Dua - Hiburan Rakyat

262 43 0
                                    

Sisa hari pertama itu, Rendra habiskan dengan tenang. Sampai bel pulang berbunyi, Iwa tak kembali ke kelas. Tas bututnya masih tergeletak diatas meja. Membuat Rendra menatap tas jelek itu kesal.

Menurut Wahyu, teman baru sekaligus ketua kelasnya, Iwa salah satu berandal yang masuk geng di sekolahnya. Ada sembilan orang totalnya dan kedelapannya siswa kelas tiga. Wahyu bilang, Iwa tak mempunyai teman di angkatannya. Semua kawannya berada di kelas tiga. Itu karena, saat kelas satu Iwa sempat tak naik kelas. Bukan karena bodoh. Tapi hobinya yang bolos dan berbuat keonaran adalah alasannya.

"Rumah kamu teh dimana?" Wahyu bahkan repot-repot menghampiri bangkunya saat bel pulang berbunyi.

"Lupa nama jalannya, tapi belakang SDN 3." Rendra meringis.

"Mau dianterin hayu?"

"Engga Yu. Aku dijemput. Udah janji sama sepupuku, gak enak ngebatalin." Wahyu mengangguk-angguk. Ia berpamitan pulang dan melenggang pergi.

Rendra menatap layar handphone yang menampilkan sms dari sepupunya.

"Oke! Waktunya nunggu!." Rendra memakai ransel dan melangkahkan kaki menyusuri lapangan yang berdebu. Ia mendekati sebuah warung dan memutuskan menunggu disana. Tadi Wahyu mengajaknya kesini dan ia langsung menyukainya. Warung ini tidak terlalu besar, namun makanan yang tertata rapi dan bersih adalah alasan utama Rendra memutuskan warung ini akan menjadi favoritnya mulai detik ini.

"A, numpang nunggu disini ya. Nunggu jemputan." Pemuda pemilik warung mengangguk ramah. Karena haus, Rendra memutuskan membeli sebotol teh dingin. Ia tengah menyedot teh dingin, ketika sebuah suara mengalihkan perhatiannya.

"Rokok A, biasa."
[Sebutan untuk pria yang lebih tua/kakak cowok]

Iwa berdiri di ambang pintu, sama sekali tak berniat masuk ke dalam. Rendra menatapnya sambil menyeruput teh dingin.

Postur tubuhnya oke juga. Kalo terurus bisa jadi model tuh. Batin Rendra.

"Sia naha neuleukeun aing? Bencong!"
[Kenapa kamu liatin aku? Bencong!]

"Santai dong! Siapa yang ngeliatin situ." Rendra melengos. Merasa harga dirinya jatuh begitu saja saat Iwa mencemoohnya dihadapan orang lain.

Iwa mendengus. Setelah menerima pesanannya ia pergi begitu saja tanpa pamit.

"Lho A, dia gak bayar?"

Pemilik warung tersenyum. "Udah biasa dia mah." balasnya singkat.

Rendra menggeram dalam hati. Berandal tengik! Dia gak tahu apa? A Husein disini jualan, bukan bagi-bagi amal!

Sebuah klakson menghentikan lamunan Rendra, ia mengintip dan mendapati sepupunya melambaikan tangan.

"Bentar!"

Rendra menyodorkan sejumlah uang. "Ini A, uang buat teh botol sama rokok tadi."

"Lho kenapa ncep yang bayarin?"
[Sebutan yang lebih muda/adek cowok]

"Gak papa. Aa kan disini jualan. Bukan sedekah."

"Makasih cep. Uangnya saya terima, ya."

"Sama-sama. Aku pulang dulu 'a. Jemputan udah dateng. Oia namaku Rendra bukan Cepi." Balas Rendra bergurau.

"Sekali lagi terimakasih cep Rendra."

Ahelah, masih pake ncep!

.

"Gimana sekolahnya. Enak?"

"Enggak. Kenapa aku gak dimasukin SMK aja sih kayak kakak?" Remaja laki-laki yang memakai seragam biru muda itu terkekeh.

"Sekolah kamu di Jakarta teh SMA. Masa disini jadi SMK? Gak bisa atuh!"

MY SOUL (Sho-Ai) ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang