Chapter 4

10 2 0
                                    

Pagi itu bukan hari senin. Tapi ada upacara bendera. Memperingati hari pahlawan.

Sialnya Okta bangun kesiangan. Gerbang sekolah sudah di tutup. Ia ketakutan setengah mati. Kalau ia pulang berarti absennya alfa, namun ia juga tidak bisa masuk sekarang.

"Ikut gue" tanpa aba-aba ada tangan yang menarik Okta. Dia cowok. Seingatnya mereka kemarin berpapasan di depan mading, iya benar.

Penampilannya masih saja urakan. Seragam tanpa dasi yang di keluarkan, topi yang terbalik, dan kaos kaki yang bukan berlogo SMA TUNAS BANGSA.

"Lepas, mau apa lo!!"gertak Okta.

"Gue kasih tau jalan masuk. "

"Eh dengerin ya, gue ga mau lompat pager. Titik. Apalagi bolos bareng elo. GA MAU!! "

"Heh nenek lampir, gue ga bakal lompat pager ya. Ogah amat gue bawa lo bolos bareng gue, ga usah ngarep" jawab cowok itu sambil meneloyor kepala Okta.

Ia berlari sambil memegang pegelangan tangan Okta.

Setelah sampai di belakang sekolah, mereka masuk melalui gerbang belakang. Okta heran, apakah selama ini gerbang itu tidak pernah ditutup? Kok dia baru tahu ya.

Masih dalam keadaan tergopoh-gopoh, cowok itu menarik Okta untuk memasuki dapur kantin yang ada di bagian belakang sekolah.

"Diem, upacara udah di mulai, percuma kalo kita kesana sekarang, lo diem di sini, bentar lagi gue balik" ucap cowok itu meninggalkan Okta, ia tampak berbicara kepada penjaga kantin. Entah apa yang di bicarakan. Tapi ia benar kembali. Duduk di samping Okta.

Mata Okta terus memandang cowok di sebelahnya. Ia kerutkan keningnya untuk mengingat nama cowok itu.

Ia sering melihat cowok itu di hukum saat upacara bendera, sekaligus di beri penghargaan karena sering mengikuti lomba.

Seingatnya baru minggu kemarin cowok itu menjuarai olimpiade matematika tingkat nasional. Ah dia juga tidak memakai name tag.

"Sebentar lagi mata lo bakal copot kalo ngliatnya gitu."

"Ih apa sih lo" jawab Okta gugup sambil mengalihkan pandangannya.

"Kenapa? Naksir lo sama gue? "

"PD gila lo, ga masuk tipe gue tau."

"Kalo cinta liat fisik, ngapain hati di ciptain" ucap cowok itu sambil mengunyah bakwan, tanpa menatap okta.

"Gue okta"

"Gue tau"

"Nama lo tau?"

"Ha? Maksud lo?"

"Nama lo?"

"Oh mau kenalan, gue Ramanda pratama"

Nah Okta baru ingat, namanya rama. Sering di juluki trouble maker berprestasi.

Aneh.

Emang. Penampilannya urakan. Tapi otaknya tertata. Kok ada ya anak kayak gitu. Pasti semua cewek yang mau naksir dia berpikir ratusan kali, ribuan mungkin.

Walaupun anak nakal, badan rama itu bersih. Gak kumel kayak anak nakal lainnya.

Dan yang bikin sebel, wajahnya ganteng. Banget.

"Kenapa lo urakan Ram? Padahal lo pinter, banget malah"

"Panggilnya jangan Rama, Tama aja"

"Kok?"

"Orang yang sayang gue manggil gue Tama"

"Gue ga sayang elo"

"Belum"

Okta ingin membantah Tama, namun saat mulutnya terbuka, Tama malah memasukkan oreo ke mulut okta sambil tersenyum dan mengedipkan mata kanannya.

Okta tak ingin mengatakan apa-apa lagi. Ia mendengus sebal sambil mengunyah oreo itu.

Okta pov

Gue sebelumnya gak pernah terlambat. Ini adalah yang pertama. Dan terakhir.

Gue pikir hari ini bakal di alfa karena gak masuk kelas. Mau ngerengek sambil guling-guling juga gerbang sekolah gak bakal kebuka lagi. Kecuali nanti. Pulang sekolah.

Tapi tiba-tiba gue ketemu dia. Tama. Gue di paksa manggil gitu. Soalnya dia ngancem bakal nyium gue kalo gue tetep panggil dia Rama. Gue sebel banget sama dia. Tengil.

Yaa walaupun dia agak-sedikit cakep sama keren. Sedikit aja. Gue gak suka sama anak yang urakan gitu.

Tapi untung ada dia. Gue gak jadi kena alfa karena telat. Gue juga jadi tau kalo gerbang belakang masih di buka sampe jam 8. Eh, gue malah baru tau ada gerbang kecil itu di belakang sekolah.

Jarang ada anak yang lewat belakang sekolah. Kayaknya jalur itu khusus buat anak kayak Tama deh. Soalnya yang biasa nongkrong di kantin belakang itu anak-anak nakal gitu.

Gue di sini, di kantin ini,  bukan karena gue nakal. Gue di ajak sama anak ternakal. Sekaligus di selamatkan.

Semoga ini terakhir kali gue ketemu Tama. Males gue. Gak suka. Benci.

Author pov

Setelah melihat jam tangannya, Tama segera menarik Okta meninggalkan kantin. Mereka berjalan menyusuri koridor belakang menuju kelas masing-masing.

Kelas mereka bersebelahan. Tama ips 1 sedangkan okta ips 2. Tapi Tama tahu, kalau ia berjalan bersama Okta sampai ke kelas, maka akan ada kesalahpahaman.

"Lo ke kelas sendiri ya." suruh Tama sambil menepuk bahu Okta. Seperti biasa, Okta hanya mengangguk. Bukannya Tama  tak ingin bersama Okta lagi. Ia tahu kalau Okta pacar Novel.

Akan ribet jadinya kalau teman Okta tahu mereka membolos upacara bersama. Tama kasihan kepadanya kalau nanti Okta akan di tuduh selingkuh dengannya. Hehe.

Sesampainya di kelas, Okta di bombardir pertanyaan oleh teman-temannya. Inti pertanyaannya sama, kenapa gak ikut upacara. Dan Okta hanya memasang wajah lemas. Tanpa menjawab. Teman-temannya pun menganggap Okta sakit. Aya yang panik langsung menuntun Okta ke UKS diikuti Maya, Ida, dan Gita.

Ketika di UKS, Aya langsung memegang dahi Okta. Aneh. Gak panas. Okta pun tersenyum geli. Teman-temannya bingung.

"Gue gak sakit guys, gue tadi terlambat, daripada gue di hukum, gue ngumpet di kantin deh" ungkap Okta sambil mengangkat jarinya menyerupai huruf v.

Teman-temannya langsung memicingkan mata dan kompak menggelitiki Okta. Mereka takut okta sakit. Ternyata hanya mimik palsu untuk menutupi kesalahannya. 

NOT todayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang