Baekhyun's pov.
Masih 24 desember.
Aku sudah di dalam mobil bersama Hyeri-nim menuju ke rumah sakit, aku hancur sangat hancur. Bukan hancur saja, aku bahkan hampir tidak percaya apa yang aku lihat sedari tadi, aku jadi sempat berpikir aku gila.
"Baekhyun tolong kabari teman temanmu tentang keadaan Jisoo."suruh Hyeri-nim masih fokus pada setirnya tepat disebelahku.
Aku terpaku menatap handphone di tanganku, tanganku gemetar, bahkan untuk mengabari Jongdae tentang ini saja aku tidak sanggup.
"Tolong mintakan doa juga untuk Jisoo."
Ah benar, doa.
Aku langsung dengan cepat mengabari grup kelas dan Jongdae, aku meminta doa dari mereka agar Jisoo tidak apa.
Kumohon Tuhan jangan biarkan Jisoo seperti itu, sadarkan dia, beri dia kesehatan, beri dia kesempatan untuk mendengar bahwa aku juga menyukainya, beri dia kesempatan agar bisa menerima buket bunga dariku, beri dia kesempatan untuk merasakan malam natal yang tidak akan terlupakan baginya.
Aku harap dia tidak apa apa.
❄❄❄
Sudah 2 jam berlalu.
Menunggu memang tidak menyenangkan, apalagi jika aku dari tadi menunggu tentang kondisi Jisoo, bahkan aku belum tau dia sudah sadar atau belum, kabar yang aku dapat terakhir adalah..
Jisoo koma.
Mendengar kabar itu tadi saja sudah membuat dadaku tercekat. Aku sungguh tidak tenang, aku berdiri dari kursi tunggu, mondar mandir dari 2 jam yang lalu sampai sekarang.
"Aku yakin Jisoo tidak apa apa Baek,"ucap Jongdae yang barusan datang dan langsung duduk menenangkanku.
"Aku tidak yakin.."lirihku yang masih bisa di dengar Jongdae, ia mengusap punggungku menenangkanku.
"Terakhir kali kabarnya apa?"
Bibirku sempat bergetar.
"Jisoo koma."
Sekali lagi pria Kim itu memelukku menenangkanku.
"Aku yakin Jisoo kuat, ia tidak apa."
Aku menunduk lagi, mengaitkan jemari tanganku, Tuhan beri aku kesempatan sekali saja, biarkan Jisoo hidup, biarkan aku membalas perasaanya, aku mencintainya Tuhan.
"Kau sudah memberinya buket bunga?"tanya Jongdae.
Aku menggeleng.
"Bagaimana aku bisa memberinya jika ia di rumah sakit Jongdae.."
"Aku pikir kau menemuinya disekolah,"
"Ya, aku menemuinya."
Jawabanku membuat Jongdae terbelalak, ia mengerjapkan matanya beberapa saat.
"Tapi dia di rumah sakit-"
"Arwahnya,"
Aku menghembuskan nafas berat lalu menatap teman sekamarku itu. "Aku bertemu dengan arwahnya Jongdae, bahkan kita bermain bersama."
Jongdae menutup mulutnya tidak percaya pada perkataanku, aku tau itu tidak logis tapi ini faktanya.
"Bagaimana bisa Byun Baekhyun!? Jngan bercanda!"
"Aku tidak bercanda, bahkan aku sendiri tidak tahu Jongdae, yang aku tau selama badai salju di sekolah, ia bersamaku, bahkan ia menyatakan perasaanya padaku."
"Ia bilang apa?"
"Dia menyukaiku. Aku tidak tau harus senang atau sedih mendengar ini, disisi lain senang karena perasaanku terbalas, disisi lain sedih karena Jisoo..dia koma."tuturku lalu menunduk, Jongdae tidak tau barus merespon apa, ia hanya mengangguk.
"Aku jadi merasa legenda yang aku baca semalam itu adalah kenyataan."ucapku, entahlah, aku jadi yakin tentang itu, kalau memang legenda itu tidak benar, kenapa sekarang aku mengalami hal yang persis di legenda itu, apakah hanya kebetulan semata?
"Baekhyun aku mohon jangan bicara seperti itu, kau sendiri yang bilang agar tidak percaya pada legenda itu!"tegur Jongdae keras.
"Tapi-"kalimatku terputus, perhatianku teralih pada suara ibu Jisoo yang menangis setelah dokter memberitahunya sesuatu. Hyeri-nim pun ikut serta menenangkan ibu Jisoo yang sedang menangis terisak itu.
Tuhan kumohon jangan...
Aku bahkan masih menyempatkan diri untuk komat-kamit berdoa, biarkan Jisoo hidup !
Hyeri-nim berjalan mendekati ku dan Jongdae. Lalu ia menggeleng. Tidak kumohon tidak !
"Aku minta kalian doa supaya Jisoo tenang disana,"ujar Hyeri-nim ambigu.
"Maksud songsaengnim? Jisoo kenapa?"tanya Jongdae sedikit membentak, pasalnya ini bukan saat yang tebak untuk berkata ambigu.
Hyeri-nim mengehela nafas dalam, lalu menatap kami berdua lekat lekat.
"Jisoo sudah tiada."
Seperti sebuah palu besar menghantam hatiku dengan keras.
"Tolong kabari teman kalian supaya datang pada pemakamannya besok."ucapnya singkat padat dan jelas meninggalkanku dan Jongdae bersama kenyataan pahit yang baru ia lontarkan mentah mentah barusan.
Sungguh ini terlalu tiba tiba, tubuhku bergetar hebat, aku tidak bisa menerima kenyataan ini.
"Baekhyun tenang lah Baekhyun.."Jongdae menenangkanku, tapi hasilnya nihil. Aku mulai meneteskan air mataku.
"Baru saja ia menyatakan rasa sukanya padaku, kenapa aku tidak di beri kesempatan untuk membalas perasaanya?"tanyaku yang tidak bisa dijawab Jongdae.
"Baekhyun-"
Aku tidak bisa menahan air mataku, tiba tiba mengalir dengan deras begitu saja. Ini berarti aku tidak akan melihat lagi senyumnya yang menjadi favoritku, manik coklatnya, sapaannya, salah tingkahnya, bahkan semua tentangnya.
Kenapa tidak aku saja yang mati, kenapa tidak Tuhan bilang jika ia akan mengambil nyawa Jisoo pada tanggal ini? Setidaknya aku bisa menyatakan perasaanku dari dulu. Ini tidak adil.
Aku memang lelaki pengecut yang hanya bisa menyesal.
Aku tidak tau harus bagaimana lagi. Aku tidak tau harus menjalani hidup bagaimana tanpa Jisoo yang kusukai sedari dulu. Tanganku mulai meraih rambutku untuk menjambaknya melampiaskan ke sakitan yang ada di hatiku.
Ini sangat sakit.
Biarkan aku juga menyusul Jisoo.
To be continued
KAMU SEDANG MEMBACA
Another Dimension • bbh
FanfictionPada awalnya pria bernama Baekhyun itu tidak percaya dengan legenda malam natal yang ia baca. Baekhyun berpikir bahwa legenda itu tidak logis. Tapi kenyataan pada malam natal itu membuatnya sepenuhnya yakin dengan legenda itu.