Sekolah

66 15 20
                                    

***

Ana POV

Krieeeet..

Kubuka mataku ketika mendengar langkah kaki seseorang mendekati ranjang ku.

"Papa?" Tanyaku kaget ketika melihat sosok pria paruh baya dihadapan ku.

"Iya Na... Ini papa!" Jawabnya.

"Kamu sudah baikan Na?" Lanjut papa.

"Iya dong pa! Ana kan kuat! Tadi juga cuman pingsan kok pa!" Jawabku sambil menatap papa yakin.

"Oiaa! Papa kapan sampai?" Tanyaku.

"Papa sampai kesini 10 menit yang lalu" jawab papa masih dengan wajah khawatir.

Krieeeet..

Pintu kamar terbuka.

"Pak Cakra?!" Jerit lelaki itu terkejut.

"Anda ayah gadis ini?" Tanyanya lebih lanjut.

"Ah! Kamu! Iya saya ayahnya!" Jawab papa dengan tegas.

"Maaf pak! Saya siap menanggung semua bayarannya pak!" Ucap lelaki berseragam supir taksi itu.

Ya. Dia supir taksi yang bertanya padaku beberapa menit yang lalu.

"Coba jelaskan kronologi nya!" Perintah papa kepada supir taksi tadi.

Supir itu membalas dengan anggukan. Hening sebentar. Lalu ia mulai bercerita.

Aku hanya diam melihat dua orang yang umurnya lebih tua dariku ini.

Aku hanya sesekali menganggukan kepala ketika papa menatapku seolah meminta kebenaran.

Mataku tak bisa berhenti untuk terus melihat sekeliling. Melihat tempat ini. Aku teringat akan seseorang dimasa laluku. Sangat berarti bagiku.

Masih dengan telinga yang setia mendengarkan percakapan papa dan supir taksi itu. Seketika aku ingat. Hari ini aku tidak kesekolah. Pikiranku mulai dipenuhi dengan materi pelajaran yang kutinggalkan hari ini.

"Pa? Sudahlah! Aku tidak apa apa! Itu yang terpenting pa!" Ucapku ketika supir taksi yang sedari tadi menjelaskan kronologi kejadian mulai menundukkan kepalanya.

"Baiklah! Kamu boleh pergi! Tapi saya mohon kamu untuk lebih berhati-hati ketika sedang mengemudi. Jangan sampai ada korban lagi!" Tegas papa menasehatinya.

Ya. Papaku. Cakra Bramantyo. Pria yang ku sayangi dan pria yang menjadi cinta pertamaku di dunia. Dia menjadi panutan ku. Idolaku. Dia adalah orang yang telah berhasil menaklukkan hati mama.

Ah.. Mama.. Aku merindukannya.

"Baik pak. Sekali lagi saya minta maaf pak!" Ucapnya sambil sedikit menunduk menghadap papa.

"Saya minta maaf, dek! Saya yang akan bayar biayanya!" Lanjutnya melihat kearahku.

"Terimakasih banyak pak. Karena sudah mengantar saya kesini!" Ucapku padanya diikuti senyum yang merekah di wajahku.

"Saya yang seharusnya berterima kasih dek." Ucapnya dengan lembut lalu membalas senyumku.

"Pak Cakra... Saya mohon pamit." Ucapnya dengan sopan pada papa.

Papa hanya membalasnya dengan anggukan. Lalu ia mulai melangkahkan kakinya menuju pintu kamar tempatku berbaring.

Ia berbalik ketika pintu telah terbuka setengah. Lalu ia berkata.
"Sekali lagi. Terima Kasih banyak." Ucapnya singkat dilanjutkan dengan pintu yang tertutup.

InfiNity (Hiatus)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang