"Karena dilupakan oleh orang yang kita sayangi, tidak pernah tidak menyakitkan."
Gabriel Achazia Pranadipa
⌛⌛
Keesokan harinya, Gabriel kembali ke rumah sakit di mana Audrielle dirawat. Audrio kemarin malam menginap di kamar inap Audrielle, jadi ketika Gabriel datang, Audrio sudah ada.
"Bro," sapa Gabriel. Sebagai jawaban, Audrio mengangguk kemudian kembali melanjutkan aktivitasnya yaitu menatap Audrielle.
Gabriel melakukan hal yang sama. Walaupun berjam-jam yang mereka lakukan hanya menatap Audrielle, itu tidak akan pernah membuat mereka bosan. Karena di setiap detik, menit, dan waktu yang berlalu, harapan mereka hanyalah satu, Audrielle bangun.
"Kamu gak kangen gitu ngobrol sama aku, Elle?" Gabriel bertanya, tapi sama seperti sebelumnya, hanya keheningan yang menjawab.
Setelah yang Gabriel dan Audrio lakukan hanyalah diam, Audrio membuka suara. "Riel, mending lo pulang, udah malem, besok kan lo sekolah."
Meskipun cowok yang disuruh pulang itu tidak mau pulang, tapi ia tidak membantah ucapan Kakak pacarnya itu. Ia mengangguk dan memutuskan untuk pulang.
"Kalo ada kabar, jangan lupa hubungin gue, ya." Audrio sudah sangat menghafal ucapan kekasih adiknya itu setiap menjenguk Audrielle.
"Kapan, sih, gue lupa."
Tapi nyatanya, setiap hari Gabriel menunggu kabar baik, kabar itu tidak pernah ada, yang ada hanyalah kabar tentang kondisi Audrielle yang memburuk.
⌛⌛
Malam ini, hujan turun, menemani sosok Gabriel yang sedang dilanda kesedihan. Tidak lupa dengan lantunan lagu yang semakin mendukung perasaan cowok itu.
Pikirannya bercampur aduk. Tentang penyebab kecelakaan Audrielle dan kondisi Audrielle yang semakin memburuk. Cowok itu tidak pernah tahu siapa penyebab dari kecelakaan yang kekasihnya alami beberapa bulan silam.
Ia berusaha mencari tahu, tapi ia tetap tak pernah tahu alasan dan penyebabnya. Mungkin pelakunya terlalu pintar menyembunyikan identitasnya, tapi cowok itu tak kalah pintar, ia bahkan tahu bahwa kecelakaan itu terjadi karena kesengajaan dan sudah direncanakan sejak lama.
Saat pikirannya sedang kacau, tiba-tiba ada panggilan masuk.
Gabriel melirik ponselnya, dari Audrio. Tentu saja cowok itu langsung mengangkatnya, karena ia tahu, jika Audrio sudah menelponnya, tandanya itu kabar penting dan selalu berhubungan dengan Audrielle.
Belum sempat Gabriel mengucapkan salam, Audrio langsung memotongnya terlebih dahulu.
"Audrielle bangun." Tidak perlu waktu lebih lama, Gabriel sontak memutuskan panggilan telepon dengan Audrio dan langsung mengambil kunci motor.
Tidak perduli dengan umpatan-umpatan yang dikeluarkan oleh pengemudi kendaraan lainnya, ia tetap melajukan motornya dengan kecepatan di atas rata-rata.
Ada rasa senang dalam dirinya karena harapannya selama ini dikabulkan, Audrielle terbangun. Tapi ada rasa kecewa juga karena dirinya bukan orang pertama yang Audrielle lihat ketika membuka matanya.
Di lorong rumah sakit, tentu saja ia menjadi pusat perhatian karena kerusuhannya. Gabriel berlari-lari di lorong rumah sakit dengan wajah berseri-seri.
Ketika masuk ruangan tempat Audrielle di rawat, ia tersenyum lebar melihat gadisnya sedang tertawa. Gabriel refleks berlari ke arah cewek itu dan memeluknya erat lalu berkata, "I miss you so much."
Yang dipeluk tentu saja kaget, dengan cepat Audrielle melepas pelukannya.
"Lo siapa?"
Kali ini, Gabriel lah yang kaget, ia memandang Audrio dengan tatapan bertanya-tanya.
"Kamu gak inget? Aku Gabriel, cowok kamu."
"Lo salah masuk ruangan, ya? Atau lo gila?" Ucapan Audrielle membuat Gabriel semakin bertanya-tanya dan kembali memandang Audrio.
Audrio berdeham, "Riel, ikut gue."
Gabriel mengikuti langkah Audrio yang menuju keluar ruangan tempat Audrielle di rawat.
"Elle kenapa?"
"Kata dokter, Audri terkena amnesia. Bukan amnesia total. Tapi dokter bilang, buat ngebalikin ingatan Audri butuh waktu yang lama. Dan Audri gak bisa dipaksa buat mengingat karena akibatnya mungkin lebih parah dari yang sekarang."
"Hah? Dia gak inget siapa-siapa?"
"Iya, waktu dia liat gue aja, dia gak inget gue siapa."
"Jadi Audrielle juga bakal lupa sama hubungan gue dan dia?" tanya Gabriel lagi, memastikan.
"Yakali gak inget sama gue tapi malah inget sama hubungan kalian. Gue lebih penting," jawab Audrio yang hanya dibalas cengiran oleh Gabriel.
Cowok itu ingin marah pada kenyataan bahwa Audrielle tidak mengingat dirinya dan hubungan mereka, tapi bukankah rasanya seperti tidak tahu diri jika menginginkan lebih? Bukankah ia harus lebih bersyukur karena Tuhan masih mengizinkan orang yang disayanginya hidup? Meskipun sakit, tapi ia harus menerima. Karena dilupakan oleh orang yang kita sayangi, tidak pernah tidak menyakitkan.
"Yaudah, masuk lagi aja," ujar Audrio
Tanpa mereka sadari, ada seseorang yang mendengar pembicaraan mereka dan tersenyum penuh kemenangan.
"Kayaknya Tuhan emang lagi di pihak gue."
⌛⌛
19 / 10 / 2018
KAMU SEDANG MEMBACA
Never Too Late
Teen FictionNamanya Gabriel. Namanya memiliki arti 'malaikat'. Bagi Audrielle, Gabriel bukanlah sosok malaikat yang baik hati, melainkan 'malaikat pencabut nyawa.' Audrielle bagi Gabriel, adalah bidadari. Bidadari yang sudah Tuhan kirimkan untuknya. Copyright ©...