intro

7.8K 735 315
                                    

Jihoon duduk dengan posisi punggung tegap sempurna. Atmosfer tegang membungkus rapat segenap jiwa-raganya. Keringat dingin sebesar biji jagung terasa meleleh dramatis dari kening, pelipis, dan juga bagian punggung.

Detak jantungnya bahkan bekerja dua kali lebih cepat.

Bagaimana tidak?

Tadi, ketika Jihoon sedang pelajaran Matematika di kelas, tiba-tiba saja guru Bagian Konseling datang dan memanggilnya. Baru kali ini Jihoon disuruh ke ruangan Kepala Sekolah. Dalam diam dia mencoba menerka apa gerangan sebab-musabab dipanggilnya seorang Lee Jihoon, sang bintang akademik, menghadap Kepala Sekolah.

Segala macam praduga sementara mulai memenuhi kepala Jihoon yang bersurai hitam legam, membuatnya hanyut dalam pikirannya sendiri. Sementara tepat di hadapannya ada kepala sekolah berikut wakilnya, Pak Suga dan Pak Jimin, sedang menatap tajam dan serius ke arah Jihoon.

Pak Suga berdeham keras. Memecah keheningan sekaligus mengejutkan Jihoon yang sibuk dengan praduga-praduga negatif dan bersifat sementara dalam pikirannya. "Lee Jihoon-ssi, apakah kau tahu ada perlu apa saya memanggilmu ke sini?" tanyanya. Dengan suara bariton khas pria dewasa.

"Ti--tidak, Pak. Sungguh, saya tidak tahu apa-apa." Jihoon menjawab lamat-lamat. Tatapannya masih setia menukik lantai marmer di bawah sana. Menelan saliva beberapa kali. Masih tegang.

"Begini," kata Pak Suga dengan wajah datarnya yang khas. Suaranya melunak sedikit. Mungkin merasa tidak enak telah membuat sang bintang akademik yang telah banyak mengharumkan nama sekolah menjadi begitu gugup. "Kami dari pihak sekolah telah membicarakan ini sejak lama. Ini tentang rencana masa depanmu yang telah kami rancang." Pria bersurai hijau mint itu berdeham sekali lagi. "Jihoon-ah, kami telah mendaftarkan dirimu ke Akademi Pledis. Kau tahu tentang akademi itu, kan?" Kelanjutan kalimat Pak Suga sukses menarik seluruh perhatian yang dimiliki Jihoon.

Membuat tatapannya serta-merta terangkat dari lantai marmer yang memantulkan bayangan dirinya, lantas menatap lurus dengan mata berbinar bening berlian ke arah pria bermarga Min yang duduk dengan kedua tangan terjalin dan menopang dagu tepat di hadapannya.

"Y--ya. Saya tahu, Pak. Itu merupakan akademi impian semua orang di sini," jawabnya antusias. "Tapi..., apa benar saya direkomendasikan masuk ke Akademi Pledis itu, Pak?"

Pak Suga mengangguk yakin. Begitu pun dengan Pak Jimin, wakilnya. Bahkan mereka nyaris mengangguk bersamaan. "Ya. Kami merasa sangat prihatin pada keenceran otakmu. Maka kami sepakat untuk mendaftarkanmu di akademi itu. Apa kau bersedia?"

Kini giliran Jihoon yang mangangguk kuat. Dengan penuh keyakinan menjawab, "Saya sangat bersedia, Pak!" Saking antusiasnya, kedua telapak tangan Jihoon tanpa sadar menggebrak meja, membuat Pak Suga berikut wakilnya membelalak lebar seraya mengelus dada lantaran terkejut. "Tapi..., masalah biaya. Bapak sendiri tahu bagaimana ekonomi keluarga saya, kan?" Baru semenit terlihat antusias, sejurus kemudian, semangat yang tadi menggebu-gebu mendadak bagai debu tertiup angin. Lenyap tak bersisa.

Jihoon kembali terduduk lesu dengan punggung membungkuk dan kepala tertunduk. Lagi-lagi pandangannya terantuk ujung sepatunya sendiri.

"Kalau masalah itu, kami semua juga tahu. Makanya kami membuat kesepakatan dengan pihak Akademi Pledis agar memberikan kemudahan. Untungnya mereka setuju dan memberikan tawaran menarik. Katanya, kau akan melanjutkan sekolah di Akademi Pledis tanpa mengeluarkan biaya sepeser pun serta mendapatkan fasilitas yang sama seperti siswa lainnya hanya dengan satu syarat." Kalimat Pak Suga menggantung di langit-langit ruangan. Menumbuhkan rasa penasaran dalam kepala Jihoon.

Pemuda mungil itu spontan mencondongkan tubuhnya, ingin tahu kelanjutan kalimat sang kepala sekolah. "Syarat? Apa syaratnya, Pak?"

Pak Suga sedikit terkejut saat menyadari jarak wajah mereka terbabat habis. Pria tampan meski selalu datar itu pun menarik sedikit wajahnya menjauh. "Err..., kau harus menjadi pengasuh dari cucu pemilik akademi itu. Pengasuh yang tinggal bersamanya dan siap mengurus segala keperluannya duapuluh empat jam penuh. Bagaimana, apa kau benar-benar sanggup?"

devilsitterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang