Track 4

2.9K 412 115
                                    

Lee Jihoon sedang memunguti pakaian di jemuran samping rumah saat Junhui berseru, memanggil-manggil namanya beberapa kali, dari dalam rumah. Pemuda mungil itu pun mempercepat gerakannya karena mendung yang menggantung seolah memberi pertanda hujan sepertinya akan turun sebentar lagi.

Setelah meletakkan pakaian di tempat setrikaan, dia bergegas melesat menghadap Junhui yang masih terus menyerukan namanya seperti sebuah lagu.

"Ya, ada apa, Tuan?" tanya Jihoon. Langsung disambut pelototan oleh Junhui. "Ops, sorry, hehehe...."

Junhui menggeleng pelan seraya tersenyum simpul. "Begini, aku mau pergi sebentar. Tolong jaga rumah, ya!" katanya kemudian memakai mantel bahan kulit.

Kalimat barusan mengundang kerutan di kening Jihoon. "Loh, tapi di luar sedang mendung. Bagaimana kalau ditunda sampai besok atau sampai hujannya lewat dulu?" Jihoon  mencoba menahan Junhui. Tapi idenya terdengar konyol.

Senyum kembali terukir di wajah tirus Junhui, "Tenang saja. Aku akan berlindung di tempat yang teduh jika hujannya benar-benar turun. Aku pergi dulu, ya. Pintunya kunci saja, okay!" Tubuh jangkung itu pun langsung lenyap di balik pintu. Padahal Jihoon hendak berkata sesuatu. Alhasil, pemuda mungil itu menelan kembali kalimatnya.

Jihoon setengah berlari mengejar hingga teras depan. Berseru lantang dengan kedua telapak membentuk coron di depan mulutnya, "Kalau ada apa-apa jangan lupa telepon, ya!" Namun, bukannya berbalik menjawab, Junhui hanya mengangkat sebelah tangannya tanpa menghentikan langkah.

Pemuda mungil itu lantas bergerak masuk ke dalam rumah dan cepat-cepat menutup pintu sebab angin berembus kian kencang saja. Setelah itu dia kembali menemui jemurannya di meja setrika. Jihoon sedang serius menyetrika pakaian sambil berdendang kecil ketika telepon berdering nyaring.

Dengan sigap Jihoon menjawab telepon tersebut setelah memastikan posisi setrika tidak di atas pakaian.

"Ya, Lee Jihoon di sini."

"Jihoonie...." Terdengar suara melengking yang khas dari seberang. Langsung dikenali Jihoon tak lama kemudian.

"Seokmin?"

"Yo, ini aku. Jihoonie, jeongmal jakku jjinja neomu mianhae. Aku sedang bermain game dengan temanku. Dia ingin aku menginap, jadi tidak pulang. Kau tidak usah menugguku. Arasseo?"

Klik.

Seokmin langsung memutuskan panggilan secara sepihak.

Bola mata Jihoon berputar cepat. Menahan sebal. "Belum dijawab sudah dimatikan. Dasar!" sungut Jihoon dengan bibir mencebik setelah itu kembali menyetrika pakaian yang baru selesai setengahnya.

Setelah menyetrika, Jihoon melanjutkan menyapu tiap ruangan di rumah ini. Kali ini giliran handphone-nya yang menjerit minta dijawab. Gelagapan, Jihoon menjawab dengan canggung.

"Y--ya, ada apa, Chanie?"

Hening menjeda beberapa jenak sebelum Lee Chan berkata, "Jihoonie, kakek menyuruhku untuk menginap. Mianhae, aku tidak pulang."

Perasaan gugup dan canggung perlahan menguap dari hati Jihoon. Berusaha bersikap sewajarnya. "Oh, iya. Gwaenchanha. Hati-hati, ya!" lanjutnya disusul tawa garing.

Hening lagi sejenak. Mengembalikan kegugupan yang tadi. Lantas, dengan nada cepat dan suara rendah Lee Chan berkata, "Sa--saranghae, Jihoonie. Bye!"

Klik.

Lagi-lagi sambungan telepon diputus sepihak. Jihoon mendengkus sebal lalu mencebikkan bibirnya. Kemudian tersenyum sambil menggelengkan kepalanya.

devilsitterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang