(6) Penyesalan

170 13 0
                                    

Seorang pria tengah duduk di pinggir kolam renang pribadinya. Dia seolah menatap kearah langit padahal dia hanya memandang kosong. Pikirannya sedang kalut, dia kehilangan sesuatu dalam dirinya. Ingatan yang dia kenang selalu menjadi semangatnya, kini sedikit pupus.

"Ayo Rey, tidurlah besok kau harus menemuinya" ucapnya sendiri, pria itu adalah Rey.

"Kenapa lo bisa buat gua se kalut ini, harusnya lo ditangkep polisi karena buat gua jatuh, jatuh kearah hidup lo" sahutnya

"Stop Rey, lo bisa gila mikirin dia terus" ucapan terakhir Rey sebelum pergi ke kamar dan segera tidur. Dia membutuhkan istirahat penuh untuk menemui seseorang besok.

Esok paginya dia berangkat sekolah dengan seragam pramuka, lengkap dengan jaket berwarna coklat yang senada dengan seragam nya dan ditemani motor sport kesayangannya.  Cuaca Jakarta saat itu sedang buruk, tadi pagi sempat diguyur hujan dan sekarang tersisa genangan air dan udara dingin.

Setelah sampai disekolah Rey menjadi pusat perhatian siswa. Dan sikap Rey, selalu stay cool, bukan karena dia sombong, tapi   dia malas menanggapinya. Dia berjalan dengan santai tapi hatinya gugup saat melihat seseorang yang duduk dekat lapangan basket dan membaca novel sambil memakai earphone.  Dia memutuskan untuk menemuinya.

"Hey, boleh duduk" ucap Rey gugup.

"Permisi, boleh duduk" ulang Rey sambil menyentuh novel nya. Dan seketika darahnya berdesir aneh. Mata itu membuatnya terpaku. Mata yang dingin, tajam, tapi sangat berbinar.

"Are you okey?" ucap gadis itu sambil melambaikan tangannya dan Rey segera sadar dengan lamunannya.

"Enggak papa, boleh duduk sini, Gis" ucap Rey gugup dan hati hati.

"Ini tempat umum" ucap yang dipanggil Gis sambil memalingkan tatapannya kembali ke novelnya.

"Maaf waktu itu, gua enggak sengaja, maafin ya Giska"

"___"

"Gis? Gua bener enggak senga___"

"Gua sibuk" ucap Giska yang segera pergi dari tempat itu sedangkan Rey menghela nafas kasar sambil menatap punggung Giska. Tiba tiba punggungnya menegang, matanya menyiratkan rasa khawatir.

Brukk....

"Awhh"

"Sorry ya, enggak sengaja. Enggak papa kan?"

"I'm fine"

"Sini gua tolong in" ucap.seseorang sambil mengulurkan tangan.

"Thanks" ucap Seorang gadis yang menerima uluran tangan seseorang dan mendongak melihat sang pemilik tangan. Dan seseorang itu terpaku melihat gadis itu.

"Bisakah aku memiliki mu? Bahkan betapa bodohnya orang yang dulu telah meninggalkan mu" gumam nya.

"Hey?" ucap gadis itu.

"Eh, kenalin nama gua Dimas" ucap seseorang yang ternyata Dimas, sang ketua osis.

"Giska"

"Boleh gua anterin ke kelas sebagai ucapan maaf"

"Boleh"

Mereka kemudian berjalan bersama menuju kelas Gisla. Dan Rey memperhatikan mereka dari kejauhan, Rey merasa dibagian dadanya sedikit sakit. Sakit jantung kali, eh jangan. Kasian kan ganteng!.

"Thanks"

"Iya, see you"

Giska tidak membalas sapaan terakhir Dimas, cukup senyum tipisnya sudah cukup baginya.

Jauh di pojok sekolah tepatnya di kelas X IPA 1 ada seorang yang bergosip ria. Membicarakan tentang kedekatan sang ketua osis (Dimas) dengan Giska. Liora yang masuk kelas bingung dengan gosip yang ada.

"Ada gosip baru apaan?"

"Gila lo, baru masuk nanya gosip"

"Buruan apaan, lo tau kan gua enggak bisa hidup tanpa gosip"

"Alay lo, itu lo kak Dimas tadi nganter in kak Giska ke kelasnya;

"What?" 

"Dasar toak, lo bikin jantung gua goyang dumang"

"Beneran lo Kak Dimas tadi nganter in Kak Giska?"

Reina yang dari tadi berbicara dengan Liora hanya mengangguk.  Liora menghela nafas kasar, dia sangat marah dengan kakaknya. Dia sekarang menjadi diam membisu.

"Lo udah ngerebut orang yang gua sayang dulu, gua enggak akan biarin lo ngambil orang yang gua sayang untuk kedua kali" batin Liora

"Ini yang gua suka dari lo Liora, lo mudah kepancing emosi" batin seseorang melihat perubahan mimik Liora.

Kring... Kring...

Bel berbunyi menggema keseluruh sudut sekolah menandakan saat pulang tiba. Semua siswa yang tadi lesu sekarang menjadi semangat. Begitu juga dengan Rey. Dia sangat senang waktu pulang tiba karena dia ingin menemui seseorang yang iya temukan di perpustakaan saat istirahat tadi.

"Semangat banget bos muka lo" ucap seseorang yang membuat Rey menjatuhkan bukunya.

"Anjir lo, untung jantung gua sehat"

"Maksud lo?"

"Kalo gua sakit jantung lo kagetin kyk tadi bisa dikubur gua"

"Ah, Aa kok gitu sih, nanti aku marah lo" ucap nya dengan manja sambil mencolek pipi Rey.

"Ih, gua masih suka cewek"

"Aa kok enggak mau sih jadi pacar aldo" ucap Aldo dengan tangan menggandeng Rey.

"Lo enggak waras ya?"

"Aku sehat kok Aa, makaci lo udah khawatir"

"Bodo amat, gua balik"

Rey meninggalkan sahabat nya yang sekarang tertawa puas karena kejailannya Sedetik kemudian dia bersuara.

"Aa tunggu in aku donk" ucap Aldo yang berlari seperti banci prapatan.

"Aa kok ninggalin aku sih, kan capek lari nya, gendong donk" sahutnya saat disamping Rey

"Diem lo"

"Lo liatin apaan sih?"

"Tuh" tunjuk Rey.

"Lo cemburu?"

"Gua? Enggak mungkin"

"Mata lo enggak bisa boong"

"Emang mata gua ada apaan?"

"Belek"

"Anjir lo"

Aldo cengengesan tanpa dosa. Dan memutuskan untuk pulang bersama Rey.

"Jika suatu hari aku menyesal telah mencintaimu. Anggap saja saat itu aku tidak serius"

Light between darkness and cold airTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang