Apalagi Yang Aku Tunggu

69 2 0
                                    

Apalagi yang aku tunggu?

Entah apalagi yang aku tunggu, selain adannya seseorang yang akan melamarku.

Aku bersolek di depan cermin, memastikan bahwa aku akan semakin menarik perhatiannya. Dua jam lagi ia akan sampai di kotaku. Naik kereta, katannya. Untuk bertemu, sekaligus datang ke rumah untuk melamarku.

"Aku terlihat cantik bukan?" Aku berbicara pada cermin. Terpampang jelas wanita yang berada dalam cermin merapihkan semua yang ia kenakan. Kemeja, celana, sampai rambut. Ia terlihat bingung akan mengenakan kerudung atau sebaliknya. Setelah menimbang beberapa detik, ia lebih memilih kerudung. Biar sopan, dalam batinnya berkata itu. Sesekali membuat simpul senyum yang memang akan diberikan seseorang. Juga meliuk liukan tubuhnya berharap terlihat langsing. Sempurna sudah.

Masih bersolek depan cermin aku merasa tidak yakin kalau kalau ia akan tertarik dengan pakaianku ini. Aku mencari pakaian yang tersusun rapi di lemari dan gantungan. Entah yang berwarna atau hitam putih yang akan kupakai.

Mungkin memakai jaket akan terlihat santai, batinku. Lagipula ia akan datang ketika malam, waktu di mana udara dingin menyeruak keluar memenuhi kotaku, dan juga kupikir jaket terlihat formal dan enak dipandang. Tidak seperti yang kukenakan tadi.

Aku sempat memberitahu bapak kemarin kalau puterinya akan dilamar seorang pria.

Aku ingat ekspresi bapak kala itu. ia menurunkan koran sambil berkata "Kamu memang sudah saatnya menikah nak, kenalkan orangnya secepat mungkin agar pernikahan segera dilakukan" Spontan aku memeluk bapak. Satu dua bulir air mata jatuh di pipi. Membuatku senang dalam hati.

"Kamu sudah besar, nak" bisik bapak.

Senang. Jelas tak ada lagi yang kurasakan hal selain itu. juga tak adda seorang wanita pun yang tak merasakan sedemikian rupa ketika dilamar orang terkasihi. Aku memang tak perlu menahan diri lagi untuk menerima sang pujaan hati. Dan tak perlu menyimpan kepingan kepingan rindu yang telah lama menggebu. Betapapun, aku memang menunggu penantian ini, meski terkadang menyayat hati, tetapi akan tetap kunanti atas ketentuan yang kupilih. Aku yakin kau akan merasakan sama persis apa yang kurasa ketika jatuh cinta.

Sebentar, tentang cinta, yang aku tahu itu adalah perasaan yang tulus. Semua orang bisa embedakannya bukan? Yang tulus dan formalitas. Perasaan yang tiba tiba disertai bunga mekar beraroma. Aku tahu itu hanya dalam imaji, namun sejatinya cinta lahir dari hati. Mengakar pada jiwa, dan bergejolak dalam raga. Bisa saja cinta lahir dalam gelap bernama sepi sampai berkobar dalam tepuk sorai agitasi. Entah, cinta lahir dalam hidupku dari mana. Yang kurasa, hanya berasal dari perasaan penuh warna.

Aku pernah bergurau dengannya lewat telepon

"Satu tambah satu?"

"Dua"

"Aku tambah kamu?"

"Cinta" suara tertawa renyah terdengar dari teleponku. Kami berdua tertawa. Membuat suasana semakin berwarna. Kau tahu, pertama kali ia menelepon, sempat tak kukenal suara itu. sedikit kusesali diriku tak langsung mengenali suarannya. Timbre telepon memang kadang mengaburkan suara asli.

Di stasiun, angin malam berhembus pelan, menggigit kulit dan tulang. Sesekali angin menghembus mesra di tubuh, membuatku merapatkan jaket agar tak satu pun dari mereka yang menggigit. Kusandarkan tubuhku sambil membiarkan seekor kunang kunang berkeliling di sekitarku dan akhirnya hinggap di tangan.

Kata ibu, jika ada orang yang dihampiri kunang kunang, itu pertanda baik. Benar saja, aku melihat kunang kunang itu mengkerlap kerlipkan cahayanya. O, itu seperti mengatakan Kau tak akan kesepian lagi, tenang saja. Aku tersenyum – seketika kunang kunang itu terbang, seakan membalas senyumku.

Apalagi Yang Aku TungguWhere stories live. Discover now