Jam menunjukan pukul setengah enam. Radit masih duduk diatas sajadahnya, masih lengkap dengan kain sarung dan peci dikepalanya sejak setengah jam yang lalu.
Radit bimbang. Semua ini karena masalah perasaanya.
Radit memang pengecut. Dia tahu bahwa dirinya sudah memiliki ketertarikan pada Sera sejak awal mereka bertemu. Perempuan itu tidak cantik, tidak Wangi, dan tidak pintar.
Sera itu selalu tampak kucel dengan rambutnya yang mengembang. Baunya selalu seperti ayam bakar. Dan nilainya selalu pas KKM.
Namun Radit menyukai Sera. Perempuan dengan segala keanehannya itu telah menggelitik hatinya.
Radit memejam matanya bebebrapa saat. Memikirkan sesuatu. Lalu, saat mata Radit terbuka, dia langsung berdiri dengan cepat keluar dari kamar tanpa membuka perlengkapan shalatnya.
Mama Radit menatap Radit bingung saat laki-laki itu keluar dari rumah mereka.
Radit menatap tujuannya dengan tajam. Rumah Sera.
Radit akan memberi tahu tentang perasaan. Apapun yang terjadi, Radit siap menerima resiko. Tekat Radit begitu bulat.
Saat sampai didepan rumah Sera, Radit mengernyit melihat mobil Sera berderum, sedang dipanaskan. Sera duduk diteras rumah bersama ibunya, menunggu Ayahnya selesai memanaskan mobil.
Radit sedikit salah tingkah saat ibu Sera mendapatinya sedang menatap mereka.
"Woi, Radit!" panggil Sera dengan suara keras saat menemukannya.
Radit hanya diam, menunggu Sera yang perlahan mendekat.
"Woi!" Sera menepuk bahu Radit semangat. "Ngapain subuh-subuh dirumah gue? Mau ngajak jogging, ya?"
Radit masih diam. Isi kepalanya seolah berputar. "Ng... Bu-bukan," jawab Radit mendadak gugup.
"Lah, terus?" kening Sera berkerut.
"Lo mau kemana?" Radit malah bertanya saat melihat pakaian Sera tampak rapi dengan gaun putih sebetis. Rambutnya ia ikat kucir kuda. Tampak aneh memakai pakaian serapi itu pada hari minggu dan masih sesubuh ini.
"Lo tuh, mau apa kerumah gue?" Sera mengalihkan pembicaraan mereka ke topik awal.
Radit kembali gugup. "Itu... Gue nggak tau sejak kapan tapi, kayaknya gue-"
"-Sera, ayo!" ibu Sera memanggil. Entah sejak kapan, perempuan itu sudah berada di mobil.
"Apa, Dit? Cepet! Gue mau pergi, nih!"
Radit tambah gugup. "Gue-"
"-Nanti aja, ya, Dit." Sera cemas karena ibunya sudah memanggil untuk segera memasuki mobil. "Gue mau pergi ke Gereja, nanti, ya?"
Dan kalimat itu menghantam Radit.
"O-oh yaudah, pergi aja, nggak penting juga kok."
"Oke, nanti, ya!" Sera berlari menuju mobil, meninggalkan Radit yang berdiri seperti orang bodoh ditempatnya.
Begitu mobil milik keluarga Sera menghilang, Radit menyeluruh, berjongkok.
Radit tertawa miris. Apa yang dia harapkan? Bersatu? Itu hanya akan ada dalam angan-angan. Karena sejak awal dia tau bahwa mereka berbeda, namun Radit melupakan fakta itu.
Memang sejak awal, ikatan mereka hanya dibatas ini. Sepasang teman. Dan tidak akan pernah lebih dari itu.
Radit bangkit, berjalan kerumahnya dengan perasaan tertekan. Dia harus menghapus segala hayalan konyolnya karena bagaimana pun juga, Ini salah.
Lagipula dia masih seorang remaja yang baru pubertas. Perjalanan Radit masih panjang. Radit masih labil dan masih banyak cerita yang menunggunya.-END-
***
Note :
Gaje banget ya. Nggak tau deh pas di chapter 3 gue kehilangan arah :(
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang Kita Yang Belum Paham Cinta [√]
Short StoryKita hanya remaja yang baru memasuki fase pubertas. Fase dimana hati kita mulai mencari dan ingin mengikat. ***