[2] Mengetahui Fakta

186 21 5
                                    


Sudah sekitar seminggu lebih Jihoon mendekap di dalam kamar asing yang disediakan untuknya untuk sementara. Selama seminggu pula ia izin dari sekolahnya, tanpa memperdulikan seberapa banyak tugas menumpuk yang akan didapatkannya ketika ia masuk nanti. Karena untuk saat ini—kesedihan di hatinya yang masih belum bisa sembuh lebih penting.

Jihoon terbaring lesu di atas kasurnya sambil memeluk guling. Kedua mata sipitnya bengkak akibat menangis terlalu lama. Walaupun dia sudah tidak lagi menangis sesering sebelumnya, tapi tetap saja—ketika kenangan-kenangan bersama Ibunya kembali mengusik pikiran Jihoon, laki-laki itu akan kembali menangis lagi.

Dia tidak lagi tinggal di apartment kecil mereka. Sahabat Ibunya—yang Jihoon panggil dengan sebutan Bibi Ailee, menawarkannya untuk tinggal di rumahnya untuk sementara. Jihoon awalnya menolak, tapi Ailee mamaksa. Ia tidak mau laki-laki muda itu merasa harus menghadapi dunia ini sendirian sekarang. Ailee ingin Jihoon tahu, bahwa Jihoon masih memilikinya. Bahkan ia rela jika harus bertanggung jawab atas Jihoon sekarang.

Rumah Ailee jauh lebih bagus dan lebih besar dari apartment kecil dan murah yang selama ini Jihoon tinggali berdua bersama Ibunya. Tapi, tidak ada yang bisa menandingi kenyamanan serta kehangatan yang hadir setiap harinya di dalam apartment itu. Bahkan tak jarang, Jihoon dahulu juga sering menginap di rumah Ailee, tapi ajaibnya dia masih bisa merasakan kehangatan Ibunya kala itu.

Tapi sekarang, semuanya sudah berbeda. Dunia hangat Jihoon berubah dingin dan hampa. Seakan-akan ada suatu hal besar yang hilang—tentu saja, hal besar itu adalah Ibunya. Ibunya yang pergi meninggalkannya sendirian... untuk selamanya.

"Hiks," Air matanya kembali keluar lagi. Pelukan Jihoon pada gulingnya semakin erat. "Ibu, aku rindu Ibu... hiks,"

Ailee sedari tadi berdiri di depan pintu kamar Jihoon yang senantiasa tertutup rapat. Kamarnya selalu gelap—Jihoon tidak pernah menghidupkan lampu kamarnya. Tapi suara isak tangisnya selalu terdengar jelas. Dan tangisan itu selalu memilukan hati Ailee.

Wanita itu mengusap air matanya yang sedari tadi ikut keluar, sebelum tangannya menarik gagang pintu kamar itu dan membukanya perlahan. Di atas kasurnya, Jihoon tengah berbaring meringkuk memunggunginya sambil memeluk guling.

Ailee menghidupkan lampu kamar itu dan berjalan perlahan, lalu duduk di atas kasur di tepat di sebelah Jihoon. Tangan wanita itu mengusap lembut rambut pirang laki-laki muda yang kini tengah meredam isak tangisnya pada guling.

"Jihoon-ah, Bibi punya sesuatu untukmu," Ailee memegang sebuah kotak kardus di tangannya yang tertutup. Jihoon tidak bergeming maupun membalas—bocah itu masih setia terisak sambil memeluk erat gulingnya. "Ini dari Ibu. Ibu berpesan, agar Bibi menyerahkan ini padamu."

Mendengar Ibunya disebutkan, Jihoon perlahan membalikkan tubuhnya untuk melihat sesuatu yang dibawa Ailee. Dia segera beranjak duduk di kasurnya setelah melihat sebuah kotak kardus kini tengah bertengger di paha Ailee.

Wanita itu tersenyum sambil mengelus pipi Jihoon yang penuh dengan bekas air mata yang mengering. Hatinya semakin sedih, ketika melihat mata sipit itu bengkak dengan lingkaran hitam di sekitar sana. Rambut pirangnya yang biasa selalu rapi, kini terlihat berantakan. Ia menyodorkan kotak itu kepada Jihoon, sebelum berdiri dan menutup pintu kamar lelaki itu.

Jihoon menatap kotak yang ada di tangannya penuh penasaran. Kotak itu dari Ibunya—Bibi Ailee tidak akan berbohong, menurutnya. Jadi, sambil menarik nafas, tangannya perlahan mengangkat tutup kotak itu ke atas untuk melihat isi di dalamnya.

Hal pertama yang Jihoon temukan adalah selembar foto. Dia mengambil foto itu untuk melihatnya lebih dekat. Di sana ada foto dua pasang orang—laki-laki dan perempuan yang nampaknya sedang berjalan-jalan pada malam hari. Kedua orang itu sama-sama sedang menoleh ke belakang untuk melihat kamera. Mereka terlihat tengah menikmati kencan mereka dengan senang.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 02, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Woozi - The Rapper's SonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang