🕰️🕰️🕰️
Kakinya ia biarkan telanjang tanpa alas kaki sambil menikmati setiap butiran pasir pantai yang ia telusuri. Tangannya mengayun pelan sambil menggengam erat seseorang. Gesturnya mengatakan seolah ia tak ingin kehilangan. Tak ingin ditinggali ataupun meninggali orang ini. Ia bersungguh-sungguh. Untuk kali ini, ia benar-benar tidak bercanda. Tidak seperti kesehariannya yang selalu dianggap tidak serius oleh gadis itu.
Ia masih melangkah. Dengan pijakan yang ia bawa dengan rasa khawatir sekaligus bimbang. Waktu silih berganti dari detik ke detik, menit ke menit, lalu jam ke jam. Waktu mereka akan segera berakhir. Sebenarnya tidak ada hal lain yang membuatnya setakut ini. Kecuali waktu.
Ia merasakan emosi bergemuruh di dalam otaknya. Namun, genggaman erat gadis itu seolah mengatakan; ini tidak seburuk yang kita bayangkan.
Ia menoleh menatap gadis yang kini tersenyum di sampingnya. Senyum yang ia paksakan nampak meski tak sekontras dengan matanya yang berkaca-kaca.
Rambutnya yang berkibaran ke arah dimana angin berhembus. Membuat keindahan tersendiri untuknya. Lalu tanpa berkata-kata gadis itu mengajaknya ke pinggir pantai. Membiarkan kaki tanpa alas kaki itu terkena air laut yang pasang surut.
Ia masih menggengam gadisnya. Meski kini matanya lurus tertuju matahari yang kembali ke peradaban. Ini bukannya salah satu moment indah yang ditunggu-tunggu? Namun kenapa perasaanya malah sendu?
Ia menutup matanya. Kembali lagi seperti beberapa menit yang lalu. Dimana logika dan hatinya beradu argumen. Tapi bukannya lelaki lebih memilih logika?
Ini memang salah.
Memang harus diakhiri.
Waktu... terus bergerak, tidak mungkin berhenti. Malam sudah berganti posisi dengan Siang. Langit terang mulai kembali gelap. Hingga Salah satu dari mereka sudah tidak mungkin bisa menahannya. Benar, gadis itu menangis. Namun tidak dengan laki-laki di sampingnya yang tetap tidak bergeming. Bukan dengan begini ia baik-baik saja. Nyatanya, apa yang ia rasakan sama dengan yang gadis itu rasakan. Ia menangis. Namun dalam hati. Mana mungkin ia baik-baik saja setelah menerima takdir sejahat ini?
Ia lalu mengangkat tangan kirinya. Mengarahkan pergelangan tangan itu ke depan pandangannya dengan sangat berat. Lalu mulai menghitung tiap jarum jam tangannya yang mulai bergerak maju. Ia tersenyum pahit. Mengejek sendiri takdirnya. Dan tentunya, takdir gadis itu juga.
"Sisa empat jam lagi. Sekarang kita mau kemana?"
🕰️🕰️🕰️
KAMU SEDANG MEMBACA
Sixteen Hours [On Going]
Teen FictionMereka seolah disatukan oleh takdir. Bersama terjebak dalam suatu moment. Menghabiskan waktu 16 jam untuk saling mengenal. Memulai awal cerita dari waktu 16 jam itu. Kebahagian, kelucuan, keanehan, kesedihan, mereka alami. Hingga pada akhirnya, mere...