hati, yang tak pernah mengerti apa kemauanmu. Namun, memang begitulah adanya. Kamu selalu abu-abu, selalu saja membuatku ragu. Kamu tak pernah terlihat hitam ataupun putih, apa yang ada di hatimu pun tak pernah pasti. Biarkan detik waktu meleburkan cerita cinta kita yang telah usai, tanpa peduli berapa lama rasa ini akan melerai. Aku pamit.
*terimakasih telah membaca, kritik saran, pesan dan kesan silahkan berkomentar. Tunggu next update berikutnya. Dont forget vomentt
KAMU SEDANG MEMBACA
Senja dan Permata
Teen Fiction"Tak bisa dipungkiri, bahwa cinta adalah perihal memiliki." -ikhsan bumantara "Terkadang, senja yang jingga adalah pelerai dari luka-luka." -ikhsan bumantara "Perlu kamu ketahui, aku jatuh cinta padamu berkali-kali. Terhitung dari pertemuan kita kal...