4

0 0 0
                                    

"Al!"

Gue noleh ke arah sumber suara, itukan senior yang ngerjain Gue waktu MPLS.

"Hem," balas Gue.

"Lo masih marah sama Gue?"

"Kakak pikir sendiri aja," jawab Gue, sambil meninggalkan dia.

Tapi tak jauh beberapa langkah Kak Jura  mencengkram tangan Gue, yang membuat Gue berbalik arah menghadap Kak Jura.

"Al! Gue minta maaf, Gue tahu lo marah, bahkan Lo benci sama gue, tapi apakah Lo enggak bisa maafin Gue."

"Gue udah maafin Kak Jura, dan sekarang tolong lepasin tangan Gue," sambil memutar bola mata gue karena malas menatapnya.

"Gue akan terus minta maaf, sampai Lo maafin gue, dan bisa menerima gue sebagai teman Lo," dan dia mengambil nafasnya, dan melanjutkan perkataannya.

"Bahkan lebih dari sekedar teman," Tapi itu terdengar seperti bisikan, dan pergi meninggalkan Gue yang masih mematung di lorong penghubung leb akuntansi.

Apa Gue gak salah denger Kak Jura tadi ngomong kayak gituh, tapi mana mungkin Kak Jura mengharapkan Gue lebih dari sekedar teman, mungkin itu kesalahan kuping Gue karena belum di bersihkan.

BRUK...

Gue gak sengaja nabrak seseorang, mungkin karena Gue terlalu mikirin perkataan Kak Jura tadi, sehingga buku yang gue pegang berjatuhan.

"Maaf Gue gak sengaja, lo gak papakan? "

Gue mendongkak, memastikan kalau yang gue tabrak bukan cucu dedemit, karena terdengar dari suaranya, Gue bisa pastikan kalau dia itu si Zico cucu dedemit itu.

"Gue gak pa-pa kok," benerkan itu cucu dedemit, kenapa sih di mana-mana selalu ada dia, sambil membereskan buku yang berceceran.

"Sini Gue bantuin," sambil ikutan membereskan buku-buku gue.

Tak sengaja tangan Gue dan tangan dia bersentuhan, dan gue langsung menatapnya, dan lagi-lagi mata Gue bertemu dengan mata tajamnya. Posisi gue sekarang kayak di film-flim sinetron, yang jatuh cinta pada pandangan pertama.

Tapi tidak bagi gue, karena cinta tumbuh dengan seiringnya proses, tapi gue sama si Zico tidak akan pernah bersama, karena gue sadar di dalam hati gue ada seseorang yang selalu gue harapkan untuk kembali, walau gue udah berusaha untuk membuka hati gue buat orang lain, tapi gak mungkin juga Zico, yang menggantikan posisinya, karena pada kenyataannya gue dan Zico itu seperti pajar dan senja saling berjauhan gak mungkin berdampingan apalagi sampai bersama.

Dan akhirnya gue memutuskan kontak mata dengannya.

"Maaf gue gak sengaja," ucapnya setelah tersadar.

"Lo itu manusia bukan sih! Selalu ada secara tiba-tiba di hadapan gue." Ucap gue.

"Mungkin itu karena takdir," jawabnya dengan penuh senyuman di bibirnya, menambah ketampanannya.

"Takdir?" kata gue, sambil menatap mata elang miliknya.

"Ya! Kita harus percaya akan takdir, gue, lo, dan semua orang mempunyai takdirnya masing-masing, kita enggak bisa ngelak sama sekali, walau lo benci sama gue, gak mau ketemu gue, tapi takdir berkata lain, lo mau apa?"

Gue hanya terdiam mendengar perkataannya, ternyata dia orangnya cukup bijak, itulah mengapa Mama gue selalu ngajarin untuk lihat apapun dari dua sisi, karena gak selamanya orang nyebelin itu akan tetap nyebelin, dan gak selamanya juga orang bijak akan selamanya bijak.

"Lo cukup bijak juga." Gue senyum kearah Zico.

"Gue itu emang bijak, lo aja yang gak terima."

"Ya..ya..ya.. gue akuin lo itu emang bijak, hanya saja ego gue, gak ngijinin buat ngakuin kalo lo itu emang bijak."
Batin gue.

"Al! Kenapa lo malah bengong?"

"Enggak pa-pa kok,  tadi lo bilang apa?"

"Kenapa lo malah bengong." jawabnya dengan datar.

"Sebelum lo ngomong itu, dan sebelum gue bengong," ucap gue jengkel.

"Oh itu, gue bilang bahwa gue itu emang bijak, bukan agak bijak, kenapa? Lo gak terima? Kalo gue emang bijak?"

"Ish.. Tuh orang, kenapa bisa baca pikiran gue sih,"

"Kalo Lo emang bijak, gue pasti ngomong lo itu bijak, tapi kenyataannya Lo itu nyebelin."

"Sekarang mungkin gue nyebelin, tapi suatu saat kalo gue udah gak ada pasti lo bakal kangen sama gue."

"Dih, pede Lo itu tingkat Dewa."

"Biarin dong Al, nanti juga Lo kangen sama sikap nyebelin gue."

"Hahahah." Gue tertawa, mendengar perkataan Zico, sehingga perut gue terasa sakit.

"Serah Lo deh, asal Lo bahagia Zic." setelah susah payah menghentikan tawa, akhirnya kata itu keluar dari mulut gue.

"Bahagia gue itu, ketika ngeliat orang yang gue sayang ketawa, walau yang jadi bahan ketawanya adalah gue sendiri, gue rela jadi badut biar bisa ngeliat orang yang gue sayang bahagia, Dan terimakasih karena lo sudah buat gue bahagia."
Dia mengambil nafas sejenak, dan meneruskan lagi perkataannya.

"Yaudah gue ke kelas duluan yah Al."

AUTHOR P.O.V

Tanpa mereka sadari, di ujung lorong sana ada seorang gadis yang memperhatikan mereka, tersirat di wajahnya ada ke marahan, kekesalan, bahkan ke bencian.

Al, mungkin tidak menyadari bahkan Al tidak cukup peka dengan sekitarnya, sikap inilah yang akan menghancurkan pertemanan yang baru saja di bentuknya.

"Hei Al!" sapa gadis yang sedari tadi mengamatinya.

Al hanya membalasnya dengan senyuman, sambil melangkah menghampirinya.

"Untung ada Lo Yun, anterin gue ke Bu Dira yuk," nada bicara Al, bukan memohon, tapi memerintah.

Membuat gadis itu tambah kesal, tapi dia masih saja menyunggingkan bibirnya, hingga membuat lengkungan.

"Yun Lo tahu gak, tadi gue tabrakan sama Zico," ucap Al.

"Hem," sambil menatap lurus kedepan, dan sekali-sekali menatap Al dengan tatapan menerkam, tapi Al tidak sadar sama sekali.

"Lo tahu Yun? Ternyata Zico itu gak senyebelin yang gue pikirin." ucapnya lagi, dengan tak sengaja Al memancing kekesalan Yuni, tapi Yuni masih saja memaksakan seulas senyum.

"Oh."

Al baru sadar, bahwa ada yang aneh dari sikap Yuni, teman barunya ituh.

"Yun Lo kenapa?" Al memutuskan untuk bertanya.

"Enggak pa-pa kok Al."

"Lo sakit ya?"

"Enggak kok Al."

"Terus kenapa?"

"Nanya lagi Gue kenapa, gue kayak gini tuh gara-gara Lo Al!" jerit dalam hatinya.

"Yun," tegur Al, yang menghentikan Yuni, dan Yuni kembali pokus pada jalan yang sedang di laluinya.

"Hem."

"Lo kenapa, dari tadi lo diem mulu."

"Gak pa-pa, mending kita balik ke kelas, lagi pula bu Diranya gak ada di ruang guru."

Mereka berdua pergi ke dalam kelas, di perjalanan menuju kelas, tidak ada kata sepatah katapun yang keluar dari mulut mereka.

Jalan bener-bener hening, di tambah gak ada siswa lain yang berada di luar kelas, kebetulan sekarang waktunya jam pelajaran.

Yuni teman barunya, yang suka sama Zico, dan keakraban yang mulai terjalin antara Al dan Zico membuat kebencian Yuni semakin memuncak, dan mulai merencanakan hal-hal buruk, untuk memisahkan mereka, tanpa Yuni harus memisahkan mereka berdua, mereka akan tetap terpisah karena takdir memang sudah memisahkan mereka berdua.

Tapi apakah takdir akan setega itu memisahkan mereka berdua?

Hey gue lanjut up date nih mudah-mudahan kalian puas ya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 01, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

ALMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang