Her

27 2 4
                                    



Hidup begitu sulit bagiku akhir-akhir ini. Seperti yang terjadi dari kebanyakan orang. Tetapi aku berusaha untuk bersikap positif untuk semua orang semampuku. Mencoba untuk menyimpan senyum dan berpura-pura bahagia di depan teman-teman dan keluarga yang aku miliki. Depresi selalu memenuhi kepala ku, memenuhi gelas kosong sampai meluap keluar dan berusaha untuk melakukan apapun yang sekiranya dapat merugikan diriku sendiri.

Bayi perempuan telah lahir dari rahim perempuan hebat yang telah merubah diriku. Sayangnya gadis kecil ini harus menerima kenyataan bahwa dia tidak bisa merasakan kehadiran Ibunya di usia yang sangat belia.

Istriku pergi meninggalkan kami pada saat proses kelahiran putri kami yang pertama, nyawanya tidak tertolong. Dia pergi meninggalkanku namun dia telah melahirkan anak yang telah kami inginkan dua tahun setelah pernikahan kami. Hampir setiap hari aku menangis belum bisa menerima keadaan sampai benar-benar mengikhlaskan dirinya pergi.

Delapan bulan gadis kecil itu tumbuh seakan-akan membuat diriku belum ikhlas menerima bahwa istri ku pergi meninggalkan diriku dan gadis perempuanku, pelan-pelan aku dapat menerima kenyataan. 

Meskipun aku seorang kepala keluarga tanpa seorang istri namun aku bisa menjalani kehidupan seorang diri. Aku berusaha untuk mengurus penuh anakku dengan memberikan kasih sayang. Meskipun terkadang juga aku meminta tolong kepada adik kandung dan Ibuku untuk menjaga dirinya. Tidak peduli seberapa keras kehidupanku, aku akan selalu menjadi lebih baik. Karena semua adalah jiwa yang indah dan kita semua adalah alam semesta yang sama, jadi kita tidak pernah benar-benar sendirian.

Aku tidak memiliki keinginan untuk menikah lagi, entah kenapa dalam benakku mengatakan bahwa aku akan bertemunya lagi dengan dirinya di suatu tempat yang bahkan aku tidak tahu di mana tempat itu. 

Tiap malam aku bermimpi tentang dirinya di atas perahu kecil di tengah laut sambil memperhatikan jutaan bintang yang menerangi langit tanpa adanya awan sedikitpun. Begitu cantik dan nyata. Baju turtle neck serta sarung tangan mungil yang menyelimuti tangannya itu mendekap diriku yang juga kedingingan. Bersamaan dengan musim dingin yang pada saat itu turun melengkapi kebersamaan kita meskipun dingin tapi begitu terasa hangat karena kehadirannya.

"coba pejamkan matamu sejenak, aku akhirnya mempelajari sebuah teknik baru"

"Teknik apa maksudmu?" tanyaku bingung.

"teknik untuk mengobati mu, kamu ingin aku obati kan?

"Ya baiklah akan aku lakukan,"

"Agar semuanya berjalan sesuai, untuk itu kamu harus mengikuti apa yang aku katakan, mengerti?"

"aku siap"

"Tutup matamu dan lupakan semua yang ada dipikiranmu," dia mengatakan begitu serius dengan pipinya yang merah akibat cuaca dingin.

"baik" aku kemudian menutup kedua mataku tanpa membukanya sedikitpun, mencoba untuk menghapus pikiran yang datang dalam pikiranku dan berusaha untuk fokus dengan apa yang dia bicarakan.

"Konsentrasi dengan pikiranmu dan rasakan tubuhmu, bagaimana rasanya?"

"Hangat". Kataku. aku melihat padang pasir yang luas tanpa adanya apapun di sekitarku, kemudian aku merasakan getaran yang kuat disekitar kaki dan suara dengungan keras yang hampir membuatku tidak bisa mendengar apapun selain itu. Aku rasa aku berada di gurun pasir seorang diri.

"Tarik napasmu dalam-dalam kemudian keluarkan"

Aku mengikuti perintahnya kemudian menarik napas ku dalam-dalam dan mengeluarkan sepenuhnya. Kemudian gambaran sumber air terlihat dengan mata telanjang. Sumber air yang dikelilingi pohon-pohon dan bangunan-bangunan seperti kota kecil tak berpenghuni. Aku masih merasakan getaran di kaki ku kemudian pasir yang kuinjak telah naik sampai kedua lututku.

"Fokus dengan pikiranmu dan teruslah bernapas,"

Aku tidak bisa bernapas karena semakin lama pasir tersebut naik keatas permukaan, hampir menutup seluruh tubuhku. Akhirnya aku membuka kedua mataku dan melihat tangan kanannya menutupi mata sebelah kiriku. Aku begitu terkejut karena aku melihat kehadirannya di depanku dengan kedua matanya yang berbinar dengan senyum khasnya mengatakan "Aku baik-baik saja, aku menunggumu di sini" katanya.

Aku membuka mata dari tidurku dan melihat semua orang mengelilingi diriku memperhatikanku dengan penuh ekspresi sedih dan putus asa. Ada yang menangis ada juga yang tersenyum, anakku yang sudah lama berada di sisiku memegang erat kedua tanganku. Dia bukanlah gadis kecil delapan bulan dengan kedua bola matanya yang indah. 

Aku membelai rambutnya yang pirang, dia menempelkan tanganku di pipi kanannya lalu air mata nya mengalir, menetes di atas pergelangan tanganku. Cucu pertamaku datang menghampiriku dan mencium keningku, dia sangat mirip dengan Ibunya.

kecelakaan yang aku alami membuat diriku koma dengan waktu yang cukup lama.  Sekarang sudah tahun 2056, berarti sudah hampir tiga puluh tahun aku terjebak dalam mimpiku ini mimpi empat puluh tahun yang lalu setelah kepergian istriku tercinta sampai sekarang masih terus datang tanpa sedikitpun berubah di setiap waktu dan tempat bahkan apa yang dia katakan tidak sedikit hilang dalam pikiranku.

Hari ini tepat hari pernikahan kami yang ketiga puluh Sembilan.  Aku tidak menikah lagi dan aku membesarkan anakku seorang diri sampai mataku kembali terbuka anakku satu-satunya  telah menikah dengan laki-laki pilihannya dan memberikanku satu cucu perempuan yang begitu cantik. Sayangnya aku tidak bisa menyaksikan momen indah itu.

Meskipun hal ini mustahil jarang terjadi pada setiap orang tapi aku bisa menjalaninya seorang diri  bersama keluarga kecilku, begitu juga dengan seseorang yang telah pergi meninggalkan kita telah menunggu dengan begitu sabar di tempat yang telah ditentukan untuk kami berdua.

Putriku banyak bercerita mengenai kesibukannya menjadi ibu ketika mengurus suami dan anaknya serta aku yang tidak berdaya ini,. Aku  mendengarkan dia bercerita dengan serius yang dia katakan  dan mencoba mencerna perkataannya dengan baik.  Tuhan telah memberikanku waktu dan kesempatan untuk dapat melihat keluargaku kembali dan  mungkin sudah saatnya tiba aku pergi.

 "Sayang aku akan segera menyusulmu, sabar sedikit, kita akan bersama sepanjang hari di atas perahu kecil kita sambil memandangi bintang yang tak pernah padam."  akhirnya Kedua mataku menutup untuk selamanya.

Dari kejauhan terlihat seorang perempuan telah menunggu di atas perahu, aku menyusulnya, mengecup keningnya sambil memegang erat kedua tangannya lalu kami berdua menatap bintang di tengah laut dengan air yang begitu tenang.

"Aku menunggumu di sini, tidak pernah beranjak dari perahu yang telah kita bangun, kau lama sekali," dia tersenyum.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 12, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Kumpulan Cerita PendekTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang